Site icon SumutPos

Partai Ramai-ramai ke Eldin, Tifatul Mundur

Tifatul Sembiring
Tifatul Sembiring

SUMUTPOS.CO- Pergerakan nama-nama yang akan diusung partai pada pemilihan wali kota (Pilwako) Medan dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak Desember mendatang makin mengerucut. Dzulmi Eldin sang petahana (incumbent) makin favorit. Bahkan, jagoan Partai Keadilan Sejahtera, Tifatul Sembiring, yang sempat digadang menjadi lawan berat pun mundur dari persaingan.

Kepastian Tifatul batal maju berdasarkan keputusan antara Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PKS dengan yang bersangkutan. “Tifatul tidak maju. Komunikasinya terjadi antara pusat (DPP) dan dirinya. Jadi sudah final, meskipun kita menginginkan dia,” ujar Sekretaris Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) PKS Sumatera Utara (Sumut) Satrya Yudha Wibowo kepada wartawan di ruang fraksi PKS DPRD Sumut, Jalan Imam Bonjol, Medan, Rabu (8/7).

Dengan tidak majunya Tifatul, lanjut Satrya, DPW PKS Sumut kemudian akan mengajukan nama lain sebagai pengganti. Karena dengan pembatalan ini, nama yang akan mereka rekomendasikan tinggal satu orang. Sementara syaratnya minimal dua nama yang harus direkomendasikan ke pusat.

“Kita kan memproses berdasarkan aspirasi kader. Jadi kita akan cari nama lain untuk direkomendasikan kembali ke pusat,” sebutnya.

Intip Nonkader
Namun rekomendasi nama dari DPW PKS sendiri ternyata tidak harus dari internal partai atau kader. Tetapi sangat terbuka bagi partainya untuk mempertimbangkan mengirim nama dari eksternal atau nonkader. Dan hal itu diakuinya sudah dikirimkan ke pusat untuk dibahas sebelum diputuskan.

“Bisa saja nama lain (nonkader), karena proses itu kan dinamis. Jadi kalau tidak terjadi, kita berpeluang ke calon-calon lain juga,” tambahnya.

Adapun pertimbangan kemungkinan pilihan ke nonkader di Pilwako Medan 9 Desember mendatang, Satrya mengaku partainya memang harus berkoalisi dengan partai lain serta melihat dinamika di lapangan.  “Sudah kita kirimkan (nama pengganti) ke pusat. Tidak harus internal, karena pertimbangannya kan kita harus berkoalisi. Kalau kemarin Tifatul kan tidak mungkin ke posisi dua (calon wakil wali kota). Tetapi karena tidak mau, kita tak mungkin paksakan (kader) yang lain untuk nomor satu,” tambahnya.

Dengan demikian, PKS memiliki peluang untuk mengajukan kadernya di nomor dua. Bahkan Satrya juga mengisyaratkan bahwa partainya siap untuk tidak mengajukan kadernya baik di nomor satu atau dua pada pilwako mengingat untuk pencalonan, mereka harus berkoalisi dengan partai lainnya yang beberapa di antaranya punya jumlah kursi legislatif yang sama yakni 5 kursi. Sebut saja PPP dan Demokrat.


“Kita juga siap tidak mengusung kader, tergantung kesepakatan dengan koalisi yang dibangun. Atau kita langsung kepada personal (bakal calon wali kota) apakah siap berpasangan dengan kader PKS atau tidak. Jadi tidak kita paksanakan,” katanya.

Siapa sosok nonkader yang diajukan masih jadi tanda tanya. Dzulmi Eldin pun dipercayai bias menjadi sosok yang dimaksud. Pasalnya, PKS sudah membuka peluang untuk tokoh nonkader, persis dengan PDIP.

PDIP mengaku mulai realistis menghadapi pilwako Medan. Dan mengusung incumbent yang bukan kader pun menjadi sesuatu yang wajar. Setidaknya hal ini diungkapkan Sekretaris Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PDI Perjuangan Sumut Sutarto. “Itu bagian dari dinamika politik. Saya yakin setiap partai akan berusaha untuk menang tanpa meninggalkan ruh partai itu sendiri, yaitu ideologi,” ujar Sutarto kepada wartawan, Rabu (8/7).

Pernyataan ini jelas berbanding terbalik dengan pilwako Medan 2010 lalu. PDIP cukup ‘berani’ melawan dominasi calon yang lebih kuat yakni incumbent. Sekalipun mereka tidak berhasil mendudukkan kadernya Sofyan Tan yang saat itu dipasangkan dengan Nelly Armayanti yang notabene adalah mantan Ketua KPU Medan.

Dikatakan Sutarto, yang terpenting bagi mereka adalah bagaimana menempatkan kadernya sebagai salah satu kandidat, apakah calon nomor satu atau nomor dua. Pilihan sikap ini mengingat karena jumlah perolehan kursi PDIP di DPRD Medan, tidak mencukupi untuk mengusung calon tunggal. Sebagaimana di syaratkan, calon kepala daerah harus didukung oleh minimal 20 persen kursi di legislatif.

Setidaknya mereka butuh 10 kursi dari total 50 kursi yang ada di DPRD Medan. Sementara PDIP hanya mendapatkan 9 kursi atau 18 persen dukungan legislatif. Dengan demikian, partai berlambang kepala banteng moncong putih ini, harus menjalin koalisi dengan partai lain.

“Kalau 2010 lalu kan kita bisa mengusung sendiri. Tetapi sekarang harus koalisi. Jadi yang terpenting bagi kita adalah mengusung kader, kalau tidak bisa kesatu, ya kedua. Yang penting harus masuk (sebagai calon),” katanya yang juga mengaku jika Eldin menjadi pertimbangan DPP untuk dipasangkan dengan kader partainya.

Incumbent
Sebelumnya Partai Amanat Nasional (PAN) juga telah menunjukkan arah dukungannya kepada wali kota Medan sekarang ini untuk diusung sebagai salah satu calon kepala daerah. Rekomendasi Tim Pilkada Pusat PAN diberikan kepada Eldin untuk mencari dukungan sebanyak mungkin, sebagaimana disampaikan Ketua DPW PAN Sumut Zulkifli Husein.

“Kalau kita dari awal sudah dukung Eldin, yang lain yang mungkin masih malu-malu,” katanya Zulkifli.


Menurutnya, komunikasi lintas parpol juga sudah menunjukkan arah ke Eldin. Di antaranya PBB, Nasdem, dan PAN. Sehingga, jika itu terjadi, maka sudah cukup bagi incumbent untuk maju karena dukungan parpol sudah memenuhi syarat jumlah kursi di legislatif.

“Kalau melengkapi kuota sebenarnya sudah ada beberapa partai seperti Nasdem, PBB dengan PAN sudah cukup, jadi kalau ditambah lagi dengan PDIP ya jadi lebih besar,” katanya.

Sama halnya dengan Partai Hati Nurani Rakyat. Meskipun belum memutuskan siapa nama yang akan diusung pada Pilkada nanti, namun prediksi kuat untuk memberikan dukungan kepada Eldin cukup realistis. Mengingat belum ada figur yang memiliki elektabilitas tinggi dibandingkan calon incumbent saat ini.

“Ya kita tetap serahkan ke (DPP) pusat. Walaupun kita tahu kemungkinan besar, incumbent cukup besar peluangnya,” kata Ketua DPC Hanura Medan Hariman Tua Dibata Siregar.

Tidak sampai di situ, Partai Golkar kubu Agung Laksono pun member sinyal yang sama. Setidaknya pada rapat kemarin (8/7) dengan agenda memilih nama-nama yang akan ditetapkan sebagai calon kepala daerah yang akan diusung di pilkada di 23 kabupaten/kota di Sumut, cukup banyak incumbent yang direkomendasikan.

Nama-nama yang sudah diputuskan dalam rapat Tim 9 yang dipimpin Ketum Agung Laksono ini akan disahkan dengan SK yang diteken Agung dan Sekjen Zainudin Amali pada hari ini (9/7).

Ketua Korwil Sumut Leo Nababan, yang juga anggota Tim 9, menjelaskan, dirinya sebenarnya sudah memilih nama-nama yang akan dimajukan di pilkada di 23 kabupaten/kota. Hanya saja, diakui, ada beberapa daerah yang masih belum klir, karena muncul dua nama.

“Karena itu, perlu diputuskan Tim 9. Mengenai nama-namanya, saya belum bisa sebutkan karena harus menunggu hasil rapat. Besok (hari ini, Red) mudah-mudahan hasil rekomendasi Tim 9 sudah ada,” terang Leo Nababan kepada koran ini di Jakarta, kemarin (8/7).

Apakah ada nama calon petahana alias incumbent yang diusung? “Oh, ada, banyak, banyak incumbent,” jawab Leo.

Diketahui, hingga kemarin kedua kubu belum mencapai kesepakatan soal siapa yang menandatangani penetapan pasangan calon yang akan diajukan di pilkada.

Ketua Fraksi Golkar di DPR dari kubu Aburizal Bakrie, Ade Komarudin, menawarkan solusi, yakni kedua kepengurusan bisa ikut menandatangani jika memang ada calon dari salah satu kubu yang menguat.

“Nanti ada satu pola yang bisa dijadikan solusi kedua belah pihak untuk bisa ikut pilkada, melalui islah terbatas. Kalau yang sudah sama tidak perlu disurvei lagi. Tetapi kalau berbeda, maka calon itu akan disurvei. Siapa yang menang, maka kubunya lah yang berhak menandatanganinya” terang Ade.

Dikatakan, konsep ini akan diusulkan dalam rapat terbatas Komisi II DPR dengan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) serta Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Parpol dalam Kotak
Sementara menurut pengamat politik Dadang Dharmawan sebelumnya, kondisi banyaknya parpol yang mengarahkan sinyal dukungannya ke Eldin mengindikasikan jika pendidikan politik kurang efektif di Medan. Pasalnya ia melihat kebalikan dari kondidi ini ada di daerah atau kabupaten/kota lain.

“Medan kebalikan Labuhanbatu. Di Labuhanbatu parpol tidak laku. Bupati dan Wakil Bupatinya yang kembali maju, maju melalui jalur perseorangan. Di Medan, justru parpol yang meminang Eldin, kenapa Eldin digadang-gadang? Karena tidak ada ruang bagi calon alternatif lain,” kata Dadang.

Baginya hal ini cukup mengkhawatirkan terhadap proses demokrasi dan kedewasaan politik. Sebab dapat dilihat jika parpol terkesan hanya ingin memperoleh kemenangan tanpa mengedepankan proses seleksi atau penjaringan yang benar-benar selektif. Seharusnya ada mekanisme yang lebih berkualitas yang bisa memunculkan beberapa nama yang akan bersaing memperebutkan kursi eksekutif tersebut.

“Kita tidak melihat parpol berfikir diluar kotak. Tidak ada satu pun upaya membangun mekanisme rekrutmen yang berbasis kompetensi, berdasarkan track record calon, semua parpol berorientasi pada kepentingan jangka pendek,” katanya. (sam/rbb)

Exit mobile version