Site icon SumutPos

MSDC Monopoli, Kantor Diklat Diusul Ikut Kelola Sertifikat SIM

Mengurus SIM-Ilustrasi.
Mengurus SIM-Ilustrasi.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kantor Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Pemko Medan disarankan bisa menjadi instansi alternatif dalam hal mengeluarkan sertifikat Surat Izin Mengemudi (SIM).

Pasalnya, masyarakat Kota Medan mengeluhkan mahalnya biaya sertifikat sebagai syarat mendapatkan SIM, yang selama ini dikelola biro jasa Medan Safety Driving Center (MSDC).

“Jika sertifikat sarat keharusan mendapatkan SIM, kita mendukung. Tapi sertifikat itu jangan dimonopoli MSDC hingga mengakibatkan biaya mahal mencapai Rp421 ribu. Untuk itu, kita desak agar urusan sertifikat supaya dikelola Pemko Medan, sehingga retribusi bisa masuk PAD (Pendapatan Asli Daerah) Pemko Medan atau digratiskan,” kata Ketua Komisi A DPRD Medan Roby Barus kepada wartawan, Minggu (4/9).

Desakan usulan anggota dewan sangat mendasar, sebab saat rapat dengar pendapat (RDP) Komisi A DPRD Medan dengan Satlantas Polresta Medan pada Selasa (30/8), menyimpulkan bahwa kredibilitas MSDC masih diragukan.

Rapat yang berlangsung di Komisi A DPRD Medan dihadiri Kasatlantas Kompol Rizal, AKP Usman dan sejumlah jajaran, bersama Ketua Komisi A Roby Barus didampingi Wakil Ketua Andi Lumban Gaol, Mulia Asri Rambe, Waginto, Asmui, Hamidah dan Umi Kalsum berlangsung alot.

Dari pengakuan Kasatlantas Kompol Rizal menyebutkan ada sekitar ratusan sertifikat milik pemohon SIM yang dikeluarkan MSDC setiap harinya. Namun kata Rizal, dari jumlah tersebut, jika pihaknya benar benar melakukan tes/pengujian terhadap pemohon SIM, hanya 5 pemohon yang lulus. Artinya, sertifikat yang diterbitkan MSDC masih diragukan dan tidak menjadi pedoman lulus mengemudi.

Pengakuan Rizal sangat menguatkan tudingan dewan menyebut keberadaan MSDC hanya formalitas dan akal-akalan. Wakil Ketua Komisi A Andi Lumban Gaol, mengatakan jika pelatihan yang dilakukan MSDC tidak benar dilakukan. Seperti surat kesehatan bisa terbit sementara dokter tidak pernah ada. “Ini kan formalitas dan hanya akal akalan. Bagaimana polisi menyiasati ini,” tegas Andi.

Kendati kepemilikan sertifikat merupakan keharusan dan berkekuatan hukum, namun perlu untuk dievaluasi mengingat pemohon yang sangat terbebani. “Untuk itu perlu ada kebijakan untuk perubahan sehingga masyarakat dapat dipermudah dan biaya murah,” timpal Roby Barus.MELECEHKAN
Ketidakhadiran pihak manajemen MSDC saat RDP akhir Agustus kemarin, dinilai suatu pelecehan institusi. Ketua Roby Barus mengaku kesal bahwa MSDC mengabaikan undangan institusinya. “DPRD mengundang secara lembaga resmi untuk RDP. Kasatlantas saja hadir, kenapa pihak MSDC tidak. Ini bentuk pembangkangan dan pelecehan. Kok kebal kali, ada apa,” ujarnya.

Terkait hal ini Komisi A tidak mau berhenti begitu saja, Roby Barus mengatakan akan mengundang kembali pihak MSDC. Tujuannya untuk dimintai keterangan dan klarifikasi alasan penetepan biaya sertifikasi yang sangat mahal serta aliran dananya.

Senada, anggota Komisi A Asmui Lubis mengaku pihaknya akan kembali mengundang manajemen MSDC dalam RDP. “Kita butuh klarifikasi mereka terkait mahalnya biaya sertifikat ini. Karena laporan yang masuk ke kami, warga Kota Medan banyak mengeluhkan hal tersebut,” kata politisi Partai Keadilan Sejahtera itu.

Dia menambahkan, pihaknya juga akan menggelar rapat internal sebelum memutuskan panggilan berikutnya kepada MSDC. “Nanti ketua yang memutuskan, apakah perlu kita adakan panggilan kedua. Saya pribadi dengan tegas setuju agar MSDC dipanggil kembali,” pungkasnya.

Sebelumnya, Kasat Lantas Polresta Medan Kompol Teuku Rizal Moelana ketika ditemui usai RDP, menegaskan tidak ada monopoli sertifikat yang digunakan dalam pengurusan SIM.

Kewajiban dalam melampirkan sertifikat SIM sesuai UU nomor 22/2009 tentang lalulintas dan ?Perkap Kapolri pelampiran sertifikat mengemudi hanya untuk pembuatan SIM Umum. (prn/ije)

Exit mobile version