Site icon SumutPos

Bos Centre Point Akhirnya Dipenjara

Foto: TRIADI WIBOWO/SUMUT POS Polisi berjaga jaga saat puluhan massa yang tergabung dalam Mewakili Masyarakat Pribumi Indonesia berunjuk rasa di depan gedung Centre Point jalan Jawa Medan, Jumat (27/3/2015).
Foto: TRIADI WIBOWO/SUMUT POS
Polisi berjaga jaga di depan gedung Centre Point jalan Jawa Medan, Jumat (27/3/2015).

SUMUTPOS.CO – Kejaksaan Agung (Kejagung) akhirnya mengerangkeng Direktur Utama PT Agra Citra Kharisma (ACK), Handoko Lie. Penahanan dilakukan setelah sebelumnya bos perusahaan pemilik bangunan Centre Point yang berdiri di atas lahan PT Kereta Api Indonesia (PT KAI) di Jalan Jawa itu dua kali mangkir dari panggilan penyidik pada 3 Maret dan 1 April lalu.

Dan kemarin, ketika memenuhi panggilan Kejagung, anak Ishak Charlie ini ditahan. Dia datang ke Kejagung sekitar jam sepuluh pagi.  Setelah menjalani pemeriksaan selama 5 jam, tepatnya hingga pukul tiga sore, Handoko langsung digiring ke Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.

Menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung ny Tubagus Spontana, penyidik menilai penahanan merupakan langkah yang dibutuhkan. Setelah sebelumnya menemukan sejumlah alasan yang kuat bagi proses pemeriksaan Handoko yang telah ditetapkan sebagai tersangka bersama dua mantan Wali Kota Medan, Abdillah dan Rahudman Harahap, sejak Januari 2014 lalu.

“Penyidik Kejagung telah melakukan penahanan terhadap Handoko Lie (Direktur PT Arga Citra Kharisma). Beliau merupakan tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pengalihan tanah milik PJKA (sekarang PT KAI) menjadi HPL (hak pengelolaan lahan) Pemda Tingkat II Medan tahun 1982, Penerbitan HGB (Hak Guna Bangunan) tahun 1994, pengalihan HGB Tahun 2004 serta perpanjangan HGB 2011,” ujarnya kepada koran ini, Selasa (7/4) petang.

Penahanan kata Tony, merupakan kewenangan yang diberikan hukum terhadap penyidik, sebagaimana diatur dalam Pasal 20 KUHAP. Disebutkan, penyidik dapat melakukan penahanan untuk kepentingan penyidikan, penyidik atau penyidik pembantu atas perintah penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 berwenang melakukan penahanan. Penahanan juga dapat dilakukan untuk kepentingan penuntutan, penuntut umum berwenang melakukan penahanan atau penahanan lanjutan. Dan untuk kepentingan pemeriksaan hakim di sidang pengadilan dengan penetapannya berwenang melakukan penahanan.

Sementara pada Pasal 21 KUHAP disebutkan, perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana.

“Jadi sesuai aturan yang ada, penyidik berwenang melakukan penahanan. Karena itu terhadap tersangka akan dilakukan penahanan selama 20 hari ke depan. Terhitung dari tanggal 7 April sampai dengan 26 April mendatang, di Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan,” ujarnya.

Setelah ditetapkan sebagai tersangka medio Januari 2014 lalu, Handoko diketahui telah menjalani dua kali pemeriksaan. Masing-masing pada 27 November 2014 dan 3 Februari 2015 lalu. Selain itu penyidik juga diketahui kembali memanggil Handoko untuk menjalani pemeriksaan yang ketiga. Namun dalam dua kali pemanggilan, Handoko tidak memenuhi panggilan. Pada panggilan pertama 3 Maret, tanpa keterangan. Sementara pada pemanggilan 1 April, Handoko mengaku tidak mengetahui adanya panggilan. Karena itu tak dapat memenuhinya karena tengah berada di luar kota.

Atas sikap mangkir tersebut, terbuka kemungkinan Kejagung dapat melakukan upaya paksa sebagaimana diatur dalam Pasal 112 dan Pasal 113 KUHAP.

Pada Pasal 112 ayat 1 disebutkan, penyidik yang melakukan pemeriksaan, dengan menyebutkan alasan pemanggilan secara jelas, berwenang memanggil tersangka dan saksi yang dianggap perlu untuk diperiksa dengan surat panggilan yang sah dengan memperhatikan tenggang waktu yang wajar antara diterimanya panggilan dan hari seorang itu diharuskan memenuhi panggilan tersebut.

Pada ayat 2 disebutkan, orang yang dipanggil wajib datang kepada penyidik dan jika ia tidak datang penyidik memanggil sekali lagi, dengan perintah kepada petugas untuk membawa kepadanya.

Sementara dalam Pasal 113 diatur, jika seorang tersangka atau saksi yang dipanggil memberi alasan yang patut dan wajar bahwa ia tidak dapat datang kepada penyidik yang melakukan pemeriksaan, penyidik itu datang ke tempat kediamannya.

Dengan telah ditahannya Handoko, Kejagung dalam waktu dekat kemungkinan telah akan merampungkan proses pemeriksaan kasus alih lahan PT KAI di Jalan Jawa Medan. Pasalnya, dalam setahun terakhir telah dilakukan sejumlah pemeriksaan terhadap puluhan saksi, memeriksa berkas-berkas hingga kemudian menggelar ekspose perkara di tingkat internal penyidik pada 10 Februari lalu.

Terkait itu, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan, Surya Adinata mengatakan, warga Kota Medan harus memberikan apresiasi kepada Kejagung yang serius menangani sengketa Jalan Jawa tersebut. Menurutnya, selama ini PT ACK selalu kebal hukum dengan mendirikan Centre Point di atas lahan sengketa dan tanpa ada izin.

Dengan ditahannya Direktur PT ACK, kata Surya, menunjukkan sudah ada kemajuan dalam penanganan kasusnya ini. Namun, Surya juga meminta agar penyidik Kejagung jangan hanya menahan Handoko Lie saja. “Azas hukum semua sama di mata hukum itu harus dilakukan. Penyidik Kejagung harus juga menahan tersangka lainnya agar tidak menimbulkan pandangan negatif di masyarakat,” kata Surya.

Surya juga menyoroti soal proses politik yang bergulir di DPRD Medan. Menurutnya, baru ini DPRD Medan mengeluarkan keputusan bahwa tidak ada sengketa di lahan Jalan Jawa tersebut. “Penyidik juga harus memeriksa atau menyelidiki apa yang terjadi di DPRD Medan ini. Kenapa tiba-tiba menyatakan tidak ada masalah di atas lahan itu, ada apa di balik ini semua,” kata Surya.

Mendadak Perda IMB Diparipurnakan
Di sisi lain, ada hal menarik yang terjadi diinternal DPRD Medan. Sebab, tanpa masuk ke dalam program legislasi daerah (Prolegda) 2015, Peraturan Daerah (Perda) No 5 Tahun tahun 2012 masuk ke dalam agenda sidang paripurna 21 April mendatang agenda nota pengantar kepala daerah untuk revisi Perda tersebut.

Ketua Fraksi Demokrat DPRD Medan, Herri Zulkarnain menegaskan bahwa sidang paripurna  penyampaian nota pengantar atas revisi Perda retribusi SIMB itu ditunda. Sebab revisi Perda tersebut belum melalui pembahasan Badan Legislasi (Banleg) DPRD Kota Medan.

“Kenapa bisa seperti itu, kan belum ada dibahas melalui Banleg, kita minta paripurnanya dibatalkan,” jelas Herri kepada wartawan di ruang Fraksi Demokrat lantai 3 gedung DPRD Medan, Selasa (7/4) sore.

Dijelaskan Herri, seluruh Prolegda yang masuk dan akan dibahas nantinya menjadi sebuah produk hukum dalam tahun berjalan, harus terlebih dahulu melalui Banleg. Setelah diakomodir oleh Banleg, barulah diambil kesepakatan dan persetujuan bersama oleh DPRD dan Pemko terhadap produk hukum yang akan dibahas.

“Pemko Medan seharusnya menghormati mekanisme dalam pengajuan sebuah produk hukum. Janganlah sesuka hati saja mengajukannya tanpa melalui prosedur sebagaimana mestinya dalam pengajuan sebuah Perda maupun revisi,” bilangnya.

Disinggung mengenai kemungkinan masuknya agenda Revisi Perda No 5 tahun 2012 tentang retribusi IMB terkait dengan Centre Point. Herri enggan berspekulasi lebih jauh. “Saya tidak mau berandai-andai,” sebut Bendahara DPC Partai Demokrat Medan itu.

Apabila revisi Perda retribusi IMB mendesak, kenapa Pemko Medan tidak memasukkan kedalam Prolegda 2015 serta mengajukan permohonan kepada DPRD.Jangan tiba-tiba muncul untuk diparipurnakan, sementara tidak termasuk dalam Prolegda.”Ini yang sangat kita sesalkan,”bilangnya.

DPRD, tambah Herri, juga harus mengikuti mekanisme ataupun sistem sebagaimana mestinya. “Hal ini perlu, agar lembaga DPRD mempunyai kewibawaan. Jangan semua digampangkan, sementara mekanisme tidak diindahkan,” katanya.

Diketahui, DPRD Kota Medan bersama Pemko Medan dalam sidang paripurna, Senin (9/2) lalu menyetujui 21 Ranperda masuk dalam Prolegda tahun 2015 untuk dibahas dan ditetapkan menjadi Perda sebagai payung hukum bagi Pemko Medan.

Pemko Bergeming
Sementara itu, Pemko Medan bergeming dengan somasi yang dilayangkan Kesultanan Deli terkait tanah di Jalan Jawa Kelurahan Gang Buntu Kecamatan Medan Timur. Bahkan, pihak kesultanan ditantang untuk melanjutkan persoalan ini ke ranah hukum.

“Kenapa baru sekarang baru mengklaim itu tanahnya, kenapa tidak dari dulu. Kalau merasa keberatan dengan apa yang Pemko Medan lakukan silahkan tempuh langkah hukum,” kata Asisten Umum Setda Medan, Ikhwan Habibi Daulay saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa (7/4) siang.

Sayangnya, Ikhwan belum menerima atau membaca isi surat somasi yang dilayangkan Kesultanan Deli kepada Pemko Medan. Walaupun nantinya surat tersebut sudah diterimanya, Ikhwan mengaku hal tersebut tidak akan berarti apapun terhadap upaya yang sedang dilakukan dalam rangka memproses surat izin mendirikan bangunan (SIMB) bangunan Centre Point.

Dijelaskannya, apabila klaim yang dilakukan pihak Kesultanan Deli berdasarkan Grand Sultan, maka hal itu tidak dapat berbuat banyak. Sebab, berdasarkan UU UU pokok Agraria maka dengan sendirinya Grand Sultan akan gugur jika tidak diperpanjang sejak 1964.

“Ibaratnya seperti ini, tanah di Jalan Jawa adalah istri dari si A, tapi sudah diberikan talak satu dan dibiarkan begitu saja. Tiba-tiba ada laki-laki yang mendekati dan berusaha memilikinya, sang suami belakangan hari datang mencoba untuk merebut istrinya yang telah dikuasai orang lain, disitu pasti jadi keributan, nah seperti itu lah perumpamaannya. Jadi ketika Kesultanan tidak memperpanjang surat Grand Sultan, maka haknya atas tanah tersebut sudah gugur,” jelasnya sembari tertawa.

Tanah di Jalan Jawa khususnya di sudut Jalan Veteran dan Jalan Timur, lanjut Ikhwan, sebagian milik Pemko Medan dengan sertifikat Hak Kepemilikan Lahan (HPL).  Sehingga, pihak kesultanan harus membatalkan sertfikat HPL tersebut melalui gugatan perdata di pengadilan. “Kalau sudah begitu prosesnya akan memakan waktu yang lama,”jelasnya.

Apabila Pemko Medan tidak memproses SIMB Centre Point, maka bukan tidak mungkin pihak pemohon (PT ACK) melayangkan gugatan atau melaporkan ke pihak berwajib.

Diakuinya sampai saat ini sertifikat untuk tanah di Jalan Jawa belum dimiliki oleh PT ACK, namun segala upaya hukum dari tingkat PN sampai MA dimenangkan oleh PT ACK. Selain itu, menurut Ikhwan, PT ACK juga memenangkan gugatan judical review atas Perwal tentang SIMB. Sehingga direvisi menjadi Perwal 41 tahun 2014 yang menyatakan bahwa putusan hukum dapat dijadikan dasar sebagai alas hak.

Bukan hanya itu, DPRD Medan juga telah mengirimkan surat keputusan (SK) perubahan peruntukan tanah di Jalan Jawa. “SK dari DPRD sudah kami terima, sudah juga dinomori, suratnya saat ini sedang di disposisi ke Pak Sekda,”ungkapnya. (dik/ril/rbb)

Exit mobile version