Site icon SumutPos

Aihh… Perda Larangan Merokok ’Ngendap’ di Lemari

Foto: Riadi/PM Seorang warga Kota Medan terlihat santai merokok di seputaran jalan di Kota Medan.
Foto: Riadi/PM
Seorang warga Kota Medan terlihat santai merokok di seputaran jalan di Kota Medan.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Setahun berlalu, Peraturan Daerah (Perda) No 3 Tahun 2014 tentang kawasan tanpa rokok (KTR) di Kota Medan hanya sekedar aturan dan belum diketahui warga. Padahal, untuk menyosialisasikan Perda ini, Dinkes Medan menghabiskan dana Rp245 juta.

Anggaran tersebut diduga hanya akal-akalan belaka. Buktinya, sampai saat ini tak ada pengumuman maupun petunjuk mengenai lokasi-lokasi yang ditetapkan sebagai KTR di Kota Medan. Ironisnya lagi, beberapa instansi pemerintah yang jelas-jelas sebagai produsen Perda KTR, masih tanpa segan membakar rokok di depan banyak orang.

Di gedung DPRD Medan misalnya, para wakil rakyat di sana juga tidak taat pada aturan yang mereka buat sendiri. Dalam gedung yang berlokasi di Jalan Kapten Maulana Lubis itu, orang-orang masih bebas merokok. Padahal, kantor DPRD Medan menurut Perda, termasuk kawasan tanpa rokok dalam kategori kantor pemerintahan.

Selain itu, pelakunya bukanlah orang-orang yang buta undang-undang. Kalau mereka buta undang-undang mana mungkin duduk di kursi dewan. Ya, sejumlah anggota dewan masih terlihat nyaman dengan asap rokoknya di ruang Badan Anggaran (Banggar) yang notabene ber-AC.

Ketua Badan Kehormatan Dewan, Robby Barus mengaku tidak menetapkan larangan merokok dalam rapat sebagai salah satu kode etik mereka. “Itu kan tentatif ya, jadi berdasarkan kesepakatan saja. Untuk pelaksanaan Perda KTR sendiri, nanti akan coba kita lakukan secara persuasif. Itu kan masalah kesadaran,” ungkapnya.

Lain lagi ungkapan Wakil Ketua DPRD Medan, H Ihwan Ritonga. Politisi Partai Gerindra itu mengatakan hingga saat ini sosialisasi Perda KTR masih belum terasa. Sebab, di kantor DPRD Medan sendiri belum ada stiker larangan atau sosialisasi dari Dinas Kesehatan Medan. Satu-satunya pertanda adalah baliho besar yang terdapat di pintu masuk kantor dewan.

Anggota DPRD Medan lainnya, Jumadi mengaku dirinya bukanlah seorang perokok. Namun ia merasa sosialisasi yang dilakukan oleh Dinkes Medan belum maksimal. Sehingga perlu adanya tindakan nyata untuk menyertai sosialisasi penerapan Perda KTR.

Alangkah baiknya, jika Perda KTR juga mampu menurunkan jumlah perokok di Kota Medan. “Saya tidak melihat progres dari sosialisasi yang dilakukan selama ini. Ada plangnya ada stikernya, tapi ada perokoknya juga di sana. Jadi Dinkes Medan harus kreatif. Pakailah cara yang revolusioner,” saran Jumadi.Masih minimnya sosialisasi Perda KTR juga diakui Kepala Dinkes kota Medan, Usma Polita.

Namun dirinya mengatakan paling tidak itu adalah upaya yang dilakukan pihaknya dalam mengenalkan Perda KTR di Kota Medan. Sebab, dirinya mengatakan perlu waktu 2 tahun untuk benar-benar melihat keberhasilan Perda KTR. Bicara mengenai anggaran sosialisasi Perda KTR di 2015 pun meningkat jumlahnya dibanding tahun 2014 lalu. Tahun 2015, anggaran sebesar Rp281.400.000 tersebut akan digunakan berbarengan dengan sosialisasi HIV AIDS. Sehingga jika dibuat klinik khusus bagi pecandu merokok, anggaran tersebut tak dapat menampungnya.

Lagi pula kata Usma, di beberapa Puskesmas di kota Medan sudah menyediakan jasa konseling bagi pecandu rokok. “Efeknya pusing di awal. Ini bisa berhasil tapi tergantung niat seseorang. Mau dikasih obat sebanyak apapun kalau tidak niat, maka tidak akan berhasil,”ujar Usma. Seperti diketahui, Perda KTR No 3 Tahun 2014 merupakan rujukan Undang-undang No 36 Tahun 2009 tentang kesehatan yang mewajibkan pemerintah daerah untuk menerapkannya. Perda KTR disahkan pada Januari 2014 lalu. KTR sendiri bertujuan agar terciptanya ruang dan lingkungan yang bersih dan sehat.

Selain itu untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat dari dampak buruk rokok baik langsung maupun tidak langsung dan menciptakan kesadaran masyarakat untuk hidup sehat. “Semua masyarakat berhak mendapatkan udara sehat,”ujar tegas Usma.

Foto: Riadi/PM
Seorang warga Medan santai memandang arus lalu-lintas di Kota Medan, sambil memegang rokok di tangannya.

Dipaparkannya,ada 7 kawasan yang diatur dalam Perda KTR. 7 KTR yang dimaksud meliputi fasilitas pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, Puskesmas, Poliklinik, Balai pengobatan, laboratorium, posyandu, tempat praktek kesehatan swasta, apotik dan tempat pelaynanan kesehatan lainnya.

Lalu tempat proses belajar mengajar, seperti sekolah, perguruan tinggi, balai pendidikan dan pelatihan, balai latihan kerja, bimbingan belajar, tempat kursus dan tempat proses belajar mengajar lainnya. Ada pula tempat anak bermain seperti kelompok bermain, penitipan anak, PAUD, TK, tempat hiburan anak dan tempat anak bermain lainnya. Tempat ibadah seperti masjid, mushola, gereja, pura, vihara, kelenteng dan tempat ibadah lainnya.

Tempat kerja, seperti perkantoran pemerintah baik sipil, TNI maupun Polri, perkantoran swasta, industri, bengkel, SPBU dan tempat kerja lainnya. Tempat umum seperti pasar modern, pasar tradisional, tempat wisata, tempat hiburan hotel, restoran, tempat rekreasi, tempat olahraga, halte, terminal angkutan umum maupun barang, pelabuhan laut, bandara dan lainnya. Di angkutan umum, seperti bus umum, taxi, angkutan kota termasuk kendaraan wisata, bus anak sekolah, bus karyawan, angkutan antar kota, kereta api dan lain-lain.

“Di tempat anak bermain kenapa ga boleh merokok? Kan terbuka tempatnya? Nah ada dua hal yang harus diperhatikan dampaknya pada anak. Yang pertama anak itu ga bisa bilang tidak. Jadi racun rokok itu masuk ke dalam tubuh si anak dan akan sangat cepat merusak tubuhnya. Lalu yang kedua, anak itu kan cepat meniru. Apa yang dilihatnya itulah yang ditirunya. Apalagi kalau lihat bapaknya merokok. Bapak yang dijadikan panutannya, jadi tinggal tunggu aja umur berapa dia merokok nanti,”ungkap Usma. Di dalam Perwal sendiri, sebut Usma, mengatur tim khusus untuk mengawasi pemberlakuan KTR di Kota Medan. Seperti pengelola atau pimpinan tempat yang termasuk KTR menjadi pengawas langsung terhadap program ini. “Pengawasan dan implementasinya diatur di dalam Perwal,” ujar Usma.

SANKSI BAGI PELAGGAR KTR
Setiap orang yang merokok di tempat atau area yang dinyatakan sebagai KTR, diancam kurungan selama tiga hari atau pidana denda paling banyak Rp50.000. Sedangkan bagi setiap orang atau badan yang mempromosikan, mengiklankan, menjual, dan/atau membeli rokok di area KTR, maka ada pidana denda paling banyak Rp5 juta atau pidana kurungan paling lama 7 hari.

Lalu setiap pengelola, pimpinan dan/atau penanggung jawab KTR yang tidak melakukan pengawasan internal, membiarkan orang merokok, tidak menyingkirkan asbak atau sejenisnya, dan tidak memasang tanda-tanda dilarang merokok di area atau tempat KTR, maka akan diancam pidana kurungan paling lama 15 hari atau denda paling banyak Rp 10 juta.

Foto: Riadi/PM
Seorang pemuda naik sepeda motor membonceng temannya, dengan sebatang rokok di mulutnya. Foto dijepret di salahsatu kawasan di Kota Medan.

Usma juga menyebutkan saat ini, KTR belum bisa menjadi prioritas, sebab masih banyak hal lain yang menjadi fokus Dinkes Medan untuk diperbaiki. Sosialisasi tetap dilakukan dan diharapkan Perda KTR dapat terwujud sepenuhnya dalam waktu 2 tahun kedepan. “Kita bukan tidak konsen ke Perda KTR, saat ini yang kita lakukan hanya sosialisasi secara persuasif. Pengawasan itu belum bisa kita lakukan, sebab keterbatasan anggaran,” kata dia. Pengawasan pelaksanaan Perda KTR, kata Usma, mungkin akan baru bisa dilaksanakan di APBD 2016.

Dirinya juga berharap anggaran juga berasal dari Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) 2015 untuk mencetak media-media sosialisasi seperti stiker, leaflet, baliho dan sebagainya. Karena hasil cukai rokok tak bisa dipakai untuk aktivitas anti-rokok, Usma mengatakan akan mengubah kalimat larangan pada stiker atau baliho dengan “Terimakasih telah menegakkan Perda KTR” atau “Terimakasih tidak merokok di KTR”.

Kalimat-kalimat itu diharapkan dapat meloloskan permohonan anggaran ke DBHCHT 2015 sebab di kota lain, anggaran untuk Perda KTR adalah dari sektor cukai rokok.

“Itu mungkin akan diajukan di tahun 2016. Untuk sementara, kita akan memanfaatkan anggaran dari pajak cukai tembakau,” katanya. Pada rapat Laporan Kinerja Pertanggungjawaban (LKPj) Dinas Kesehatan Kota Medan, sejumlah dewan sempat mempertanyakan anggaran Sosialisasi Perda KTR sebesar Rp245.470.000 dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) 2014. Menurut mereka sosialisasi Perda KTR sama sekali belum terasa di masyarakat. Sementara, dengan anggaran tersebut Kepala Dinkes Medan, Usma mengatakan sosialisasi sudah dilakukan di 7 titik yakni tempat umum, fasilitas pelayanan kesehatan, perkantoran, lokasi belajar, hotel, angkutan umum, rumah ibadah yang telah ditetapkan sebagai KTR.

Anggaran tahun 2015 sebesar Rp281.400.000, kata Usma pun belum bisa mencover sosialisasi secara besar-besaran di Medan. “Ya sekarang masih kita sosialisasi dululah,”ujarnya. Dalam pelaksanaannya Dinas Kesehatan masih melakukan sosialisasi berupa penyuluhan ke sekolah dan tempat umum lainnya, penyebaran beberapa baliho dan sebagainya. Namun, untuk penerapan sanksi, belum bisa dilakukan sebab masih terkendala anggaran dalam pengadaan tim pengawas dan ruangan khusus rokok.Perda ini juga sempat dinilai hanya pemborosan sebab SKPD terkait terlihat tidak siap dalam pelaksanaanya baik dari segi SDM maupun anggaran. (win/deo)

Exit mobile version