Site icon SumutPos

Tempat Pangkas Gatot, Langganan Setia Sejak Dosen

Sebuah plang warna Biru bertuliskan Pangkas Kampus, Jalan Dr Mansyur No.59, Medan, dengan tulisan warna kuning berdiri tegak di depan bangunan berukuran 3 x 5 meter. Relatif kecil memang. Tapi bangunan kecil yang diapit kios kecil di sisi kanan dan rumah warga di sisi kirinya itu, tak henti-hentinya disambangi orang-orang yang hendak merapikan atau memangkas rambut mereka.

DI balik kaca bening yang menutupi bagian dalam tempat pangkas itu, tampak dua orang tengah ‘asyik’ dalam tidur mereka saat dikusuk dua orang tukang pangkas. Ada enam kursi yang tersedia di depan meja kasir, di dalam ruangan yang diperuntukkan bagi pelanggan menunggu digilir.

Bangunan ini memiliki jerjak depan warna kuning dan pintu hitam kecoklatan. Pintu dan jendela dari kaca bening tampak dari luar. Dua kursi teronggok di bagian depan. Di kiri dua kursi itu, terpasang alat pendingin udara atau yang akrab disebut AC warna krem.

“Masih keluar kawan yang satu lagi bang. Beli nasi. Tunggu sebentar ya bang,” kata seorang tukang pangkas yang dekat dinding kaca bagian depan tempat pangkas itu.

Ada tiga kursi pangkas di ruangan itu, namun tersedia empat cermin di depan kursi pangkas yang menghadap ke barat itu. Di masing-masing cermin, tercantum nama masing-masing tukang pangkasnya, yakni Bima, Aris dan Arifin.

Di dinding ruangan warna krem itu terpasang satu unit televisi. Tepat di depan kursi tunggu, atau di atas cermin berlogo PKS terpajang foto area cockpit pesawat Cessna 172R.  Di sisi dinding lainnya, terpampang foto bergambar Mobil Fortuner.

“Iya di sini langganan pak Gubernur (Gatot, Red). Minimal sekali sebulanlah pak Gubernur pangkas di sini. Sudah lama bapak itu pangkas di sini, dari mulai dia masih dosen USU. Waktu masih jadi wakil gubernur dan sampai sekarang sudah jadi gubernur, masih di sini,” ungkap Bima yang kala itu mengenakan kemeja kotak-kotak dan jins warna biru.

“Ramah pak Gubernur itu, baik pun lagi. Ngobrol-ngobrol juga waktu dipangkas. Kadang ketiduran juga. Capek mungkin bapak itu,” kata Bima lagi. Tak jarang dan bahkan sering, Bima dan rekan-rekan lainnya mendapat tips dari Gatot, ketika Gatot pangkas di tempat itu.

“Selalu dikasih uang tips, lain dari ongkos pangkas yang Rp15 ribu. Semuanya dikasih, bukan yang mangkas rambutnya saja,” aku Bima lagi. Dari sekelumit kesempatan berbincang dengan cagubsu pasangan HT Erry Nuradi di Pilgubsu 2013 itu terekam dan tersimpan dibenak Bima adalah dialek atau logat Jawa. “Bahasa Indonesianya masih ada kejawa-jawaannya. Ya kan bapak itu dari Jawa sebelum dosen di sini. Sama juga dengan orang dari suku lain, biasanya juga seperti itu,” kata Bima.

Perbincangan tak berhenti sampai di situ, meski terdengar suara dari acara televisi yang sedang tayang ditambah perbincangan dari pelanggan-pelanggan tempat pangkas yang antre, Bima menceritakan Gatot juga pernah membawa istrinya, Sutyas Handayani ke tempat pangkas itu.

“Ibu Gubsu (Sutyas, Red) juga pernah dibawa pak Gubernur ke sini. Ibu itu baik juga. Ramah dan murah senyum. Sesekali saja,” beber Bima. Kedatangan Gatot untuk memangkas rambutnya, biasanya selalu didampingi pengawal. Namun, tidak selalu menggunakan mobil dinas berplat merah. Tak jarang Gatot menggunakan mobil pribadi. Untuk datang ke tempat itu, Gatot biasanya membuat janji terlebih dulu dengan menelpon mereka. Jika sedang penuh, biasanya Gatot menunda kedatangannya.

Kendati menyandang predikat sebagai orang nomor satu di Pemprovsu, Gatot tengah menanti statusnya sebagai Gubsu definitif itu faktanya tetap masih menjalankan prinsip kesederhanaan dalam kehidupan sehari-hari.

“Setahu saya pak Gatot di sini dari dulu sampai sekarang. Model rambutnya pendek dan rapi,’’katanya. (rel)

Exit mobile version