Site icon SumutPos

Diskusi Publik ‘Sumut Darurat Korupsi’

Foto: BAGUS SYAHPUTRA/Sumut Pos
DISKUSI: Diskusi Publik ‘Sumut Darurat Korupsi’ di Medan.

SUMUTPOS.CO – Indonesia Corruption Watch (ICW) pada Pilkada Sumut 2018, mengingkatkan warga Sumatera Utara (Sumut) untuk memilih pemimpinnya dari Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sumut berdasarkan jejak rekamnya, terutama pilih pemimpin yang antikorupsi.

Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Divisi Korupsi Politik, Donal Fariz mengatakan, Sumut ini dihantui dengan tindak korupsi yang ada. Dengan itu, Sumut merupakan daerah nomor ketiga terkorup di Indonesia.

Ia mengimbau kepada masyarakat sebagai pemilik hak suara untuk melihat secara detail latar belakang paslon, yang pastiny bebas dari korupsi dan anti korupsi dalam bidang korupsi.

Hal itu diungkapkan Kordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Divisi Korupsi Politik, Donal Fariz dalam Diskusi Publik ‘Sumut Darurat Korupsi’ berlangsung di Hotel LJ di Jalan Perintis Kemerdekaan, Medan, Minggu (3/6) sore.

“Berdasarkan data dari ICW 2017, Sumut sendiri menduduki nomor 3 di Indonesia daerah terbesar angka korupsinya. Setelah Pertama Jawa Timur dan Jawa Barat,” ucap Donal pada acara Diskusi Publik ‘Sumut Darurat Korupsi’ berlangsung di Hotel LJ di Jalan Perintis Kemerdekaan, Medan, Minggu (3/6) sore.

Donal menjelaskan Sumut di tahun 2017 terdapat 40 kasus korupsi ditangani oleh aparat penegak hukum dengan total kerugian negara mencapai Rp286 miliar. Dengan ini, ia mengatakan menjadi catatan penting bagi warga Sumut ini untuk betul memilih pemimpin bagi Sumut sendiri.

Donal mengungkapkan, Sumut menjadi perhatian khusus dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dikarenakan dua mantan Gubernurnya, Syamsul Arifin dan Gatot Pudjo Nugroho tersandung kasus korupsi.”Momentum Pilkada 2018 ini, menjadi titik krusial bagi masyarakat dan pemerintah Provinsi Sumut, tidak jatuh memilih yang sama dan berujung kasus-kasus korupsi,” ucap Donal.

Disisi lain, ia mengatakan bukan Sumut saja. Tapi, Kota Medan adalah kota dengan indeks persepsi korupsi paling buruk dengan nilai hanya 37,4. Begitu juga dalam kemudahan berbisnis. Nilainya hanya 41,1 persen.  Hal tersebut dirilis oleh Transparansi Internasional Indonesia, Kota Medan menjadi Kota Medan menjadi Kota terkorup diantara 12 kota terbesar di Indonesia.

“Kota terbaik itu, Jakarta Utara dan Kota terkorup itu dinilai adalah Kota Medan dengan indeks presepsi terendah diseluruh kota besar. Jadinya, perlunya pemimpin baik. Jadinya, tidak kembali pemimpin terkorupsi berulang,” kata Donal.

Atas hal itu, sosok pemimpin di Sumut harus mampu menyelesaikan persoal birokrasi antikorupsi. Dengan itu, persepsi daerah terkorup luntur dan mampu mesejahterakan rakyat dengan pembangunan yang merata.”Ini menjadi salah satu contoh bahwa Medan dan Sumatera Utara pada umumnya butuh perhatian dan atensi serius karena kinerja pemerintahannya ugal ugalan. Korupsi merajalela,” jelasnya.

Untuk di Sumut, ada dua Paslon yakni Edy Rahmayadi-Musa Rajekshah dan Djarot Saiful Hidayat-Sihar Sitorus. Donal mengimbau untuk selektif memilih kedua paslon itu, untuk memimpin Sumut lima tahun kedepan.”Masyarakat Sumut sendiri bisa memilih dengan fortopolio anti korupsi. Dengan rekam jejak birokrasi pemberantas korupsi sebagai memimpin ?untuk menghilangi presepsi daerah korupsi dari Pilkada Sumut ini,” tuturnya.

Ia menjelaskan Pilkada Sumut jadikan batu loncatan untuk mendapatkan pemimpin yang baik bebas korupsi dan anti korupsi. Hal itu, harus dicermati khusus oleh warga Sumut. Karena, Sumut harus ssecepatnya bebas dari korupsi”Untuk kedepannya lebih baik, Warga atau Sumut bisa memilih dan memilah mencari pemimpin yang baik,” ucap aktivis anti korupsi itu.

Dalam diskusi juga hadiri sebagai pembicara Ansari Yamamah dari Cenderkiawan Muslim Sumatera Utara, Septian Fujiansyah, dari Advokat LBH Medan dan Ketua Umum HMI Badko Sumatera Utara, Mahmud Mulyadi dari akademisi Universitas Sumatera Utara, selaku pakar pidana korupsi.

Advokat Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan,  Septian Fujiansyah, mengatakan di Sumut harus ada perubahan sosok pemimpin. Karena, perubahan itu, harus didasari dengan sifat membenci dengan tindakan korupsi.

Menurut dia, rekam jejak antikorupsi adalah harga mati untuk mencegah Sumut kembali ke pelukan koruptor. “Pemilih harus kritis menyeleksi pemimpin yang jelas prestasi dan rekam jejaknya,” katanya.

Sementara itu, Pakar pidana korupsi dari USU, Mahmud Mulyadi menjelaskan biaya politik yang besar menjadi salah satu penyebab kenapa dua gubernur Sumut terjerat korupsi. Dengan kos politik yang mahal, kemudian menjabat. Hal itu, sangat rawan melakukan korupsi.“Mereka maju dengan mahar politik dari parpol yang begitu besar. Belum lagi biaya kampanye. Begitu menjabat mereka harus membayar hutang biaya politik itu. APBD yang jadi korban. Ini tak boleh berulang,” pungkasnya.(gus/ila)

 

 

 

Exit mobile version