Site icon SumutPos

Taksi Online ‘Ancam’ Lenyapkan Kendaraan Khas Medan

SUTAN SIREGAR/SUMUT POS
DEMO PENGENDARA BETOR_Puluhan pengemudi betor dari Solidaritas Angkutan Transportasi Umum dan Becak Bermotor (SATU) mengikuti aksi unjuk rasa di depan Kantor Dinas Perhubungan Sumut Jalan Imam Bonjol Medan, Rabu (23/5). Para pengemudi betor memprotes keberadaan transportasi berbasis “online” karena mempengaruhi penghasilan mereka.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kota Medan lama kelamaan bakal kehilangan salah satu ikonnya, becak mesin atau becak bermotor (betor). Hal ini seiring dengan semakin berkembangnya sarana transportasi berbasis aplikasi, ojek online maupun taksi online di ibukota Sumatera Utara ini. Apalagi, Pemerintah Provinsi Sumut melalui Dinas Perhubungan telah melegalkan keberadaan taksi online tersebut.

Terlepas soal macet yang kerap timbul, yang jelas Betor di Kota Medan sejatinya sudah menjadi kendaraan khas Kota Medan. Bahkan, becak juga dijadikan salah satu motif Batik Medan yang kerap dipromosikan Wali Kota Medan  Dzulmi Eldin dan Ketua Tim Penggerak PKK Kota Medan Hj Rita Maharani.

Banyak juga ‘tamu’ Kota Medan yang merasa belum sah ke Medan kalau tidak mencoba naik betor. Itu makanya, tak jarang kita melihat turis mancanegara masih banyak berkunjung ke Medan dan berkeliling kota naik becak, entah becak mesin atau becak dayung.

Kini, nasib para pengemudi betor di Kota Medan kian terancam seiring dilegalkannya sarana transportasi online. Pendapatan mereka menurun drastic, bahkan tak jarang penghasilan mereka hanya cukup untuk menutupi setoran. Karenanya, Koordinator Solidaritas Angkutan Transportasi Umum (SATU) Sumut, Johan Merdeka mendesak pemerintah agar lebih arif mengambil kebijakan, dan lebih peduli terhadap nasib penarik betor yang didominasi masyarakat kelas bawah. “Ini yang pemerintah kita lupa. Bagaimana nasib mereka abang becak?” kata Johan kepada Sumut Pos, Minggu (6/8).

Menurutnya, itu yang menjadi alasan utama penolakan mereka terhadap ojek dan taksi online sedari awal. Meski secara harfiah, tak ada regulasi yang dilanggar secara administrasi, tapi pemerintah baiknya arif dalam mengambil kebijakan, melakukan pembenahan terhadap keberadaan penarik becak bermotor.

“Seperti kita ketahui, pandangan orang terhadap penarik becak itu negatif. Ini yang harus dibenahi, jadikan becak bermotor itu ikonnya Medan, benahi payung hukum soal keberadaannya. Kalau perlu, kata Johan, diberikan subsidinya. Jadi para abang becak tidak seperti dianaktirikan,” ungkapnya.

FOTO: Triadi Wibowo/Sumut Pos
Petugas Dinas Perhubungan Sumut dibantu aparat kepolisian, memeriksa kendaraan plat hitam yang diduga mengangkut penumpang, saat razia Taxi Online di depan pintu masuk Sun Plaza KH. Zainul Arifin Medan, Rabu (2/8).

Pernyataan itu menjawab ungkapan yang pernah terlontar dari Kepala Dinas Perhubungan (Kadishub) Sumut, Anthony Siahaan soal tidak dianggapnya tukang becak di Kota Medan. Seharusnya, kata Johan, setiap diadakan rapat soal taksi online, penarik becak bermotor baiknya diikutkan.

“Jadi pemerintah tahu apa yang menjadi tuntutan sebenarnya tukang becak. Seperti kita ketahui setiap dilakukan rapat umum dengan sejumlah stakeholder, perwakilan tukang becak tidak diikutkan ini tidak fair, merampas hak abang becak untuk mencari nafkah,” ungkap Johan.

Johan menyebut, razia yang dilakukan pemerintah untuk menertibkan taksi online, tak akan berjalan maksimal. Seperti halnya penetapan tarif batas atas dan batas bawah, penindakannya cenderung tak transparan. “Malah terkesan kucing-kucingan, dan kita tidak bisa memastikan bakal berapa lama berlangsung kejadian seperti ini. Bahkan lagi, saya dengar bakal muncul Grab Becak. Itu selentingan informasi yang saya dapat. Artinya, perusahaan taksi online ini sepertinya ingin memecah belah abang becak,” sebutnya.

Johan menyebutkan, bila pemerintah tetap dengan sikapnya, mengesampingkan nasib tukang becak dengan upaya mereka melegalkan taksi online, bakal ada potensi konflik horizontal. Dan itu tidak akan terelakkan nantinya.

“Ya jelaslah bakal begitu. Bagaimana tidak, tukang becak tak dipedulikan, taksi online terus merajalela mengambil rejeki mereka. Jadi kalau saya bilang, taksi online bagi api dalam sekam. Itulah perumpamaannya,” pungkas Johan. (dvs/prn/adz)

Exit mobile version