Site icon SumutPos

Pensiunan TNI Ditendang & Diseret, Rumahnya pun Dibom

Foto: Fadli/PM
Ludik Simanjuntak (korban) baju kaos cream bersama masyarakat yang bekerja di lahannya menunjukkan foto rumahnya yang hancur dibom, diduga dilakukan oknum TNI AL.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Konflik sengketa lahan terus terjadi di Dusun V Palu Hiu, Desa Paluh Karau, Hamparan Perak. Intimidasi dan kekerasan fisik terhadap penggarap berlanjut.

Salah satu korban terbaru yakni Pelda Ludik Simanjuntak (59), pensiunan TNI AD. Tidak tanggung-tanggung. Rumah tiga pintu miliknya hancur dibom pada Rabu (1/3) lalu sekira pukul 19.30 wib.

Atas peristiwa itu, Kamis (9/3) siang, Ludik Simanjuntak bersama warga lainya mengadu ke Kontras Sumut untuk mendapatkan pendampingan hukum.

Menanggapi permasalahan yang dialami Ludik Simanjuntak dan warga sekitar. Kontras Sumut menggelar konfrensi Pers di Sekretariat Jalan Brigjen Katamso, Gang Bunga, Kamis (09/03) siang.

Kordinator Kontras Sumut, Amin Multazam Lubis menyampaikan, mengutuk keras tindakan brutal yang dilakukan diduga oleh oknum TNI-AL/Lantamal I Belawan, sejak awal Bulan Februari 2017. Baik dari intimidasi dengan cara menggusur paksa, kekerasan fisik, dan bahkan berujung pengerusakan tiga unit rumah milik Ludik Simanjuntak (korban) dengan cara dihancurkan diduga dengan menggunakan bom.

Peristiwa intimidasi yang berujung dengan kekerasan dan penghancuran rumah ini, sambung Amin, berawal dari persoalan konflik Agraria antara TNI-AL dengan masyarakat pengola lahan dan pemilik lahan.

Dalam hal ini pihak TNI- AL mengklaim bahwa lokasi tersebut merupakan hak mereka yang berdasarkan SK Bupati Deli Serdang Nomor 793 Tahun 2008, dimana lokasi dan luas lahan 450 Ha untuk kepentingan pembangunan daerah latihan TNI- AL.

Sementara, lanjut Amin, korban yang merupakan pemilik lahan, memiliki alas hak kepemilikan berupa Surat Keterangan (SK) Camat dan akte jual beli yang sah, dan dari tahun 1980-an lahan tersebut telah dikelola oleh pemilik lahan dan warga sekitar.

Menyikapi hal tersebut, pemilik lahan (korban) sudah menggugat keberadaan TNI-AL ke Pengadilan Negeri Lubuk Pakam, dan sampai saat ini proses hukum tersebut masih berlangsung.

“Proses hukum atas sengketa lahan antara masyarakat dan pihak TNI AL itu sedang berjalan. Dalam amatan Kontras apa yang dilakukan TNI-AL ini sesungguhnya bentuk pelecehan terhadap proses hukum yang sedang berlangsung, karena saat proses hukum berlangsung siapa pun harus menghormati proses hukum yang berlangsung, jadi tidak ada intimidasi dan kekerasan bahkan pengerusakan yang diterima  masyarakat,” kata Amin.

Masih Amin, selain mendapat intimidasi, kekerasan fisik, dan penghancuran rumah yang di dapat masyarakat, disisi lain masyarakat yang menjadi korban sangat sulit mendapatkan keadilan.

Itu dilihat dari susahnya masyarakat yang menjadi korban untuk membuat pengaduan ke POM-AL. Terkesan POM AL tidak mau menerima laporan masyarakat Palu Hiu yang telah menjadi korban.

“Saat Kontras mendampingi korban untuk membuat laporan ke POM-AL, pihak POM- AL terkesan menghindar dan tidak mau menerima laporan masyarakat, dengan alasan tidak mempunyai wewenang untuk menerima laporan tersebut,” terang Amin lagi.

Untuk itu Kontras Sumut, tegas Amin, mendesak pihak-pihak terkait segera memproses dan mengusut tuntas kasus yang dialami oleh masyarakat Dusun V Palu Hiu, Desa Paluh Kurau, Hamparan Perak.

“Dalam hal ini, Kontras mendesak KSAL dan Panglima TNI untuk segera mengusut tuntas kasus kekerasan dan penggusuran paksa yang di lakukan oknum TNI AL/Lantamal I Belawan. Meminta Komnasham, LPSK dan DPR RI dalam hal ini Komisi II dan III, untuk segera melakukan investigasi terkait tindakan kekerasan dan intimidasi yang dialami warga dan pemilik lahan. Dan meminta Negara melalui Pemerintah Pusat maupun Daerah wajib ikut serta memberikan akses keadilan dan Jaminan warga untuk mendapatkan rasa aman. Dan Kontras juga mengutuk keras praktek aparat TNI kebal hukum atas pelanggaran yang telah dilakukan (Impunitas) yang selama ini berlangsung di tubuh aparat keamanan khususnya TNI,” tegasnya.

Ludik Simanjuntak (korban) dengan beberapa masyarakat yang turut hadir dalam konfrensi Pers itu mengatakan, akibat kejadian yang menimpa dirinya itu, sampai sekarang ia mengalami sakit dibagian punggung akibat dibanting dan ditendang oleh oknum TNI AL tersebut. Dirinya juga mengaku masih sangat trauma berat akibat kejadian itu dan manjadi takut karena diancam akan dibunuh oleh oknum TNI AL itu.

“Saat itu aku dipaksa untuk meninggal rumah aku itu, karena aku bersikeras, aku diangkat oknum TNI itu, dengan cara dua orang memegang kaki dan dua orang memegang tanganku. Setelah itu aku dilemparkan orang itu keluar rumah. Berikutnya aku disuruh berdiri, namun saat aku hendak berdiri aku ditunjang orang itu sehingga aku tersungkur, dan hal itu dilakukan orang itu sampai 4 kali. Sambil menyeret aku, orang itu juga bilang, “Awas kau nanti diluar ya, kubunuh kau nanti. Kami buang mayat kau ke laut,” terang Ludik.

Karena takut nyawa terancam, akhirnya dia bergegas keluar dari areal lahan. Namun saat keluar dari lahan dirinya mendengar suara ledakkan lagi. Esok harinya dia kembali ke lahan itu, dirinya melihat rumah sudah rata dengan tanah.

“Pertama kali orang itu (oknum TNI AL) meledakkan bom tepat didepan rumah aku, yang berjarak hanya 100 Meter dari pintu rumah. Setelah mendengar suara ledak itu, aku mendengar suara dari oknum TNI yang berteriak, “Kau dengar itu suara ledakan kan, mau kau sama rumahmu kami ledakkan. Pertama aku rasa mereka hanya menggertak, ternyata rumah aku benar-benar diledakkan orang itu sampai rata dengan tanah,” katanya lirih.

Untuk itu Ludik manambahkan, dirinya dan masyarakat sekitar sangat berharap kepada instansi yang terkait untuk dapat menyelesaikan konflik yang sedang memanas itu. Dan untuk oknum TNI AL yang melakukan penganiayaan secara fisik dan yang mengebom rumahnya untuk dapat segera ditangkap dan diadili sesuai dengan hukum yang berlaku.(fad/ras)

Exit mobile version