Site icon SumutPos

Puluhan Telur Berdiri

MEDAN-Mampukan Anda membuat telur ayam atau telur itik berdiri? Jangan pesimis dulu. Seorang pria bernama Leo Pratama berhasil membuat tujuh telur ayam berdiri tegak. Leo akhirnya menyisihkan puluhan peserta lain dan keluar sebagai juara pertama lomba mendirikan telur dalam peringatan peringatan Hari Bacang yang diselenggarakan Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI) Kota Medan di Jalan Mustafa Medan, Senin (6/6) kemarin.

Bagaimana telur-telur itu berdiri? Ketua PSMTI Sumut Eddy Djuandi mengatakan, telur-telur itu bisa berdiri memanfaatkan keseimbangan antara gaya gravitasi bumi dan gravitasi matahari. Syaratnya, konsentrasi penuh dan dilakukan tepat pukul 12.00 WIB, saat matahari berada di atas kepala. Hal in merupakan tradisi warga Tionghoa dalam perayaan Bacang atau Duan Wu Jie yang dilaksanakan pada tanggal 5 bulan 5 pada klender Mandarin.
Menurut Ketua Pelaksana PSMTI Kota Medan Halim Leo, peserta tidak perlu memiliki keterampilan khusus untuk membuat telur berdiri. Pihaknya rutin melakukan kegiatan karena memang menjadi visi dan misi organisasi yaitu menjadikan kebudayaan Tionghoa dinikmati etnis lainnya di Indonesia. Itu pula yang menjadikan even ini sengaja dibuka untuk umum.

Pukul 19.00 WIB, acara dilanjutkan atraksi barongsai, lomba bungkus bacang, lomba makan bacang, dan aneka hiburan berupa permainan kecapi di Kompleks Asia Mega Mas.

Bacang merupakan makanan menyerupai lontong berbentuk 4 kerucut. Terbuat dari beras/ketan yang didalamnya ada daging dan terkadang jamur ditambah telor asin. Ketan kemudian dibungkus daun bambu dan diikat dengan tali.
Awal kisah Bacang dimulai pada 278 sebelum masehi (SM), dimana makanan ini menjadi kelengkapan ritual persembahan untuk dilarung ke sungai. Awal mulanya dari kisah Qu Yuan, seorang sastrawan dari kerajaan Chu yang sangat termasyur. Beberapa bukunya best seller, seperti Chun Tzu (Ratapan Negeri Tzu) dan Li Sao (Menapaki Kesedihan). Selain sastrawan, Qu Yuan seorang menteri yang setia dan terpercaya. Hal itu menyebabkan rekan-rekannya iri atas popularitas Qu Yuan.

Rekannya berusaha menjatuhkan Qu Yuan. Pada suatu hari, para menteri menekan para dokter untuk membuat pernyataan puasa/pantang garam bagi rajanya yang sakit, sehingga menyebabkan raja hanya bisa berbaring dan sakitnya makin parah. Qu Yuan segera bertindak, diam-diam membungkus garam dalam daun bambu dan dibentuk 4 kerucut. Dia menggantungkannya di tempat raja berbaring, dengan maksud agar garamnya menetes sedikit demi sedikit di atas mulut raja dan raja dapat segera pulih kembali. Namun usaha Qu Yuan diketahui. Qu Yuan dituduh meracuni raja. Qu yuan jengkel kemudian dia bunuh diri di sungai Mi Lou Rakyat sangat sedih dan kehilagan Qu Yuan, kemudian rakyar saling melemparkan nasi yang dibungkus dan bambu dengan bentuk 4 kerucut ke sungai dengan maksud agar ikan memakan nasi tersebut, tidak memakan tubuh Qu Yuan. Rakyat juga menabuh gendang di perahu dalam rangka mengusir roh naga jahat yang diasumsikan dapat mengganggu roh Qu Yuan.

Dan peristiwa ini terus dikenang dan dirayakan dengan perayaan Bacang setiap tahun. (*/bagus syahputra)

Exit mobile version