Site icon SumutPos

Kompol Fahrizal Menembak Setelah Ada Bisikan

Kompol Fahrizal dikawal petugas.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Menjadi personel Kepolisian merupakan salah satu pekerjaan yang memiliki tingkat stres yang tinggi. Tekanan pekerjaan, membuat banyak di antara mereka yang kemudian rentan mengalami gangguan psikologis. Karenanya, diperlukan pemeriksaan psikologis yang mendalam bagi mereka.

“Trauma yang dialami selama tugas dan masalah pekerjaan lain membuat banyak yang kemudian mengalami gangguan stres paska trauma atau post-traumatic stress disorder, depresi dan mungkin mengalami gangguan skizofrenia,” kata Direktur Minauli Consulting, Irna Minauli kepada Sumut Pos, Minggu (8/4), menyikapi penembakan oleh Kompol Fahrizal terhadap adik iparnya sendiri di Jalan Tirtosari, Kelurahan Bantan, Medan Tembung, Rabu (4/4) malam lalu.

Dijelaskan Irna, Skizofrenia ditandai dengan ada halusinasi dan delusional. Halusinasi adalah gangguan dimana penderita seolah mendengar sesuatu atau melihat sesuatu yang tidak ada stimulusnya. Paling banyak adalah gangguan visual atau penglihatan dan auditory atau pendengaran. Sementara gangguan delusional ditandai dengan adanya pikiran-pikiran yang salah yang diyakini sebagai kebenaran.

“Bentuk dari gangguan delusional ini bisa berupa grandiose atau waham kebesaran, persecution atau waham dikejar-kejar dan paranoia,” tambahnya.

Meski begitu, disebut Irna, menentukan hal itu harus dilakukan pemeriksaan psikologis yang mendalam serta dilihat anamnesa dari penderita. Umumnya setiap gangguan jiwa sudah memiliki akar dari masa lalu. Ditegaskan Irna, jarang sekali atau hampir tidak pernah kejadian secara tiba-tiba. “Skizofrenia tidak terjadi secara spontan. Ada faktor predisposisi atau faktor pendahulu dan ada faktor trigger atau pemicu. Faktor predisposisi berupa gabungan antara faktor internal yakni kepribadian dan faktor eksternal yakni lingkungan, ” lanjut Irna.

Disinggung soal kronologis kejadian yang menyebutkan senjata awalnya diarahkan ke Ibu tersangka baru ke korban, diakuinya agak kompleks dalam menentukan hal itu. Disebutnya, bisa saja korban merupakan pemicu meski mungkin saja sumber utama stres stressor adalah ibunya. “Tapi ini semua masih berupa dugaan. Perlu penelusuran lebih mendalam. Terkadang mereka melampiaskan kemarahannya pada orang yang salah yang tidak berdaya, ” tandasnya.

Sebelumnya, Kabid Humas Polda Sumut Kombes Pol Rina Sari Ginting menyebutkan, dari hasil penyidikan yang dilakukan, penembakan yang dilakukan mantan Kasat Reskrim Polresta Medan itu, setelah ia mendapatkan bisikan ketelinga sebelah kanannya. “Tersangka melakukan penembakan setelah ada bisikan. Bisikan itu kepadanya mengatakan, ini jahat tembak saja,” ungkap Rina, Sabtu (7/4).

Karenanya sambung Rina, untuk mengetahui kondisi kejiwaan Fahrizal, maka Poldasu juga telah melakukan  pemeriksaan atau tes kejiwaan MMPI (Minnesota Multiphasic Personality Inventory) terhadap Kompol Fahrizal di ruangan Reskrimum Polda oleh dokter ahli jiwa. Dan akan dilanjutkan tes pemeriksaan kejiwaan lanjutan terhadap Kompol Fahrizal dan keluarga  oleh dokter ahli jiwa dari Pusdokkes Mabes Polri. “Sedangkan rencana tindak lanjut, akan melakukan uji balistik terhadap senjata yang digunakan,” jelasnya. Selain itu, Rina juga menyebutkan, jika kepolisian telah melakukan pemeriksaan terhadap 10 orang saksi. Masing-masing saksi terdiri dari 6 orang tetangga dan 4 orang dari pihak keluarga.

Foto: Agusman/Sumut Pos
Rumah orang tua Kompol Fahrizal terlihat sepi.

Ibu Diungsikan Keluarga

Sementara, paskaperistiwa penembakan Rabu (4/4) malam lalu, rumah orangtua Kompol Fahrizal di Jalan Tirtosari Gang Keluarga, Kelurahan Bantan, Medan Tembung, terlihat sepi dari aktivitas. Rumah Nomor 14 berkeramik kuning tempat kejadian penembakan tersebut, tertutup rapat dan tak berpenghuni.

Menurut keterangan warga sekitar, Ibu Kompol Fahrizal, yang akrab disapa Wak Kartini telah diungsikan keluarganya ke Asahan. “Sudah diungsikan keluarganya saat membawa mayat Jumingan ke Asahan. Sampai sekarang rumahnya masih kosong,” ungkap S, seorang tetangga yang minta namanya diinisialkan, Minggu (8/4).

Dia mengaku tak mengetahui pasti penyebab Kompol Fahrizal tega menghabisi Adik iparnya dengan senjata api revolvernya. Hanya saja, katanya, pelaku dikenal baik dan dari kalangan keluarga baik-baik pula. “Dia itu yang saya kenal orangnya baik. Keluarganya juga baik, tidak pernah selama ini ada keributan,” katanya.

Disinggung apakah Kompol Fahrizal memiliki riwayat gangguan kejiwaan, dia mengaku tidak tahu. “Kalau itu saya tidak tau. Tapi selama ini bagus-bagus aja kok. Karna dari kecil-kecil pun sudah saya kenal itu,” ujarnya.

Dugaan penyebab lain, seperti harta warisan maupun hutang piutang, dia juga tak mengetahuinya. Bahkan seperti keterangan kepolisian, jika Kompol Fahrizal melakukan penembakan tersebut karena mendapat bisikan, dia enggan untuk terbuka. “Ya bisa saja, itu mungkin keterangan polisi,” ucapnya.”Yang jelas keluarganya orang baik-baik semua, enggak ribut-ribut. Apalagi korban (Jumingan) walau masih baru disini, tapi orangnya baik,” sambungnya.

Dia pun enggan untuk dimintai keterangan lebih lanjut. Dia mengarahkan wartawan untuk menemui, Samsul, yang merupakan Kepala lingkungan 7. Namun sayang, saat didatangi ke kediamannya di Gang Bilal, Kepling tidak berada ditempat.

Fahrizal Perwira Berprestasi

Bila ditilik ke belakangan, sebenarnya lulusan Akademi Kelolisian 2003 ini karirnya cukup cemerlang. Berdasarkan informasi yang didapat, kurang lebih 15 tahun menjadi personel Korps Bhayangkara, pria asal Medan ini pernah menjadi satu dari sembilan Pamen Polda Sumut yang mendapat kesempatan mengikuti Sekolah Staf dan Pimpinan (Sespim) Polri Dikreg ke-57.

Bahkan, saat ini Fahrizal menunggu promosi pangkatnya menjadi menjadi Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP). Dia juga telah mengemban pendidikan kepolisiannya di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK). Di laman Facebook miliknya, Fahrizal pun menulis menempuh studi pascasarjana Magister Ilmu Hukum di Universitas Sumatera Utara (USU).

Salah satu jabatan strategis yang pernah diemban Fahrizal yakni menjadi Kasat Reskrim Polrestabes Medan. Selama bertugas di posisi tersebut, Fahrizal beberapa kali menorehkan prestasi cemerlang diantaranya mengusut percobaan bom bunuh diri di Gereja Santo Yosep Jalan Dr Mansyur pada Agustus 2016. Kala itu Fahrizal bersama personelnya dan Densus 88 berhasil mengamankan Ivan Armandi yang berusaha melakukan pemboman di gereja umat Katolik tersebut.

Dinilai berprestasi sebagai Kasat Reskrim Polrestabes Medan, ia pun promosi jabatan sebagai Wakapolres Lombok Tengah di lingkup Polda Nusa Tenggara Barat pada akhir 2017 lalu. Fahrizal menjadi Wakapolres Lombok Tengah menggantikan pejabat lama Kompol Lalu Salehuddin yang dimutasi ke Polda NTB.

Menurut seorang personel polisi di lingkungan Polrestabes Medan yang tidak ingin disebutkan identitasnya itu, Fahrizal terkenal ramah dan sosok pimpinan yang baik. “Saya pernah bertugas bersamanya, dia sosok yang tidak macam-macam. Kepada bawahan juga dia tidak semena-mena. Makanya saya tidak menyangka dia begini,” ungkapnya, Minggu (8/4).

Dia menceritakan, sebelum menjabat Kasat Reskrim di Polresta Medan, Fahrizal juga pernah menjabat Kasat Reskrim Polres Labuhanbatu. “Itupun juga jabatan karir yang baik. Artinya prestasi dia itu baik,” katanya.

Personel polisi yang kini bertugas di Intel Polrestabes Medan ini berharap, selama menjalani hukuman Fahrizal bisa berubah. “Manusia kan semuanya punya kesalahan, ya mudah-mudahan dia bisa bertobat dan menyesali perbuatannya,” pungkas sumber tadi. (ain/mag-1/dvs)

Exit mobile version