Site icon SumutPos

PDIP Naksir Eldin

Wali Kota Medan, Dzulmi Eldin.
Wali Kota Medan, Dzulmi Eldin.

SUMUTPOS.CO – Keinginan kader PDIP untuk memimpin Kota Medan ternyata jauh panggang dari api. Pasalnya, pada pemilihan wali kota-wakil wali kota (Pilwako) Medan mendatang, PDIP akan mengusung tokoh nonkader pada 9 Desember mendatang. Dan, santer kabar beredar, PDIP naksir dengan sosok Dzulmi Eldin.

DPP PDI Perjuangan hingga saat ini belum menerbitkan rekomendasi bakal calon wali kota Medan yang akan diusung. Informasi tersebut dikemukakan Sekretaris Jenderal DPP PDIP Hasto Krisianto kepada Sumut Posdi Jakarta, Selasa (7/7).

“Kami belum keluarkan rekomendasi untuk Medan (calon Wali Kota,red),” ujar Hasto.

Sayangnya saat ditanya apa yang menjadi penyebab rekoomendasi terhadap cawalkot Medan belum juga terbit, Hasto belum bersedia memberi komentar lebih jauh.

Meski begitu, ia memastikan nama yang direkomendasikan akan segera diputuskan dalam waktu dekat, mengingat tahapan pendaftaran bakal calon kada sudah akan dibuka pada 26-28 Juli mendatang.

Sebelumnya, beredar informasi PDIP akan mengusung Dzulmi Eldin. Pria yang saat ini menjabat wali kota Medan ini, disebut-sebut akan dipasangkan dengan calon wakil yang berasal dari internal partai berlambang banteng moncong putih tersebut.

Setidaknya hal ini diungkapkan seorang sumber terpercaya Sumut Pos, PDIP dan Eldin memang semakin dekat. “Sudah hampir deal (setuju), PDIP mengusung Dzulmi Eldin untuk Pilkada Kota Medan,”ucap sumber.

Dan, belum lama ini, Wakil Ketua DPD PDI Perjuangan Sumut Budiman P Nadapdap SE pun telah member sinyal. “Jadi untuk Kota Medan, kemungkinan sama seperti Kota Binjai. Calon wali kotanya dari luar sedangkan calon wakilnya ditargetkan dari kader internal PDI Perjuangan,” ujarnya.

Kenyataan ini seakan memunculkan paradoks. Pasalnya, PDIP memperoleh kursi paling banyak di parlemen Kota Medan periode 2014-2019. Tidak itu saja, sebagai partai pemenang pemilu, PDIP sudah menggadang-gadang sejumlah kadernya untuk diusung menjadi calon wali kota di antaranya Ketua DPC Medan Hasyim serta Sekretaris DPC Medan, Sastra.

Haysim mengaku sejauh ini belum menerima informasi bahwa DPP PDIP Medan tidak akan mendukung kadernya menjadi bakal calon wali kota Medan. “Saya juga baru tahu,”ujar Hasyim.

Meski begitu, Hasyim sepertinya tidak terkejut dengan keputusan partai tersebut. Bahkan, dia mengaku akan mengikuti seluruh keputusan yang ditetapkan partai termasuk tidak akan mengusung kader dalam agenda Pilkada serentak yang akan digelar akhir tahun nanti.”Saya ini petugas partai, jadi apapun keputusan (DPP) saya terima,” imbuhnya.

Pengusungan bakal calon Wali Kota Medan yang akan diusung oleh DPP PDIP, diakuinya tidak lepas dari hasil fit and proper test dan hasil survei dari calon-calon yang akan diusung nantinya.

Sebelumnya, Hasyim menyatakan DPP PDIP telah memetakan kekuatan politik masing-masing berdasarkan hasil pemilu 2014 silam dengan kategori cluster I, cluster II serta cluster III.

Kata dia, cluster III yang memperoleh suara dibawah 10 persen. Untuk cluster II, perolehan suaranya diatas 10 persen dan tidak melebihi 20 persen. Sedangkan culster I, daerah yang memperoleh suara atau kursi di DPRD melebihi 20 persen.

Dijelaskannya, berdasarkan keputusan DPP PDIP, daerah yang ditetapkan sebagai cluster I harus maju sebagai calon wali kota atau calon gubernur. “Cluster II itu fleksible, bisa calon wali kota atau gubernur, dan bisa juga maju sebagai calon wakil wali Kota atau calon wakil gubernur. Dan itu semua tergantung karena melihat peluang untuk menang. Sementara itu, cluster III hanya menjadi pelengkap,” jelasnya.

Karena Medan ditetapkan sebagai cluster II, maka dari itu dirinya tidak begitu memaksakan calon dari partainya bisa diusung menjadi calon wali kota. “Kalau ada calon lain dari partai koalisi yang lebih kuat, tentu PDIP bersedia mundur satu langkah dan merelakan diri kepada partai koalisi untuk mengusung calon wali kota,”ungkapnya.

Sekretaris DPC PDIP Medan, Sastra yang sudah mendeklarasikan dirinya sebagai bakal calon wali kotamengaku pasrah, jika partainya tidak memilih kader murni yang akan diusung. “Kalau DPP memutuskan untuk mengusung sosok yang notabene bukan kader (PDIP), tentu ada pertimbangan tersendiri,” katanya.

Jika memang keputusan itu yang akan diambil, Sastra mengaku akan mengikuti instruksi tersebut. Sebab, penetapan bakal calon wali kota Medan yang akan diusung itu murni kebijakan DPP PDIP.

“Sejauh ini belum ada keputusan, siapa yang akan diusung, baik mengusung untuk Medan 1 atau Medan 2. Kalau memang kader itu ditempatkan pada posisi Medan 2, tentu kami akan menerima keputusan tersebut, karena kader itu petugas partai yang harus patuh dan tunduk dengan keputusan partai,”katanya.

Daerah Tolak Tunda Pilkada
Sementara, kasak-kusuk dorongan penundaan pilkada serentak tidak sampai membuat daerah penyelenggara pilkada kelabakan. Hingga saat ini seluruh daerah masih menyatakan siap melaksanakan pilkada. Tahapan sudah berjalan dan tidak mungkin dimundurkan karena dampaknya besar.

Beberapa waktu terakhir, isu penundaan pilkada santer di parlemen. Hanya, belum ada yang secara terang-terangan mengusulkan agar pilkada ditunda. Menyikapi hal tersebut, Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay memandang bahwa pilkada tahun ini tetap bisa berjalan tanpa perlu ditunda.

Salah satu tolok ukurnya, anggaran untuk penyelenggaraan pilkada sudah disiapkan pemda. “Biaya penyelenggaraan itu, walaupun belum semuanya turun (100 persen), sampai hari ini sudah cukup,” ujarnya di kantor KPU kemarin (7/7). Daerah pun sudah punya komitmen untuk mendanai penyelenggaraan pilkada di wilayahnya.

Menurut Hadar, dampak utama penundaan pilkada adalah biaya yang makin tinggi. Sebab, dana sudah telanjur dikeluarkan dan panitia ad hoc telah mulai bekerja. Penundaan akan menambah masa kerja panitia dan berakibat membengkaknya kebutuhan anggaran. “Kami mendapat banyak masukan dari daerah bahwa pilkada jangan ditunda,” lanjutnya. Sebab, masa kerja kepala daerah sudah hampir berakhir dan otomatis harus ada pilkada.

Hal senada disampaikan anggota KPU Sumatera Utara (Sumut) Evi Novida Ginting. Ditemui di sela raker di gedung KPU kemarin, Evi menyatakan bahwa isu penundaan pilkada tidak pernah sampai ke daerah. Dia berharap elite di parlemen tidak membuat kegaduhan politik baru dengan memunculkan isu penundaan pilkada.

“Mohon supaya kami di daerah diberi keluangan lah. Untuk bisa bekerja setenang mungkin,” tuturnya. Dia memastikan bahwa Sumut siap menggelar pilkada di 23 kabupaten dan kota. Seluruh aturan sudah siap, anggaran juga telah cair, dan tahapan sudah dimulai. Dari sisi koordinasi dengan stakeholder lain pun, pihaknya sudah siap.

Menurut Evi, publik harus diyakinkan bahwa pilkada akan dilaksanakan sesuai jadwal, 9 Desember mendatang. Penundaan pilkada bakal merugikan banyak pihak. Dari sisi penyelenggara, pihaknya juga akan kesulitan untuk mempertanggungjawabkan kegiatan tersebut. “Tidak ada opsi penundaan bagi kami sebagai penyelenggara. Karena semua sudah terpenuhi,” tegasnya.

Terkait itu, Mendagri Tjahjo Kumolo mengatakan pilkada tetap akan berlangsung serentak di 269 daerah pada 9 Desember mendatang. Pasalnya, tahapan telah berlangsung sejak 17 April lalu. Bahkan pada 26-28 Juli mendatang sudah memasuki pendaftaran bakal calon kepala daerah dari partai politik. Selain itu anggaran untuk pelaksanaan pilkada juga telah tersedia.

Demikian juga dengan anggaran pengamanan, meski masih ada kekurangan dari total yang diminta Polri, namun mantan Sekjen DPP PDIP ini meyakini akan terpenuhi dalam waktu dekat.

“Sebelumnya (anggaran, Red) untuk KPU lambat, tapi akhirnya tuntas. Bawaslu juga (untuk anggaran pengawasan, Red), tapi sekarang hanya tinggal 12 daerah (yang belum tuntas anggaran pengawasannya, red). Ini masalahnya apa, sama juga dengan pengamanan, pasti dapat diselesaikan,” ujar Tjahjo, Selasa (7/7).

Sebelumnya, Kapolri Jenderal Pol Badrodin Haiti mengatakan, dari Rp 1,07 triliun anggaran pengamanan yang diusulkan, baru Rp363 miliar yang terpenuhi. Karena itu di daerah yang anggaran pengamanannya belum terpenuhi, Badrodin mengusulkan pelaksanaan pilkadanya ditunda. Demi mengantisipasi potensi kerawanan.

“Yang saya tahu kepolisian dengan Menkeu sudah ada (pembicaraan,red). Tinggal bagaimana mekanismenya. Pilkada kan baru Desember, masa sekarang mau rusuh? Kan nggak? Ini masih tahap pendaftaran,” ujar Tjahjo. (jpnn/rbb)

Exit mobile version