Site icon SumutPos

Kapolri: Rencana SP3 Karhutla Wajib Digelar di Mabes

FOTO: HENDRA EKA/JAWA POS Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian (kanan) didampingi Irwasum Dwi Priyanto saat mengikuti rapat kerja dengan Komisi III di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta. Raker tersebut membahas pelaksanaan tugas dan fungsi Polri, penanganan kasus terorisme, penanganan kasus perdagangan orang serta realisasi program prioritas dan komitmen Kapolri. Senin 5 September 2016.
FOTO: HENDRA EKA/JAWA POS
Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian (kanan) didampingi Irwasum Dwi Priyanto saat mengikuti rapat kerja dengan Komisi III di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta. Raker tersebut membahas pelaksanaan tugas dan fungsi Polri, penanganan kasus terorisme, penanganan kasus perdagangan orang serta realisasi program prioritas dan komitmen Kapolri. Senin 5 September 2016.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kapolri Jenderal Tito Karnavian optimistis 11 program prioritas dan 10 komitmen yang dijanjikan saat fit and proper test sebagai calon Kapolri dua bulan lalu, bisa terwujud sesuai target. Mantan Kepala BNPT itu langsung memaparkan progres dari program dan komitmennya tersebut dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR, Senin (5/9).

Dalam raker itu, Kapolri juga memaparkan sejumlah capaian menjelang 100 hari kerja. Menurut Tito, secara bertahap komitmen-komitmen yang pernah dia sampaikannya itu telah berhasil dijalankan.

”Hasil evaluasi tahap 100 hari ini dari tanggal 25 Juli hingga 25 Agustus, ini baru dua bulan dan rencana 3 bulan, rata-rata proses pencapaian kegiatan sebanyak 30,79 persen. Jadi mulai program 1 sampai 10 itu mencapai berkisar antara 27-38 persen,” kata Tito.

Program 100 hari kerja Tito disebut dengan program promoter. Program ini berisi peningkatan kepercayaan publik terhadap institusi Polri. Penjabaran dari program itu adalah komitmen profesional, yang mencakup peningkatan kompetensi sumber daya manusia (SDM) Polri. Peningkatan SDM dilakukan melalui peningkatan kapasitas pendidikan dan pelatihan, serta melakukan pola-pola pemolisian berdasarkan prosedur baku yang sudah dipahami, dilaksanakan, dan dapat diukur keberhasilannya.

”Lalu, (komitmen) modern berupa melakukan modernisasi dalam layanan publik yang didukung teknologi, sehingga semakin mudah dan cepat diakses oleh masyarakat, termasuk pemenuhan kebutuhan alat materian khusus (almatsus) dan alat peralatan keamanan (alpakam) Polri yang semakin modern,” ujarnya.

Terakhir, komitmen reformasi internal. Komitmen ini bertujuan menciptakan lembaga yang bersih dan bebas dari KKN. Tiga pokok pikiran tersebut, kata Tito, untuk menjawab tantangan masa kini, di mana pola-pola pendekatan polisi yang dulu diterapkan pada masa-masa sebelum reformasi sudah tidak relevan lagi. Selain itu, pola pendekatan juga perlu ditingkatkan dengan pola baru yang tetap dalam roh tujuan Reformasi Birokrasi Polri (RBP) untuk diterapkan pada masa sekarang.

”Saat ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa arus perubahan yang sangat deras. Polri dituntut untuk bisa menghadapinya,” ujarnya.

Sementara mengenai polemik terbitnya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terhadap 15 perusahaan terduga pembakar hutan di Riau, menjadi catatan khusus Kapolri Jenderal Tito Karnavian. Untuk menghindari terulangnya kembali polemik itu, Kapolri mengeluarkan kebijakan khusus agar setiap Polda tidak begitu saja mengambil keputusan terkait SP3 kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

Tito menyatakan, dirinya memahami bahwa publik banyak mempertanyakan terkait keputusan Polda Riau terkait SP3 perusahaan terduga pembakar hutan. Karena itu, SP3 terkait karhutla ke depan harus melalui supervisi langsung dari Mabes Polri.

”Saya sudah diskusi dengan Pak Kabareskrim. Prinsipnya, kasus yang akan di SP3 terkait dengan karhutla, harus digelar di Mabes Polri,” ujar Tito dalam pernyataannya di depan anggota Komisi III.

Kapolri menjelaskan, dengan menyampaikan langsung di Mabes, dirinya bersama Bareskrim bisa mengkaji kelayakan dari pengambilan SP3 itu. Nantinya, ujar Kapolri, gelar pengambilan putusan SP3 juga akan melibatkan Irwasum dan Propam Mabes Polri. ”Jadi pengawasnya banyak. Bisa juga nanti kita bentuk satuan tugas (satgas), utamanya kasus yang terkait dengan korporasi,” ujar Kapolri termuda itu.

Dalam kaitan dengan SP3 15 perusahaan di Riau, Kapolri juga memberikan penjelasan. Dia menyatakan, 15 kasus yang diberhentikan penyidikannya itu diputus bertahap sejak Januari hingga Mei 2016. Selain karena kurangnya alat bukti, alasan SP3 dugaan pembakaran hutan dan lahan oleh 15 perusahaan juga bermacam-macam.

”Alasannya, terbakar di luar peta kerja, dan (lahan) dikuasai masyarakat. Areal ini dulu milik perusahaan, tapi dicabut pemerintah, otomatis bukan hak yang bersangkutan,” jelas Kapolri.

Terkait munculnya foto yang berisi sejumlah petinggi Polda Riau dengan seorang pemilik lahan hutan di Riau, Kapolri juga memberi penjelasan. Tito menyatakan bahwa dirinya sudah mengirim Propam untuk memeriksa kebenara foto kongkow-kongkow itu. ”Dari hasil pemeriksaan sementara, itu bukan kongkow-kongkow,” kata Kapolri/
Menurut dia, foto itu terkait dengan dikirimnya tim dari Mabes Polri untuk melakukan pemeriksaan kasus Meranti. Kapolri mengaku dirinya sendiri yang mengirim tim untuk kasus terkait pembunuhan aparat polisi itu. Nah, saat tim dari Mabes datang, sejumlah petinggi Polda ikut menemui tim dari Mabes Polri itu untuk ramah tamah.

”Biasanya, saat tim datang, yang satu liting (angkatan, red) ingin bertemu, makan-makan lah di restoran tempat di foto itu,” kata Tito.

Saat berada di restoran, tim mabes dan dari Polda Riau bertemu dengan pemilik restoran. Lalu, ada satu roang lain yang diketahui adalah seorang pengusaha kelapa sawit juga berkenalan dengan tim mabes dan Polda Riau.

”Pengusaha sawit ini tidak terkait dengan 15 perusahaan yang di SP3. Jadi kalau ini dikait-kaitkan, tidak tepat,” jelas Kapolri.

Menurut Kapolri, setelah bertemu, mereka kemudian kembali ke meja masing-masing. Hasil pemeriksaan sementara itu akan dikembangkan dalam proses pemanggilan di Mabes. ”Nanti dipanggil di Mabes pada minggu-minggu ini,” ujarnya.

Menanggapi paparan Kapolri terkait Karhutla, anggota Komisi III dari Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya Supratman Andi Atgas menyatakan bahwa keputusan SP3 sejatinya bukan barang haram. Namun, seyogianya keputusan itu disampaikan terbuka kepada publik. Apalagi, kasus karhutla menyita perhatian masyarakat, akibat kejadian asap tebal yang terjadi tahun 2015.

”Proses SP3 itu katanya kan dari Januari sampai Mei, jika disampaikan secara terbuka dan bertahap, saya kira tidak akan menimbulkan kecurigaan publik,” kata Supratman.

Sementara, anggota Komisi III dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Aboe Bakar Alhabsy menilai, SP3 itu jelas mengusik rasa ingin tahu publik. Jika alasannya kekurangan alat bukti, seharusnya kepolisian menerapkan azas tanggung jawab mutlak. ”Bebankan azas tanggung jawab mutlak, nanti biar pengadilan yang menentukan,” kata Aboe.

Menurut Aboe, SP3 seharusnya memiliki pertimbangan yang kuat. Opsi agar publik melakukan praperadilan terhadap sebuah keputusan SP3 dinilai bukanlah keputusan yang tepat. ”Kalah membiarkan praperadilan, sama saja membebankan hal itu pada publik,” tegasnya.

Anggota Komisi III dari Fraksi Partai Persatuan Pembanguan Arsul Sani menyatakan bahwa dirinya melihat sejumlah catatan kritis terkait keputusan SP3 kasus karhutla. Menurut dia, Polda Riau dalam hal ini tidak memiliki upaya yang cukup untuk membuktikan kasus tersebut.

”Pemilihan saksi ahli misalkan, apa tidak ada upaya mencari ahli lain, kesannya hanya secukupnya saja,” kata Arsul.

Dalam hal ini, catatan tambahan adalah terkait keluhan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Kementerian LHK menyatakan ketidakpuasan atas keputusan itu. ”Nampaknya tidak ada koordinasi dengan pihak terkait atas kasus ini,” ujar Sekjen PPP itu. Meski begitu, Komisi III dalam hal ini mengapresiasi atas rencana perbaikan Kapolri terkait penyelesaian kasus karhutla. (bay)

Exit mobile version