Site icon SumutPos

Alat Ukur ISPU Dibiarkan Rusak

File/SUMUT POS
Seorqang warga melintas didepan alat Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) yang tidak berfungsi di Jalan Gatot Subroto Medan. Masyarakat tidak tahu kadar polutan yang terkandung dalam udara yang mereka hirup karena alat Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) dibeberapa ruas jalan di kota Medan tidak berfungsi. Seharusnya alat ISPU dipakai warga untuk mengetahui seberapa tinggi ancaman panas yang meyerang Kota Medan

MEDAN, SUMUTPOS.CO -Alat pengukur Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) yang berada di sejumlah titik inti-Kota Medan, sampai saat ini masih belum diperbaiki. Padahal, alat tersebut diyakini sangat berguna bagi masyarakat agar bisa mengetahui secara langsung tingkat pencemaran udara yang sedang terjadi.

Adapun beberapa alat tersebut berada di kawasan industri Medan, Pinang Baris, Jalan Patimura persisnya di Simpang Jalan Jamin Ginting dan Jalan Pemuda belakang pos polisi lalu lintas. Akibatnya, masyarakat yang ingin mengetahui tingkat pencemaran udara di Kota Medan terpaksa harus mengurungkan niatnya.

Anggota DPRD Kota Medan, Rajuddin Sagala mengungkapkan, data pada alat ukur ISPU sangat penting untuk mengetahui kualitas udara yang dihirup masyarakat. Selain itu, alat tersebut juga menjadi salah satu indikator untuk melihat kinerja Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Medan dalam penanganan pencemaran udara khususnya.

“Ada empat alat ukur ISPU di Medan, tetapi semua alat rusak dan terkesan dibiarkan. Hal ini pun sangat disayangkan karena alat tersebut cukup penting bagi masyarakat untuk mengetahui kualitas udara,” ujar Rajuddin yang juga Ketua Pansus LKPj 2017.

Menurut Rajuddin, apabila alat itu berfungsi dengan baik maka dapat dijadikan penentu metode pengelolaan dan pengendalian pencemaran udara yang tepat. Pasalnya, antara satu parameter dengan parameter lainnya tentu berbeda penanganannya.

“Karena hibah, alat itu tidak dibarengi dengan pengetahuan tentang pemeliharaan dan perbaikan. Namun, tidak mungkin tidak ada yang bisa memperbaiki. Harusnya DLH bisa menganggarkan untuk memperbaiki itu agar hibah alat itu tidak sia-sia dan mubazir,” tukasnya.

Sementara, Kepala DLH Medan Arief S Trinugroho mengatakan, alat ukur ISPU tersebut memang sudah rusak semua dan kemungkinan karena termakan usia. Alat itu punya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) dan usianya sudah sekitar 15 tahun.

“Alat tersebut bukan milik dan tanggung jawab Pemerintah Kota Medan, jadi kami tidak bisa memperbaikinya. Perbaikan maupun perawatannya tidak bisa dianggarkan melalui APBD,” cetusnya.

Ia mengaku, pihaknya sudah mengusulkan kepada Pemko Medan agar membeli alat yang baru. Namun, sampai saat ini belum terwujud. “Alatnya cukup mahal, satu set saja harganya mencapai anggaran kami satu tahun (Rp10 miliar),” ucap Arief.

Pun begitu, sambung Arief, pihaknya tetap memantau kualitas udara yang ada di Medan melalui alat yang lebih sederhana. Dalam pemantauan udara tersebut tidak setiap saat seperti alat ukur ISPU milik Kementerian Lingkungan Hidup. “Alat yang sederhana itu sedang kita ajukan untuk terealiasasi pada tahun depan, dan kita menginginkan sebanyak 4 unit dengan menghabiskan biaya sekitar hampir Rp1 miliar. Untuk saat ini, pengukuran dilakukan dengan alat yang dimiliki dinas provinsi,” bebernya.

Arief menambahkan, alat yang sederhana tersebut bisa dibilang masih manual. Jadi, ketika hendak mengukur kualitas udara maka harus dibawa menuju titik atau lokasi tertentu. Berbeda dengan alat milik kementerian yang sudah online sistem. “Jika nantinya terealisasi, maka kita ingin menempatkannya pada kawasan industri, perumahan dan perkotaan,” pungkasnya. (ris/azw)

 

Exit mobile version