Site icon SumutPos

BWSS II Masih Mapping Sungai

Banjir di kota Medan

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pengendalian banjir di Kota Medan dan sekitarnya hingga kini masih tahap pemetaan sungai dan dalam kajian Badan Wilayah Sungai Sumatera (BWSS) II. Padahal, sesuai instruksi Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi, dua minggu setelah rapat koordinasi antarstakeholder harus sudah ada hasil yang disampaikan tim terpadu yang dikoordinir BWSS II dan Dinas Sumber Daya Air Cipta Karya dan Tata Ruang Sumut.

Diketahui, rapat koordinasi (Rakor) terpadu yang langsung dikomandoi Gubsu itu digelar pada 17 September lalu. Rakor tersebut, selain dihadiri Wali Kota Medan Dzulmi Eldin, Bupati Deliserdang Ashari Tambunan, instansi terkait baik Pemprovsu, Pemko Medan dan Pemkab Deliserdang juga para camat dan lurah di wilayah yang kerap terkena banjir. Namun hingga saat ini, sudah lebih dua minggu, hasil kajian dari tim terpadu belum juga ada dan belum diketahui masyarakat.

Kepala BWSS II Roy Panagom Pardede mengungkapkan, pihaknya masih melakukan pemetaan (mapping) sungai yang berada di wilayah Kota Medan dan sekitarnya. “Masih mapping sungai. Sudah tujuh sungai yang selesai,” katanya saat dikonfirmasi Sumut Pos via layanan WhatsApp, Minggu (7/10).

Tetapi sayang, Roy enggan merinci ketujuh sungai yang sudah mereka mapping tersebut. Menurutnya, saat ini tim terpadu masih bekerja untuk menelaah secara komprehensif sumber banjir yang selama ini menghantui warga Medan. “Nanti saja ya. Tuntas dulu (hasil mapping sungai, Red),” pungkasnya tanpa mau menyebutkan hasil sementara dari pemetaan ketujuh sungai tersebut.

Sementara Dinas SDA Cipta Karya dan Tata Ruang Provsu, belum dapat dimintai keterangan seputar masalah ini. Baik kepala dinas, sekretaris ataupun Kepala Bidang Cipta Karya, Nazarudin Nasution, semuanya belum dapat dikonfirmasi. Menurut Kabid PJSA Dinas SDA Cipta Karya dan Tata Ruang Provsu, Alfi Syahriza, pihaknya memang tergabung dalam tim terpadu sebagai leading sector penanganan banjir Kota Medan bersama BWSS II. Hanya saja dirinya enggan menjelaskan sebab hal itu bukan domain dia. “Langsung ditanya ke ke Bidang Cipta Karya saja. Atau ke pak sekretaris, karena beliau langsung yang turun,” ujarnya.

Dia menambahkan, untuk tindak lanjut dari penanggulangan banjir tersebut nantinya kabupaten/kota terkait yang paling berperan mengingat wilayah tidak dimiliki pemerintah provinsi. “Kami sifatnya memasilitasi. Kan yang punya wilayah kabupaten/kota termasuk anggarannya,” pungkasnya.

Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provsu, Riadil Akhir Lubis mengatakan sesuai hasil rakor beberapa waktu lalu, urusan teknis memang dikoordinir Dinas SDA dan BWSS II. “Terkait hasil dan perkembangannya, mungkin bisa ditanyakan kepada dua instansi tersebut,” katanya.

Pun begitu sebelumnya ia menerangkan, berdasarkan kesepakatan usai rakor bahwa tim pengkajian banjir diberi waktu sebelum bertindak selama dua minggu ke depan. “Jadi sejak habis rapat kemarin (Senin, Red), dikasih tempo waktu 2 minggu yang dikoordinir Dinas SDA Cipta Karya dan Tata Ruang dan BWSS II yang menjadi leading sector,” katanya.

Menurut dia, salah satu solusi pengendalian banjir di Kota Medan dan sekitarnya, sesuai rakor tempo hari melalui optimalisasi kanal Sungai Deli-Sungai Percut. Di samping itu, juga pembangunan atau normalisasi Sungai Kera, Sungai Badera, Babura, Percut, Belawan, dan Sungai Serdang yang berfungsi sebagai drainase primer, serta rencana pembangunan Bendungan Lau Simeme.

“Sebenarnya, secara prinsip, proses normalisasi ini bertujuan untuk mengalihkan kapasitas banjir dari Sungai Deli ke Sungai Percut dengan membangun kanal di Titi Kuning dengan kapasitas banjir 25 tahunan yang dilaksanakan pada 2008,” terangnya.

Ia melanjutkan, untuk pembangunan Bendungan Lau Simeme pada 2015 dimana dimulai dari pembebasan tanah dengan tujuan utama menambah kapasitas banjir Kota Medan 40 tahunan, untuk pembangkit listrik 2,5 MW, air baku 3.000 L/detik dan wisata. “Saat ini pembebasan tanah belum selesai, tapi terkait pemindahan penduduk penduduk untuk APL sudah disetujui Kementerian Lingkungan Hidup. Dan Kota Medan telah melaksanakan revitalisasi drainase dihampir seluruh wilayah Kota Medan melalui dana dari Prancis,” katanya.

Solusi lain atas pengendalian banjir Kota Medan, katanya melalui langkah identifikasi semua sungai penyebab banjir dengan melibatkan tenaga ahli banjir, pendampingan TNI/Polri dan sipil secara teknokratik dan partisipatif. Selanjutnya pemetaan semua hulu dan hilir sungai-sungai yang mengancam kehidupan perekonomian masyarakat, permukiman perumahan, infrastruktur dan bangunan.

“Lalu akan dilakukan pemetaan dan pengecekan lahan-lahan kritis (hutan) pada DAS normalisasi sungai (pendalaman, pelebaran, penanaman pohon), penanganan teknis outlet-outlet pengendali banjir sungai, dan penataan kembali tata ruang sempadan sungai,” katanya.

Pemprovsu juga ikut mendorong peraturan daerah yang mengatur perlunya sumur resapan atau bak penampung air pada setiap rumah tangga dan bangunan, pengalokasian anggaran prioritas pengendalian banjir pada masing-masing wilayah kabupaten/kota, mengusulkan anggaran ke Kementerian PUPR yang menjadi kewenangan pusat, dan mengantisipasi dampak banjir bagi masyarakat dalam mencukupi kebutuhan selama bencana.

“Seperti ketersediaan air minum, evakuasi dan penanganan darurat. Selain itu, secara kelembagaan segera aktifkan fungsi forum DAS Deli dan forum DAS Sumut, serta mendetailkan dan memberdayakan fungsi kelembagaan perkotaan Mebidangro sesuai Pergubsu No.5/2016,” pungkasnya.

Sementara Gubsu Edy Rahmayadi menyatakan semua pihak harus serius menangani permasalahan banjir di Kota Medan dan sekitarnya. “Saya sudah perintahkan semuanya untuk segera cari solusi banjir ini. Jangan hanya menyalahkan Tuhan, masa Tuhan mau dilawan karena turunkan hujan. Saya perintahkan kepada mereka untuk selesaikan dalam waktu satu minggu cari solusinya,” tegasnya dalam silaturahmi bersama insan pers belum lama ini.

Tata Ulang
Sementara, Wakil Ketua DPRD Medan Iswanda Ramli menilai, kinerja Pemko Medan lemah dalam menyelesaikan persoalan banjir. Dia juga mengakui, banjir yang terjadi bukan lantaran penyempitan sungai. “Setelah dilakukan kajian dan tinjauan ke lapangan, penyebab banjir di Medan bukan mutlak lantaran penyempitan sungai. Tapi karena saluran drainase banyak yang tersumbat,” ujarnya.

Politisi Golkar ini menuturkan, drainase harus ditata ulang karena banyak yang tak sesuai dengan fungsi dan ukurannya juga berbeda-beda sehingga mempengaruhi pembuangan air. “Ukuran drainase juga sangat mempengaruhi untuk tidak terjadinya banjir. Di dalam Perda sudah diatur tentang ukuran drainase. Namun kenyataan di lapangan, banyak ukuran itu tidak sesuai. Ini pengawasan di lapangan yang kurang,” sebut anggota dewan yang sering dipanggil Nanda ini.

Dia mengingatkan para pemborong yang melakukan pengorekan drainase agar segera mengangkut tanah bekas korekan. “Jangan tunggu kering dulu, baru diangkat. Setelah dikorek, langsung diangkut tanahnya. Jadi tanah korekan itu enggak masuk lagi ke parit kalau datang hujan,” tegasnya.

Nanda menambahkan, persoalan buruknya sistem drainase tersebut sudah disampaikan pada wali kota Medan agar dapat teratasi. (prn/ris)

Exit mobile version