Site icon SumutPos

Bos Centre Point Bebas, Jaksa Susun Memori Kasasi

Foto: TRIADI WIBOWO/SUMUT POS Polisi berjaga jaga saat puluhan massa yang tergabung dalam Mewakili Masyarakat Pribumi Indonesia berunjuk rasa di depan gedung Centre Point jalan Jawa Medan, Jumat (27/3/2015).
Foto: TRIADI WIBOWO/SUMUT POS
Polisi berjaga jaga saat puluhan massa yang tergabung dalam Mewakili Masyarakat Pribumi Indonesia berunjuk rasa di depan gedung Centre Point jalan Jawa Medan, Jumat (27/3/2015).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kejaksaan Agung mengaku tengah menyusun memori kasasi atas putusan bebas terhadap Handoko Lie, bos PT Agra Citra Karisma (Centre Point). Handoko adalah terdakwa kasus pencaplokan lahan milik PT KAIyang merugikan negara Rp1,3 triliun.

Sebelumnya, Handoko didakwa berlapis. Dakwaan primair melanggar Pasal 2 ayat 1 junto Pasal UU Pemberantasan Korupsi junto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Dakwaan subsidair melanggar Pasal 3 junto Pasal 18 UU Pemberantasan Korupsi junto Pasal Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jam Pidsus) Kejaksaan Agung Arminsyah berdalih lamban menyusun memori kasasi karena menunggu salinan putusan dari pengadilan.

“Putusan pengadilannya perlu diteliti secara seksama terlebih dahulu,” katanya.

Putusan perkara Handoko sudah diketok 18 Desember 2015 lalu. Arminsyah tak menyebutkan kapan kejaksaan menerima salinan putusan dari pengadilan. “Jaksa sudah menyiapkan memori banding,” katanya.

Memori banding ini masih diteliti lagi sebelum diajukan ke Pengadilan Tinggi Tipikor DKI Jakarta.

Sekedar mengingatkan, Kejaksaan Agung menetapkan tiga tersangka dalam kasus alih aset PT Kereta Api Indonesia di Jalan Jawa, Medan. Dua di antaranya bekas Walikota Medan, Rahudman Harahap dan Abdillah. Satu lagi, Handoko Lie, dirut PT Agra Citra Kharisma (ACK). PT ACK adalah developer yang membangun Center Point Medan di atas lahan PT KAI itu. Pada 7 April 2015, Kejaksaan Agung menerbitkan surat perintah penahanan terhadap Handoko.

Kasus ini bermula tiga dekade silam. Awalnya PT KAI memiliki lahan 7 hektar di Jalan Jawa Medan, peninggalan Deli Spoorweg Maatschappij. Lahan dibagi menjadi blok A, B, C dan D. Di atas area A, C, dan D, sudah dibangun perumahan bagi karyawan PT KAI dan berbagai fasilitas umum. Lahan B dihuni gubuk-gubuk liar. Lahan di Jalan Jawa, Jalan Madura, Jalan Timor seluas 34.776 meter persegi atau (3,4 hektar).

Pada 1981, PT KAI ingin membangun perumahan karyawan di lahan Kelurahan Gang Buntu, Kecamatan Medan Timur (Blok B). Kurang dana, PT KAI kerja sama dengan swasta. Pihak swasta membangun seluruh fasilitas perumahan dengan imbalan tanah. PT KAI pun menggandeng PT Inanta, pihak swasta dengan rekanan. Kerja sama itu mengharuskan PT KAI untuk melepaskan hak atas tanah terlebih dulu. Pemerintah saat itu hanya menyetujui jika pelepasan tanah kepada pemerintah juga. PT KAI lalu melepas hak atas tanah ke­pada Pemerintah Kota Medan.

Pada 1982, Pemko Medan mengajukan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) atas tanah PT KAI. Tahun yang sama keluar dari izin dari Menteri Dalam Negeri.

Kurun 1982 hingga 1984 terjadi perubahan-perubahan perjanjian kerja sama. Pada 1989, hak dan kewajiban PT Inanta membangun kawasan itu dialihkan ke PT Bonauli. Pada 1990 terjadi perubahan lokasi pembangunan perumahan karyawan.

Hingga 1994, PT Bonauli tidak kunjung melaksanakan kewajiban membangun perumahan karyawan. Anehnya, PT Bonauli bisa memperoleh HGB (Hak Guna Bangunan) di atas HPL Pemko Medan. Padahal, di perjanjian, rekanan tidak dapat memperoleh HGB sebelum memenuhi kewajiban membangun rumah.

Tanpa persetujuan PT KAI selaku pemilik lahan, PT Bonauli mengalihkan hak dan kewajibannya kepada PT ACK pada 2002. PT ACK sempat menawarkan ganti rugi Rp 13 miliar kepada PT KAI. Uang dititipkan di Pengadilan Negeri Medan. Tentu saja tawaran itu ditolak PT KAI. Perumahan karyawan yang dijanjikan tak kunjung dibangun. Belakangan PT ACK membangun kompleks bisnis Center Point di lahan itu.

Ketiga tersangka dijerat karena melakukan tindak pidana penerbitan HGB di atas lahan PT KAI pada 1994, pengalihan HGB tahun 2004 dan perpanjangan HGB tahun 2011. Para tersangka didakwa melakukan korupsi Pasal 2 ayat 1, Pasal 3, Pasal 18 UU Pemberantasan Korupsi junto Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Ancaman hukumannya maksimal 20 tahun penjara. (rm/bbs/deo)

 

Exit mobile version