Site icon SumutPos

Nelayan Sumut Kecam Menteri Susi

SUTAN SIREGAR/SUMUT POS
DEMO_Ratusan nelayan yang tergabung dalam Aliansi Nelayan Sumatera Utara berunjuk rasa di depan gedung DPRD Sumut, di Medan, Kamis (8/2). Mereka menolak keberadaan pukat harimau karena dapat mengurangi hasil tangkapan nelayan tradisional.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Protes terhadap sikap inkonsisten pmerintah dalam pelaksanaan Permen KP 71/2016 terus berlanjut. Jika sebelumnya seribuan nelayan tradisional berunjuk rasa ke DPRD Sumut menuntut penegakan aturan larangan alat tangkap ikan yang dinilai merusak, Kamis (8/2) kemarin, giliran kelompok nelayan lainnya dengan jumlah hampir sama, juga menuntut keadilan.

Dalam unjukrasa yang digelar di depan Kantor Gubernur dan Kantor DPRD Sumut itu, massa nelayan yang berasa dari Belawan, Pagurawan, Batubara, Tanjung Balai dan Sibolga meminta pemerintah memberikan jaminan kepada mereka agar bisa tetap melaut, sebab mata pencaharian andalan rakyat pesisir pantai itu kini tidak berjalan akibat adanya larangan penggunaan alat tangkap pukat tarik atau cantrang oleh pemerintah pusat.

“Kenapa di Jawa, cantrang itu diperbolehkan tetapi di Sumut tidak? Kami nelayan kecil, sementara negara inginkan ada industrialisasi hasil laut. Jalannya ya harus menggunakan alat canggih,” ujar Koordinator Aksi Aliansi Nelayan Sumut, Bambang Novianto dalam orasinya.

Bambang mengklaim, pihaknya sebagian nelayan kecil, hanya menangkap ikan dengan kapasitas 5 GT ke bawah. Sehingga menurutnya tidak adil jika dikatakan mereka menghabiskan ikan atau merusak biota laut. Namun akibat aturan tersebut, mereka sudah sebulan lebih tidak melaut hingga kemarin. Begitu juga dengan pekerjaan lain yang tidak memungkinkan dirinya dan rekan lainnya beralih profesi.

Saya disinggung soal pergantian alat tangkap ikan yang ramah lingkungan dan tidak merusak laut, Bambang menyebutkan bahwa mereka mencari ikan di jalur atau zona yang jauh dari pulau/dermaga. Hanya saja, mereka tidak ingin terjadi konflik berkepanjangan dengan nelayan tradisional yang juga merupakan saudara ‘seprofesi’, bahkan satu wilayah.

“Kita minta kepastian zona kalau memang tidak boleh mengambil ikan di lokasi tertentu. Karena kita contohkan seperti ciri khas ikan teri Medan, kalau menggunakan jaring kasar, mana mungkin dapat ikan teri,” katanya lagi.

SUTAN SIREGAR/SUMUT POS
DEMO_Ratusan nelayan yang tergabung dalam Aliansi Nelayan Sumatera Utara berunjuk rasa di depan gedung DPRD Sumut, di Medan, Kamis (8/2). Mereka menolak keberadaan pukat harimau karena dapat mengurangi hasil tangkapan nelayan tradisional.

Pihaknya pun mengecam sikap Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Susi Pudjiastuti terkait masih diperbolehkannya nelayan di Jawa Tengah/Pantura menggunakan cantrang atau pukat tarik. Padahal dalam aturannya sama sekali tidak diperkenankan menggunakan alat tangkap sejenis berdasarkan Permen KP nomor 71/2016 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.

“Menteri telah mencabik-cabik konstitusi, karena aturan yang dibuat beliau (Susi) tidak mengandung keadilan sosial bagi rakyat Indonesia. Sudah mau dua bulan kami tidak melaut, apakah pemerintah ingin masyarakat konflik di laut? Kami juga mau makan, anak kami juga mau sekolah,” teriaknya.

Sementara anggota DPRD Sumut yang menerima pegunjukrasa di depan gedung wakil rakyat, Sutrisno Pangaribuan menyebutkan, pada titik tertentu, negara boleh mengalah. Menurutnya harus ada cara agar Kementerian KP bisa memfasilitasi semua pihak. Meskipun begitu, persoalan konflik antar kepentingan nelayan tersebut dapat diselesaikan oleh pemerintah pusat, mengingat aturan dan kebijakan dimulai dari Ibukota.

“Kita bisa sama-sama ke Kementerian. Nah kalau ini tidak juga diselesaikan, kita tidak ingin ada demo lagi. Bukan kita tidak suka, tapi karena itu penuh resiko. Hari ini laut juga sudah rusak dan parah. Karena ditangkap dengan cara baik juga, ikan itu belum tentu sehat. Negara ini belum tuntas menyelesaikan berbagai persolan. Pemerintah sekarang tidak mungkin membuat masyarakatnya dalam masalah. Seperti di Jawa Tengah, pemerintah mengalah dan akan memfasilitasi agar nelayan dapat dipertemukan,” ujarnya.

Sementara Jontoguh Damanik mengatakan pihaknya tidak bisa membuat keputusan atau rekomendasi sementara. Meski DPRD memberi izin nelayan pengguna trawl untuk melaut, dikhawatirkan nanti akan ada gesekan dengan nelayan tradisional.

“Kesimpulan sementara pertemuan ini, usulan nelayan diterima DPRD Sumut dan akan dipertemukan antara dua pihak nelayan antara nelayan tradisional dan modern secepatnya pekan depan.  Rekomendasi sementara diperlukan zonasi penangkapan. Untuk perlindungan nelayan bukan wewenang kami tapi eksekutif. Pemprov Sumut serta aparat penegak hukum untuk mempertimbangkan sementara agar nelayan dapat melaut sambil menunggu kepastian hukum,” katanya. (bal/adz)

Exit mobile version