Site icon SumutPos

Sebaran Dokter Kandungan Belum Merata

USG: Dokter saat memeriksakan kehamilan pasiennya melalui USG.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Penyebaran atau distribusi dokter spesialis kandungan belum merata, khususnya di Sumatera Utara (Sumut). Padahal, sudah ada regulasi terkait yakni Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) yang mengatur tentang dokter spesialis, sehingga tidak akan ada lagi kekurangan dokter ahli di daerah terpencil atau tertinggal.

Indikasi belum meratanya penyebaran dokter kandungan tersebut bisa dilihat dari kasus kematian ibu yang saat ini kembali menjadi perhatian pemerintah pusat. Keberadaan dokter kandungan di daerah dianggap menjadi salah satu faktor yang krusial, di samping ketersediaan layanan kesehatan, infrastruktur, hingga peran serta keluarga.

Pengamat kesehatan dari Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara (FK UISU), Dr dr Umar Zein DTM&H SpPD KPTI mengatakan, distribusi dari dokter spesialis kandungan sampai saat ini memang belum merata terkhusus di daerah. Namun, untuk di kota malah sebaliknya atau berlebih. “Memang masih kurang distribusi dokternya (spesialis kandungan) di daerah, tapi untuk di kota malah berlebih,” ungkapnya belum lama ini.

Menurut Umar Zein, jika di daerah terdapat dokter spesialis kandungan, maka penempatannya masih di pusat kota atau di kabupaten. Sementara di kecamatan, keberadaan dokter ini masih sangat minim sekali. “Di kecamatan paling yang ada itu bidan desa,” ucapnya.

Meski begitu, kata dia, permasalahan kematian ibu bukan hanya dikarenakan distribusi dokter kandungan yang terbatas saja. Melainkan, disebabkan karena infrastruktur seperti fasilitas jalan dan transportasi juga berperan penting.

Oleh karena itu, permasalahan kematian ibu terbilang kompleks, sehingga penanganan yang harus dilakukan oleh pemerintah harus secara menyeluruh. Hal ini supaya kasus kematian ibu benar-benar dapat ditekan. “Bukan hanya persoalan sumber daya manusia saja, karena persoalan kesehatan setiap daerah berbeda-beda. Misalnya, di Aceh, Sumut, atau pun Papua, tentu berbeda,” paparnya.

Dijelaskan mantan Kepala Dinkes Medan ini, dalam kasus kematian ibu hamil terdapat istilah ‘4 terlalu dan 3 terlambat’. Artinya, 4 terlalu itu adalah kehamilan terlalu muda, usia yang terlalu tua untuk hamil, jarak kehamilan terlalu dekat, serta kehamilan terlalu banyak.

Sedangkan untuk 3 terlambat ialah terlambat mengambil keputusan, sehingga terlambat untuk mendapat penanganan. Lalu, terlambat sampai ke tempat rujukan karena kendala transportasi, dan terlambat mendapat penanganan karena terbatasnya sarana dan sumber daya manusia. “Banyak faktor yang menentukan angka kematian ibu ini, jadi bukan karena ketersediaan dokter kandungan saja,” pungkas dia.

Sebelumnya, Ketua Obstetri Ginekologi Sosial Indonesia (HOGSI) Sumut, dr Khairani Sukatendel mengatakan, angka kematian ibu hamil memang sangat memprihatinkan. Perbandingannya, sekitar 305 per 100.000 untuk setiap kelahiran.

Kata Khairani, banyaknya ditemukan kasus kematian ibu hamil umumnya ketika jauhnya perjalanan ke rumah sakit ataupun juga mengalami keterlambat penanganan. (ris/ila)

Exit mobile version