Site icon SumutPos

Kunci Jawaban Itu Dibagi ke Siswa

Foto: TRIADI WIBOWO/SUMUT POS Abyadi Siregar SSos, kepala perwakilan Ombusman Sumatera Utara, menunjukan barang bukti bocoran jawaban soal ujian nasional di Kantor perwakilan Sumut Medan, Senin (4/5). Bocoran jawaban ini berhasil tim ombusman temukan di SMPN 1 Medan.
Foto: TRIADI WIBOWO/SUMUT POS
Abyadi Siregar SSos, kepala perwakilan Ombusman Sumatera Utara, menunjukan barang bukti bocoran jawaban soal ujian nasional di Kantor perwakilan Sumut Medan, Senin (4/5). Bocoran jawaban ini berhasil tim ombusman temukan di SMPN 1 Medan.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sependapat dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anis Baswedan, Kepala Ombudsman Sumut, Abyadi Siregar juga menilai pelaksanaan Ujian Nasional SMP di kota Medan sangat buruk. Dirinya sendiri menjadi saksi hidup bocornya kunci jawaban di tangan siswa saat ujian berlangsung.

Mungkin benar atas pernyataan menteri bahwa kunci jawaban tersimpan rapi di bank soal. Namun, melihat alur distribusi soal yang begitu panjang dari mulai perusahaan percetakan di Riau ke Sumatera Utara, potensi bocornya soal cukup besar. Dari sanalah pihak-pihak berkompeten mengerjakan soal tersebut mengerjakan soal UN yang bocor tersebut. Lalu jawabannya dikemas dengan sangat baik dan diedarkan kepada siswa. Lalu penyelenggara tidak patuh pada POS UN. Di mana masih saja didapatkan pengawas yang dengan santai membaca koran dan pegang HP di ruang ujian.

Selain itu, cukup banyak informasi yang diterimanya dari masyarakat bahwasanya kunci jawaban dibagikan oleh pihak sekolah dan dari luar sekolah. Untuk di sekolah sendiri, siswa dikumpulkan pukul 06.00 WIB untuk kemudian dibagikan kunci jawabannya. “Lalu, apakah dunia pendidikan kota Medan ini harus terus merosot seperti ini. Ada datang pada saya SMS dari masyarakat yang benar-benar minta tolong pada saya untuk menertibkan ini,” ungkapnya.

Sebab banyak pihak yang melawan temuan pihaknya. Seharusnya temuan tersebut dijadikan masukan bagi pejabat daerah untuk perbaikan dunia pendidikan. Bukannya malah melawan. Namun begitu, pihaknya tak gentar melawan semua perlawanan yang terjadi dengan cara yang benar. Dirinya juga memberikan apresiasi kepada SMPN 2, SMPN 4, SMPN 7, dan SMPN 16 Medan yang kooperatif saat pihaknya melakukan pengawasan.

“Kita temukan kunci jawaban di SMPN 2. Tapi pak Ginting sangat kooperatif. Dia sangat tegas dan tidak menghalang-halangi kami. Ini baru Kasek. Saya bahkan merekomendasikan Marasutan Siregar dicopot dari jabatannya dan diganti oleh pak Ginting,”ungkapnya sembari mengatakan apa yang ditemukan wajib dipublish agar masyarakat tahu kebenaran dunia pendidikan kota Medan.

Abyadi pun mengatakan bahwa Ombudsman Sumut bersedia apabila dijadikan tim pengawas UN. Pihaknya kaan benar-benar memberikan sanksi tegas kepda pengawas yang berulah. “Kami siap membentuk tim pengawas UN. Jadi di ruangan tidak perlu 2 orang pengawas. Cukup 1 saja pengawasnya. Bukannya besar kali ruangan yang diawasi,”ungkapnya. Dilaporkan hasil resume penemuan Ombudsman Sumut ke Poldasu disambut baik oleh salah seorang komisioner badan standar nasional pendidikan (BSNP), Teuku Ramli Zakaria.

Selama Ombudsman Sumut melaksanakan pengawasan sesuai tata tertib yang ada maka sah-sah saja. Sebab Ombudsman tidak berhak melakukan penyidikan. “Masing-masing punya tupoksi. Polisi punya tupolsi, Ombudsman punya tupolsi, dan penyelenggara UN juga punya tupoksi. Ombudsman tupiksinya sebagai pengawas pelayananan publik. Agar jangan sampai ada diskriminasi dan ada kepentingan masyarakat yang dirugikan,”ujarnya. Untuk itu pihaknya juga meminta agar Ombudsman memberikan laporan yang komprehensif dan akurat. Agar kemudian bisa disampaikan kepada BSNP. Pihaknya menjamin pasti akan ada tindakan dan perbaikan.

Dirinya menjelaskan ketika ada laporan dari polisi bahwa memang terjadi kebocoran, maka kita akan lakukan ujian ulang. Namun bukan seluruh Indonesia akan dilakukan pelaksanaan ujian ulang. Pihaknya akan melakukan lokalisir dimana tepatnya terjadinya kecurangan tersebut. Dirinya juga menyayangkan bahwa Ombudsman seharusnya melaporkan ke polisi langsung dan bukannya pada pers.

“Jadi polisi bisa langsung megusut. Kalu terjadi kecurangan di satu sekolah misalnya, maka kita cari lagi di ruangan berapa kecurangan tersebut terjadi. Jangan sampai anak jadi koban,”ungkapnya. Pihaknya juga akan melakukan analisis tingkat kecurangan di sekolah-sekolah seluruh Indonesia yang disebut tingkat integritas. Ini terlepas dari ada atau tidaknya kebocoran kunci jawaban. Jika integritas tinggi maka tingkat kecurangan rendah. Sebaliknya jika integritas rendah maka kecurangan akan tinggi. Nantinya hasil itu akan disampaikan ke perguruan tinggi agar tak terkecoh dengan nilai UN yang tinggi. Disebutkannya juga faktor otonomi daerah di Indonesia menyebabkan pendidikan juga ikut diotonomikan. Di Indonesia hasil UN masih dijadikan pengukur kinerja Walikota dan Bupati. Bukannya menjadi isu strategis pembangunan negara yang dipegang oleh emerintah pusat. Tidak seperti Malaysia yang menjadikn pendidikan ditangani langsung pemerintah pusat. (win/deo)

Exit mobile version