Site icon SumutPos

Dewas PDAM Tirtanadi Tak Kabulkan Kompensasi

Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Sumatera Utara, Hasban Ritonga menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Selatan, Rabu (25/11). Hasban menjadi saksi Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap kepada DPRD Sumut periode 2009-2014 dan 2014-2019. Foto: Ricardo/JPNN.com

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Tuntutan 38 pengacara ke pengadilan terkait permintaan kompensasi ke pelanggan atas perkiraan kerugian yang dialami pelanggan PDAM Tirtanadi pasca kebocoran pipa Oktober lalu, dinilai Dewan Pengawas (Dewas) sulit untuk diwujudkan. Di sisi lain, kompensasi tak bisa diberikan karena ketidak mampuan keuangan BUMD tersebut.

Ketua Dewan Pengawas PDAM Tirtanadi, Hasban Ritonga mengatakan, kondisi kebocoran pipa milik perusahaan daerah itu diakibatkan oleh kondisi yang tidak bisa diprediksi. Sebab, lahan tempat menanam pipa fiber berdiameter 1 meter itu adalah tanah milik PT KAI (PJKA) yang sejatinya tidak diperkenankan mendirikan bangunan. Sehingga, untuk masalah tersebut bukan kelalaian perusahaan.

“Saya kira untuk persoalan itu sudah kita sampaikan ke direksi, agar mereka segera meningkatkan mutu pelayanan kepada pelanggan. Memang untuk kebocoran pipa, di luar kuasa mereka. Begitu juga keberadaan rumah di atasnya, yang dulu memang tidak ada bangunan di situ,” ujarnya.

Dia menambahkan, soal tuntutan pengacara untuk meminta kompensasi berupa pemotongan pembayaran rekening air milik ribuan pelanggan yang terdampak kebocoran hingga harus kekeringan selama beberapa hari, hal itu merupakan bagian dari keluhan dan aspirasi masyarakat atas kerugian yang dialami baik secara materi maupun psikologi sosial.

Tapi untuk mengabulkan permintaan tersebut, Hasban menyatakan, kemungkinan besar PDAM Tirtanadi tidak akan bisa melakukannya. Sebab, selain kejadian kebocoran pipa di luar kemampuan perusahaan, begitu juga soal ganti rugi atau kompensasi pengurangan pembayaran dimaksud, tidak ada dalam nomenklatur. Sehingga yang dapat didorong Dewas kepada BUMD tersebut adalah peningkatkan kualitas pelayanan, terutama penyediaan air bersih.

“Mereka akan sulit melakukan itu, apalagi kan ada pemeriksaan BPK, ada audit. Makanya tidak bisa itu dilakukan,” sebutnya.

Sedangkan untuk tuntutan ke pengadilan, Hasban mengatakan bahwa itu bagian dari proses bernegara. Karena itu, dirinya tidak ingin berspekulasi bagaimana kemungkinan keputusan yang akan diambil pada gugatan tersebut. “Kita tunggu saja putusan pengadilan seperti apa. Tidak bisa kita berandai-andai,” katanya.

Foto: Bagus/Sumut Pos
Sebanyak 38 pengacara yang tergabung dalam PBH DPC Peradi Medan, melayangkan gugatan class action ke PN Medan, Kamis (2/11). Gugatan ini terkait ’krisis air’ yang dirasakan 218.160 pelanggan PDAM Tirtanadi Sumut akibat kebocoran pipa di kawasan Delitua pada 20 hinggga 24 Oktober 2017 lalu.

Pendapat berbeda disampaikan Pengamat Anggaran, Elfenda Ananda. Dia menyebutkan, PDAM Tirtanadi harus bertanggungjawab atas dampak dari kebocoran pipa, yang telah merugikan konsumen berhari-hari.  Tingkatan kerugian konsumen tergantung penjelasan PDAM Tirtanadi ke publik, apakah terkait insiden atau ada unsur kesengajaan.

“Apakah peristiwa itu musibah, insiden ataupun karena disengaja tentu perlu dijelaskan oleh PDAM Tirtanadi. Kalau terbukti tidak disengaja, tentu (kompensasi) bisa lebih ringan dan publik dapat memaklumi itu,” katanya.

Elfenda mengatakan, insiden kebocoran pipa air PDAM telah merugikan materil dan immateril terhadap ribuan pelanggannya. Jadi sangat wajar bila kompensasi diberikan seperti potongan pembayaran tarif air per bulan kepada pelanggan, ataupun bentuk lainnya.

 

“Bisa juga tidak sejauh itu, seperti kompensasi meningkatkan pelayanan publik. Itukan sah-sah saja mereka lakukan. Termasuk tuntutan kelompok masyarakat minta sekian persen potongan harga saat membayar rekening air,” kata mantan Sekretaris Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Sumut ini.

Hanya saja dia menilai, kompensasi yang dikeluarkan tersebut tergantung pada kemampuan keuangan PDAM Tirtanadi. Terpenting, lanjut Elfenda karena PDAM ini BUMD Pempropvsu harus bertanggungjawab pada fungsinya melayani masyarakat.

“Soal kemudian ada tuntutan kelompok masyarakat yang meminta kompensasi potongan pembayaran rekening air, mereka bisa sesuaikan dengan situasi dan keuangan perusahaan daerahnya. Bukti ketidakmampuan atas tuntutan itu juga disampaikan ke publik, agar pelanggan mereka tahu kondisi terkini BUMD tersebut,” ujarnya.

Dia menyebut, solusi dari persoalan di PDAM Tirtanadi dan kerugian yang dirasakan pelanggannya tentu selalu ada jalan tengah atas setiap persoalan. Terlebih BUMD Pemprovsu ini selain orientasi bisnis juga ada sisi pelayanan kepada masyarakat.

“Jadi wajar bila ada kompensasi yang mereka berikan, sebab masyarakat sudah mengalami penderitaan selama berhari-hari akibat kebocoran pipa,” katanya. (bal/prn/ril)

Exit mobile version