Site icon SumutPos

Gatot Dianggap tak Komunikatif

MEDAN-Heboh penarikan dukungan 9 dari 11 partai pengusung pasangan Syamsul Arifin-Gatot Pujo Nugroho (Syampurno) sempat disangsikan beberapa kalangan. Bahkan, aspirasi sembilan partai tadi dianggap mengada-ada.
Menjawab keraguan itu, Ketua Partai Persatuan Demokrasi Indonesia (PPDI), BMR Simorangkir kepada Sumut Pos menyatakan adalah benar mereka menemui Menteri Dalam Negeri (Mendagri)
Dan, desakan pencopotan terhadap Pelaksana Tugas (Plt) Gubsu Gatot Pujo Nugroho, adalah satu diantara tuntutan mereka.

“Iya, pada saat menemui Mendagri waktu itu salah satu tuntutannya itu. Tapi itu diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah pusat,” akunya, Kamis (3/11).

Dikatakannya, sejauh ini memang suasana di Sumut memang tidak kondusif. Bukti ketidakkondusifan tersebut sangat tersirat dari kebijakan pemutasian pejabat di lingkungan Pemprovsu beberapa waktu lalu, sehingga mencuatkan ajuan Hak Interpelasi.

“Soal harmonisasi komunikasi, sebenarnya sangat terlihat dengan komunikasi antara pemerintah dengan legislatif, dari mutasi hingga interpelasi. Kita berharap, Plt Gubsu bisa bijaksana dalam memimpin Sumatera Utara,” tegasnya.
Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Reydonizar Moenek yang dikonfirmasi langsung oleh Sumut Pos melalui seluler dari Medan pun membenarkan adanya kunjungan perwakilan sembilan partai pengusung Syampurno. “Ada perwakilan sembilan partai pengusung pasangan Syampurno menemui Mendagri. Tapi, untuk pencopotan terhadap jabatan Plt Gubsu tidak bisa begitu. Mesti ikuti aturan yang ada. Dan tetap sah karena terpilih pada Pilkada,” terangnya.

Berdasarkan Undang-Undang (UU) No 32/2004 mengenai Pemerintahan Daerah dan turunannya Peraturan Pemerintah (PP) No 12/2005 dan PP No 6/2005 tentang pengesahan, pengangkatan jabatan kepala daerah, ada tiga hal yang bisa membuat kepala daerah diberhentikan. Tiga hal itu yakni, karena meninggal dunia, karena mengundurkan diri dan karena tersangkut masalah hukum. Jadi, bila salah satu dari itu terjadi maka bisa diberhentikan dan diganti dengan yang lainnya.

“Gatot tetap sah dan kalau diganti berdasarkan tiga hal. Namun memang, selama ini dari kondisi yang ada terlihat komunikasi yang ada tidak mampu dibangun Plt Gubsu. Dengan ketidakmampuan menjalin komunikasi itu, sehingga menjadi persoalan. Jadi, bertemunya perwakilan sembilan partai tersebut lebih bermakna harapan. Maka dari itu, dibutuhkan kearifan dari Plt Gubsu,” bebernya.

Saat ditanya mengenai pemutasian, terutama mengenai surat yang menjadi alasan atau landasan Plt Gubsu memutasi 110 pejabat eselon III di lingkungan Pemprovsu, apakah sudah diterima Mendagri, pria yang akrab disapa Donny ini enggan menjawabnya. “Nanti akan saya jelaskan, pada kesempatan selanjutnya,” katanya.

Sementara itu, Fraksi Golkar DPRD Sumut saat memberikan pemandangan umum fraksi pada rapat paripurna DPRD Sumut yang dibacakan juru bicara Fraksi Golkar Richard Eddy M Lingga, Kamis (3/11) menyoroti persoalan mutasi sejumlah pejabat di lingkungan Pemprovsu.

Bagaimana dengan rekomendasi sejumlah anggota DPRD Sumut, agar Plt Gubsu mengevaluasi sejumlah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait realisasi serapan anggaran pada APBD 2011 yang rendah, dimana ada kesan Plt Gubsu tidak “mematuhi” rekomendasi itu, dengan dugaan ketidakberanian Plt Gubsu untuk melakukan evaluasi karena atas dasar kepentingan politik parpol di Sumut.

Terkait hal itu, dengan tegas Donny menuturkan, dalam dimensi Kementerian Dalam Negeri (Kemandagri) soal mutasi atau evaluasi jabatan, sangat tidak berdasar bila dilandasi kepentingan atau tekanan politik. “Karena ini murni jabatan karier, berdasarkan profesionalitas, akuntabilitas, kompetensi, jenjang kepangkatan dan jabatan. Jadi jangan berdasarkan kepentingan politis dan sebagainya. Kalau memang tidak profesional, akuntabel dan sebagainya bisa dievaluasi sesuai dengan rekomendasi atau izin dari Mendagri,” jawabnya.

Ditambahkannya, rekomendasi anggota dewan itu, pada prinsipnya merupakan fungsi kontrol dari legislatif. Namun, tidak serta merta serapan yang rendah menjadi kesalahan SKPD, tapi juga merupakan kesalahan legislatif (DPRD Sumut) dan pemerintah (Pemprovsu). ‘Bisa saja daya serap karena kesan kurang koordinasi. Rendahnya serapan anggaran, tidak bisa langsung disorot kesalahan SKPD. Ini ada kaitannya dalam pembahasan KUA dan PPAS. Rendahnya serapan anggaran itu nantinya bisa dilihat dari terjadinya Sisa Lebih Penggunaan Anggaran (Silpa). Ada hal lain juga, mungkin SKPD bersangkutan takut tersandung masalah hukum. Tapi intinya, penempatan pejabat harus yang benar-benar kompeten dan memiliki kemampuan,” ulasnya.

Dalam beberapa hari ini, telah terdengar kabar bahwa akan ada mutasi yang dilakukan terhadap sejumlah SKPD di Pemprovsu. Namun, isu tersebut langsung dibantah oleh Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provsu Suherman yang ditemui Sumut Pos di gedung dewan. “Belum ada pengajuan. Tapi, sampai saat ini, tidak ada,” katanya.

Tak Ada Pengangkatan Honorer

Soal batalnya tenaga honorer untuk diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS), kembali dipertegas oleh Reydonizar Moenek. “Sejatinya berdasarkan PP No 48/2005 serta turunannya, yang menyangkut pedoman penyusunan APBD, untuk tidak membebani anggaran. Jadi, Pemda dilarang untuk merekrut tenaga honorer,” tegasnya.
Dijelaskannya, ada kebijakan yang keliru jika dilihat tenaga honorer dari sisi belanja  pegawai. “Mendagri menginstruksikan tenaga honorer tidak boleh dari Belanja Tidak Langsung. Tapi boleh dimasukkan ke Belanja Langsung seperti pada program proyek dan sebagainya. Jadi, jika tidak sejalan dengan PP tersebut maka tidak mungkin lagi ada pengangkatan tenaga honorer,” terangnya lagi.

Hal itu juga dibenarkan oleh Suherman. “Iya, tidak ada lagi pengangkatan tenaga honorer. Untuk rekrutmen CPNS, juga tidak ada. Sudah kita buat Surat Edaran, nanti akan diserahkan ke kabupaten/kota,” tuturnya. (ari)

Exit mobile version