Site icon SumutPos

Ngawas di SMAN 14 Medan, Ombusdman Diberi Amplop

Foto: Wiwin/PM Kepala Ombudsman Perwakilan Sumut, Abyadi Siregar, menunjukkan kertas jawaban yang diperoleh dari SMAN 2 Medan.
Foto: Wiwin/PM
Kepala Ombudsman Perwakilan Sumut, Abyadi Siregar, menunjukkan kertas jawaban yang diperoleh dari SMAN 2 Medan.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Belum juga usai temuan kertas berisi kunci jawaban Ujian Nasional (UN) di SMAN 2 Medan, masalah baru yang lebih memalukan kembali mencuat ke permukaan. Dua anggota Ombusman Perwakilan Sumut yang ditugaskan melakukan pengawasan di SMA Negeri 14 Medan itu, diduga berusaha disuap.

Informasi diperoleh, perbuatan yang seharusnya tak dilakukan itu terjadi di hari ketiga UN, Rabu (6/4). Pada hari itu, sebanyak dua orang anggota Ombusman Perwakilan Sumut dilibatkan menjadi pengawas. Usai menyelesaikan tugasnya menyelesaikan pengawasan terhadap siswa-siswi tersebut, keduanya berniat pulang. Namun, sesampainya di halaman sekolah, kedua anggota Ombusman itu malah dikejar oleh Wakil Kepala SMA Negeri 14 Medan bermarga Ginting.

Wakil kepala sekolah tersebut memberikan amplop kepada anggota Ombusdman. Pemberian itu diduga kuat atas perintah Kepala Sekolah SMA Negeri 14 Medan, Sofyan Purba. Namun, anggota Ombusdman Sumut yang tak ingin identitasnya dikorankan itu menolak. Akan tetapi, wakil kepala sekolah itu terus memaksa keduanya untuk menerima hingga sampai ke mobil yang berada di pelataran parkir.

Karena terus menolak, wakil kepala sekolah tersebut lantas memasukkan amplop yang diduga berisi uang itu ke dalam mobil. Amplop itu dilemparkan ke dashboard bagian depan.

Setelah itu, wakil kepala sekolah itu pergi meninggalkan kedua anggota Ombusdman. Mengetahui itu, anggota Ombusdman kemudian menuju pos satpam dengan mengendarai mobil. Selanjutnya, amplop tersebut dititip kepada satpam yang berjaga agar dikembalikan kepada kepala sekolah. Selain itu, keduanya juga memberitahu kepala sekolah bahwa amplop itu telah dikembalikan dengan cara dititip ke satpam.

Pimpinan Ombusdman RI, Ninik Rahayu, yang kebetulan berada di Medan menyatakan, pihaknya tidak dibenarkan menerima pemberian apapun.

Sebab, anggota Ombusdman yang melakukan pengawasan UN semata-mata untuk kepentingan kemajuan dunia pendidikan. “Itu tidak boleh dilakukan. Perbuatan itu menggambarkan bahwa nilai kejujuran masih belum maksimal, apalagi dilakukan oleh oknum yang seharusnya memberikan contoh. Hal itu patut dipertanyakan, dari mana uang itu dan kepentingannya apa,” tegas Ninik. Dijelaskannya, oknum yang melakukan praktik suap tersebut beralasan sebagai bentuk persaudaraan dan terima kasih. Namun, perbuatannya jelas salah dan tidak patut dilakukan.

“Ini pola lama dan tidak dilakukan lagi pada masa sekarang. Karena, saat ini era transparansi dan hal seperti itu jelas tidak dibenarkan,” sebut Ninik. Dia menambahkan, pihaknya berharap hal itu tidak terjadi lagi pada sekolah lainnya. Sebab, perbuatan itu dapat merusak moralitas yang nantinya dapat dicontoh oleh siswa yang menjadi generasi penerus bangsa. Sementara itu, Kepala SMA Negeri 14 Medan, Sofyan Purba yang dikonfirmasi terkait dugaan suap itu membantah. Dia mengaku tak ada melakukan perbuatan tersebut. “Siapa saja yang datang ke sekolah (SMA Negeri 14 Medan), kita menganggap seperti keluarga. Kita kan orang timur,” dalihnya.

DATA & BUKTI DISERAHKAN KE MENDIKBUD
Ombudsman RI akan menyerahkan data-data dan bukti kecurangan dalam pelaksanaan Ujian Nasional 2016 dari sejumlah daerah di Indonesia, termasuk temuan kertas kunci jawaban di SMAN 2 Medan ke Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, Anies Baswedan. “Kita sedang mengumpulkan dari berbagai daerah sambil kita pelajari, dan akan kita serahkan ke Mendikbud karena ini akan menjadi bahan perbaikan bagi pemerintah ke depan,” kata Pimpinan Ombudsman RI Ninik Rahayu di kantor Ombudsman Sumut, Jalan Majapahit Medan, Rabu (6/4).

Ninik menambahkan, terkait temuan Ombudsman Sumut tentang kertas yang diduga kunci jawaban di SMAN 2 Medan, perlu dierahkan ke Mendikbud karena harus diklarifikasi dan dilakukan upaya investigasi untuk megungkap kebenarannya. Karena hal tersebut megindikasikan penurunan moral dan integirtas dunia pendidikan. “Kalau itu benar kunci jawaban, berarti integritas dunia pendidikan sedang dihancurkan, pembangunan standar SDM gagal dari orang dalam. Tapi kalau ini tidak benar, betapa UN yang seharusnya menjadi tujuan mulia, membuat masyarakatnya masuk dalam lingkaran buruk, menciptakan moral yang buruk, karena sampai jadi korban penipuan, mau membeli dengan harga mahal padahal itu bukan kunci jawaban,” ungkap Ninik.

“Jadi benar atau tidaknya temuan itu, ada standar moral yang buruk dalam penyelengaraan UN yang tidak dideteksi sejak awal oleh Pemerintah,” imbuhnya. Ninik melanjutkan, sebenarnya Ombudsman sudah menduga kecurangan UN tahun ini tetap tinggi karena UN sudah dianggap sebagai momok menyeramkan, meskipun sudah tidak lagi menjadi penentu kelulusan. “Meski tahun ini UN tidak lagi menjadi penentu kelulusan tapi menimbulkan ketakutan, melanggengkan ketidakjujuran. Masih banyak kita temukan kecurangan. Artinya ketakutan itu masih sangat tinggi, dan itu tidak hanya pada murid dan orantua tapi juga pada guru. Karena ini menunjukkan kompetsisi antar sekolah, mereka tidak ingin sekolahnya jatuh karena tidak ingin turun grate-nya,” kata Ninik.

Sementara di Sumatera Utara, dari hasil pengawasan yang dilakukan Ombudsman RI Perwakilan Sumut pada hari ketiga pelaksanaan UN, masih ditemukan pelanggaran Prosedur Operasional Standar (POS) UN, seperti masih dibawanya alat komunikasi ke dalam ruangan ujian, pengawasan yang longgar, dan sebagainya.

Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumut Abyadi Siregar mengaku sangat menyayangkan sikap dan pernyataan Wakil Walikota Medan Akhyar Nasution yang menilai Ombudsman membuat sensasi dengan temuan di SMAN 2 Medan.

“Wakil Walikota jangan kalut menghadapi ini, selidiki saja. Kalau benar, tangkap pelakunya, kalau salah kita perbaiki bersama pendidikan di Kota Medan ini. Harusnya Pemerintah terbuka menghadapi masalah ini,” kata Abyadi. (ris/smg/win/deo)

Exit mobile version