Site icon SumutPos

Dugaan Malapraktik Bocah 2,7 Tahun, Rumah Sakit Muhammadiyah Ajak Damai

Kasus dugaan malapraktik yang diduga dilakukan oknum dokter RSU Muhammadiyah kepada pasien bernama Fathir Arif Siahaan, bocah berusia 2,7 tahun yang meninggal dunia, akhirnya berujung damai. Pihak rumah sakit mengajak persoalan ini diselesaikan secara kekeluargaan atau berdamai.

Ajakan berdamai itu diutarakan ibu Fathir, Putri Rahayu (31) saat ditemui Sumut Pos di RSU Muhammadiyah usai melakukan pertemuan dengan pihak rumah sakit yang dilakukan secara tertutup, Selasa (6/8) sore Putri didampingi ibunya dan abang iparnya.

“Dari pertemuan tadi (kemarin, red), mereka (pihak RSU Muhammadiyah) meminta secara kekeluargaan, berdamai. Kita pun meminta bagaimana baiknya aja, yang penting ada tanggung jawab mereka dan jangan sampai terulang lagi,” ujarnya.

Disinggung bentuk perdamaian seperti apa yang disampaikan RSU Muhammadiyah, Putri menyatakan baru sebatas kesepakatan saja. Kongkritnya, belum ada dibahas. “Nanti mereka akan datang untuk meminta maaf kepada kami. Untuk bagaimana selanjutnya, itu juga akan disampaikan nanti,” sebut Putri.

Ditanya kapan waktunya, Putri mengatakan belum bisa dipastikan karena tidak ada disampaikan pihak rumah sakit. “Kemungkinan dalam waktu dekat ini, kita tunggulah itikad baik mereka,” cetusnya.

Sementara, paman Fathir, Jamil Zeb Tumori mengatakan, RSU Muhammadiyah jangan mengulur-ulur waktu untuk bertanggung jawab. Sebab, pihak keluarga sudah membuka diri. “Kalau hanya itu disampaikan pihak rumah sakit, seperti mengulur waktu dan terkesan menghindar,” ujarnya saat dihubungi via seluler.

Jamil mengaku kecewa karena sudah beberapa kali rencana pertemuan batal dilakukan. Terlebih, dengan keputusan berdamai ini tetapi belum jelas bentuk damai yang disampaikan seperti apa. “Kita minta tanggung jawab mereka, kalau berdamai tentu harus disampaikan seperti apa. Selain itu, jangan pula nanti janji-janji palsu saja. Jadi, saja lihat saja tanggung jawab mereka seperti apa nantinya,” tandas dia.

Terpisah, Humas RSU Muhammadiyah, Ibrahim Nainggolan mengaku dari pertemuan yang dilakukan dengan keluarga pasien baru sebatas mediasi untuk berdamai. Mengenai langkah selanjutnya setelah berdamai, belum bisa disampaikan. Termasuk, bentuk perdamaian seperti apa yang akan dilakukan pihak rumah sakit.

“Secara substansi kita belum bisa menyampaikan, karena masih dalam tahapan atau proses pembicaraan. Akan tetapi, komunikasi antara pihak rumah sakit dengan keluarga pasien sudah terjalin,” akunya.

Terkait oknum dokter yang diduga melakukan malapraktik, Ibrahim tak bisa menjawab secara pasti. “Soal itu, kami belum sampai ke sana. Kami sedang proses mediasi kepada keluarga pasien. Jadi, belum sampai pada keputusan final, akan apa dan berbuat apa,” pungkasnya.

Sementara itu, Anggota komisi II DPRD Medan, Rajuddin Sagala mengatakan, pihak komisi B telah menunggu agar keluarga korban segera melaporkan kejadian tersebut kepada pihaknya untuk segera ditindaklanjuti.

“Sampai sekarang mereka belum ada memberikan laporan ke kami, padahal kami sudah lama menunggu laporan itu berikut bukti yang ada, setidaknya mereka datang dan melaporkan dan turut menceritakan kronologi kejadian kasus tersebut,” ujar Rajuddin Sagala kepada Sumut Pos, Selasa (6/8).

Seperti diketahui, bocah yang bernama Fathir Arif Siahaan ini mengalami luka bakar sekitar 60 persen di tubuhnya, tetapi hanya diberi resep obat oleh oknum dokter rumah sakit Muhammadiyah yang berada di Jalan Mandala By Pass.

Arifin Siahaan (36), orang tua korban menceritakan, awalnya ia mendapat kabar bahwa Fathir mengalami luka bakar di bagian leher, dada, perut, punggung, tangan dan paha kanan pada Kamis (25/7) siang sekitar pukul 11.00 WIB. Luka bakar itu akibat terkena kuah panas gulai sayur daun ubi dan labu sewaktu bermain di rumah neneknya, tak jauh dari tempat tinggalnya.

Mendapat kabar tersebut, Arifin kemudian bergegas pulang ke rumahnya. Namun, sesampai di rumah ternyata anaknya sudah dibawa ke puskesmas. “Pas sampai di rumah, tetangga bilang anak saya dibawa ke puskemas. Itulah saya mau menyusul ke sana, tapi enggak lama datang istri saya sama keluarga dan tetangga bawa si fathir lantaran puskemas menolak.

Puskesmas menyarankan agar anak saya dibawa ke RSU Muhammadiyah karena paling dekat. Lantas, dibawa lah Fathir ke rumah sakit tersebut dengan status pasien umum,” ungkap Arifin bersama istrinya, Putri Rahayu, saat ditemui Sumut Pos di rumahnya, Minggu (28/7) siang.

Setibanya di RSU Muhammadiyah, sebut Arifin, anaknya langsung dibawa ke salah satu ruangan UGD dan diberikan pertolongan oleh dokter yang menanganinya yaitu dokter perempuan berinisial F dan satu lagi dokter laki-laki. Selanjutnya, dia meminta kepada dokter tersebut agar diopname karena melihat kondisi luka bakarnya lumayan parah. Akan tetapi, dokter malah menyarankan untuk pulang atau dirawat di rumah.

“Saya sempat minta agar anak saya ini diopname saja, tetapi dokter bilang sudah dikasih obat/salep dan dirawat di rumah. Namun, dibilangnya juga kalau ada apa-apa bawa aja lagi ke rumah sakit ini,” jelas Arifin.

Karena merasa yakin dengan perkataan dokter, dia kemudian membawa anaknya pulang ke rumah. Namun demikian, tetap resah dan khawatir karena anaknya terus-terusan menangis sembari teriak merintih kesakitan. “Saya dan istri begadang semalaman suntuk, karena anak saya nangis terus dan teriak kepanasan. Padahal, sudah dikasih obat dan salep dari resep dokter tersebut. Itulah, menjelang pagi (Jumat, 26/7) kondisi si Fathir memburuk,” terang Arifin.(ris/map/ila)

Exit mobile version