PERHELATAN ajang Pekan Olahraga Nasional (PON) XIX di Jawa Barat akan berlangsung 17-29 September 2016. Setidaknya, sejumlah daerah masih memiliki waktu dua bulan untuk mematangkan segala persiapan. Namun, seiring itu kenyataan atlet andalan dibajak provinsi lain mau tak mau harus dihadapi.
Kesuma Ramadhan, MEDAN
Ini jugalah yang tengah dipersiapakan KONI Sumut sebagai induk olahraganya Sumatera Utara itu. KONI Sumut pun telah melakukan pembinaan sejak awal Januari 2016 lalu. Sedikitnya, 310 atlet dipersiapkan untuk bertarung demi mengharumkan daerah yang terkenal dengan multietnisnya itu.
Tak ingin muluk-muluk, Gubernur Sumatera Utara, Tengku Erry Nuradi memberi target kepada kontingen Sumut agar bisa bersaing di jajaran lima besar. Sayangnya, di balik persiapan dan target tersebut, ada luka menganga yang masih membekas di tubuh KONI Sumut. Marwah Sumut pun seperti dirampok provinsi lain. Provinsi yang lebih berduit. Apalagi kalau bukan mutasinya sejumlah atlet yang memiliki potensi mendulang emas.
Terkini, kasus pindahnya Indra Gunawan, perenang andalan Sumut asal Pematangsiantar ke Jawa Timur (Jatim). Indra si peraih emas 50 meter gaya dada putra Sea Games 2015 ini secara terang-terangan lebih memilih membela Jatim di PON XIX daripada membela daerah yang telah membesarkannya.
Kondisi ini terang saja membuat KONI Sumut kecewa. Pasalnya, kepindahan Indra mendapatkan persetujuan dari Pengurus Cabang (Pengcab) dalam hal ini PRSI Siantar tempat dirinya mendapatkan pembinaan di daerah. Sementara Pengurus Provinsi (Pengprov) terkesan setengah hati dengan tidak mengeluarkan keputusan apa-apa. Padahal sesuai putusan yang mengatur, jika hasil tidak dikeluarkan dalam tempo tiga bulan maka dianggap setuju.
KONI Sumut yang berang dengan situasi itu dengan tegas menolak mentah-mentah pengajuan mutasi yang disampaikan Indra. Hingga akhirnya, Indra mengambil langkah lain dengan melakukan gugatan ke Badan Arbitrase Olahraga Republik Indonesia (BAORI).
Sidang menjadi solusi terakhir penentuan nasibnya. Di sisi lain, tak rela anak asuhnya pergi begitu saja dari pangkuan mereka, KONI Sumut coba melawan. Melewati 16 kali persidangan, hasil putusan didapat. Jatim akhirnya diwajibkan membayar uang kompensasi pembinaan sebesar Rp1,1 miliar kepada KONI Sumut.
Ya, KONI Sumut jadi pemenang saat itu. Namun, di balik kemenangannya itu, tetap menyisakan sisi kelam dan kisah pahit yang tak mudah tuk dilupakan. Tepatnya 24 Maret 2015, anak emas yang dibesarkan Sumut itu telah resmi berpindah pangkuan dan jadi atlet karbitannya Jatim.
Fenomena mutasi atlet ini sejatinya sudah menjadi rahasia umum . Bagi daerah dengan kemampuan finansial yang mumpuni, hal itu bukan hal yang tabu. Apalagi, ada peraturan yang melegalkan mutasi tersebut.
Di mana, peraturan terkait perpindahan atlet dalam rangka PON tertuang dalam Surat Keputusan (SK) No 56 Tahun 2010. Aturan sesuai SK itu menggariskan, atlet harus mengajukan mutasi secara tertulis kepada Komite Olahraga Kabupaten/Kota, Induk Organisasi Olahraga Provinsi, serta Komite Olahraga Provinsi paling lambat dua tahun sebelum pelaksanaan PON.
Nah, yang menjadi pertanyaannya adalah, bagaimana KONI Sumut merelakan kepergian Indra, padahal sebelumnya mereka ngotot mempertahankannya? Bagaimana pula antisipasi ke depan KONI Sumut agar tak ada ada lagi kasus Indra-Indra lainnya?
Untuk mendapatkan jawabannya, POSMETRO (grup Sumut Pos) coba menelusurinya dengan mulai mendatangi kantor KONI Sumut di kawasan Jalan Williem Iskandar Pasar V Medan , Selasa (3/8).
Sore itu, tepat pukul 15.00 WIB, kedatangan media ini disambut hangat Ketua Harian KONI Sumut John Ismadi dan Sekum Chairul Azmi Hutasuhut. Dalam pertemuan yang berlangsung sekitar dua jam, fenomena mutasi para atlet ke daerah mulai dikuak satu per satu. Dari besarnya anggaran yang disiapkan daerah-daerah para pencaplok atlet, bonus menggiurkan yang ditawarkan, hingga efek dari ekspektasi yang tak diraih oleh si atlet.