Site icon SumutPos

Waspadai Penyakit Leptospirosis

Foto: Parlindungan/Sumut Pos
Posko Dinas Kesehatan di lokasi banjir Sei Mati Medan Maimun.

MEDAN, SUMUTPOS.CO -Banjir di Daerah Aliran Sungai (DAS) Deli berangsur surut. Namun, berbagai penyakit mengancam kesehatan warga. Untuk itu, warga diingatkan agar lebih waspada.

Dokter spesialis penyakit tropik dan infeksi DR dr Umar Zein DTM&H mengatakan, dampak yang paling rawan dialami oleh masyarakat korban banjir ialah gangguan kulit dan diare. Namun untuk pasca banjir, resiko ancaman penyakit paling rentan adalah leptospirosis.

“Itu suatu penyakit yang berhubungan dengan lingkungan pada saat banjir. Penyakit ini sangat berbahaya, cuma munculnya ketika pasca banjir, karena masa inkubasi,” ujarnya, Rabu (8/11).

Leptospirosis merupakan suatu penyakit yang ditularkan melalui kencing tikus. Sebab, air seni dari hewan pengerat itu mengandung bakteri. Sehingga, dapat menyebabkan demam yang mirip dengan Demam Berdarah Dengue (DBD).

“Karena tikus mengontaminasi air, sebab ia juga kebanjiran. Leptospirosis menular melalui kulit yang terluka. Walaupun kecil tapi kumannya bisa masuk ke aliran darah,” jelasnya.

Jadi, tutur Umar Zein, masyarakat harus mampu menjaga kebersihan tubuhnya kendati banjir telah surut. Selain itu, ia juga mengimbau agar masyarakat segera melapor ke Puskesmas ketika tubuhnya mengalami gangguan kesehatan.

Umar Zein juga berharap, Puskesmas setempat melakukan pemantauan kesehatan warga sekitar. Bila perlu, dibuatkan posko kesehatan bergerak seperti ambulance yang standby di lokasi.

“Banjir ini kan sudah setiap tahun terjadi. Jadi dari segi kesehatan, Dinas Kesehatan dan jajarannya harus turun menangani kebutuhan-kebutuhan masyarakat yang terkena dampak banjir itu,” pungkasnya.

Terpisah, Kabid P2P Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Medan Masrita mengatakan, terkait banjir yang terjadi kawasan DAS Deli, pihaknya sudah menyiapkan pelayanan pada Puskesmas setempat. Apabila masyarakat korban banjir ada yang memiliki keluhan kesehatan, supaya segera melapor kesana.

Pun begitu, Dinkes Kota Medan sejak terjadinya banjir telah mendirikan posko kesehatan di lokasi banjir. Hal ini guna memudahkan masyarakat mengakses layanan kesehatan.

“Untuk banjir ini, kita memang mengantisipasi penyakit seperti diare, gangguan kulit, termasuk leptospirosis. Jadi kalau ada masyarakat yang pasca banjir mengalami gangguan kesehatan itu, supaya bisa segera melaporkannya,” tandasnya.

SUTAN SIREGAR/SUMUT POS
TERENDAM_Beberapa anak kecil bermain air yang merendam pemukiman penduduk di kawasan Kampung Aur, pinggiran Sungai Deli, Medan, Selasa (7/11). Banjir kiriman akibat debit air di hulu sungai tinggi, menyebabkan pemukiman warga di pinggiran Sungai Deli tersebut terendam air hingga ketinggian 1,5 meter.

Tentang Relokasi

Warga yang bermukim di daerah aliran sungai (DAS) diharapkan mendukung program pemerintah untuk relokasi agar kehidupan menjadi lebih baik. Penanganan pemukiman khusus warga DAS ini dinilai harus dilakukan serius, antara lain melalui relokasi.

“Masalah banjir merendam rumah warga tiap kali sungai meluap, sudah puluhan tahun terjadi. Salah satu kendala yang dihadapi pemerintah yakni, untuk merelokasi namun ditentang warga DAS,” kata Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Setdako Medan, Wiriya Alrahman kepada Sumut Pos, Rabu (8/11).

Itu dikatakan Wiriya menyikapi kondisi banjir yang acapkali dialami warga DAS Deli maupun Babura setiap curah hujan tinggi.

Dalam hal ini, Pemko Medan terus berkoordinasi dengan Badan Wilayah Sungai (BWS) II dalam rangka normalisasi Sungai Deli. Bahkan rencana tersebut sudah lama direncanakan dan selalu masuk dalam daftar Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrembang) Kota Medan.

“Kan masih banyak masyarakat tinggal di bibir sungai, yang tentu sewaktu-waktu ketika air sungai meluap pasti terkena banjir. Di sinilah problem sebenarnya. Bagaimana mau dilakukan pengerukan jika masih ada pemukiman penduduk di bantaran sungai,” katanya.

Masyarakat pada DAS ini juga, tidak semuanya resmi alias penduduk asli Medan. Sebagian ada juga yang bermukim di sana itu masyarakat liar.

“Terutama yang berada di badan-badan sungai. Ketika mau dinormalisasi oleh BWS, di sinilah kesulitannya. Ditambah kewenangan sungai ini masih di pusat, bukan pemerintah kabupaten/kota,” kata mantan Kepala BPPT Medan itu.

Ternyata, pemerintah pusat sudah lama memprogramkan daerah Kampung Aur sebagai percontohan pemukiman DAS. Hanya saja lagi-lagi masalahnya masyarakat sekitar masih ada yang menentang program tersebut.

“Tim Kota Tanpa Kumuh (Kotaku) juga sudah masuk ke sana. Tapi sebagian warga masih ada menentang rencana itu. Padahal program revitalisasi itu, bukan bermaksud memindahkan warga jauh dari tempat tinggal semula, melainkan tidak jauh dari situ,” katanya.

Alhasil, imbuh dia penanganan banjir terhadap warga DAS di Medan selalu sulit terwujud. Sementara di satu sisi, pihaknya mengklaim selalu melakukan koordinasi dengan pemerintah pusat melalui BWS. “Harapan kita bersama, warga dapat mendukung dan memahami pentingnya revitalisasi dilakukan. Ini juga untuk kebaikan mereka bersama. Apalagi niat pemerintah juga baik,” katanya.

Pusat sendiri sebenarnya memiliki anggaran untuk itu. Hanya saja lantaran masih ada penolakan dari warga, program ini urung terealisasi.

Banjir yang merendam ratusan rumah warga DAS Deli kemarin, sudah berangsur surut. Bahkan seluruh warga sudah kembali ke rumah mereka masing-masing.

Meski begitu, Kepala BPBD Kota Medan Arjuna Sembiring tetap mengimbau agar warga waspada akan bencana banjir susulan. Mengingat, curah hujan masih tinggi dalam beberapa hari ke depan.

“Alhamdulillah air sudah surut dan warga pun sudah kembali ke rumahnya masing-masing. Begitupun kami tetap himbau agar untuk waspada bencana susulan,” katanya saat dikonfirmasi Sumut Pos, kemarin.

Dia mengatakan pihaknya tetap siagakan personel di titik-titik rawan banjir. Begitu juga dengan perangkat lainnya untuk membantu evakuasi warga korban banjir.(ain/prn/ala)

 

 

Exit mobile version