Site icon SumutPos

FHI Kantongi Data Honorer Bodong

MEDAN-Persoalan pengangkatan tenaga honorer dari Kota Medan tidak pernah berjalan mulus. Badan Kepegawaian Negara (BKN) selalu memiliki cara untuk menggagalkan proses tersebut.

Mulai dari honorer kategori satu (K1) yang berjumlah 143 orang sempat dibuat ketar ketir, karena menyatakan honorer K1 yang berasal dari Kota Medan tidak memenuhi persayaratan sehingga dinyatakan gagal diangkat menjadi calon pegawai negeri sipil (CPNS). Walaupun pada akhirnya tenaga honorer K1 itu dinyatakan lulus hingga dikeluarkan Nomor Induk Pegawai (NIP) secara bertahap.

Tak jauh berbeda, kini nasib honorer K2 yang berjumlah 471 dinyatakan tidak memenuhi kriteria oleh BKN, hanya karena pada saat pengusulan NIP tidak melampirkan Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM) dari Kepala Daerah.

Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kota Medan, Lahum menuding BKN memiliki maksud terselubung ketika menyatakan tenaga honorer K2 tidak dapat memperoleh NIP.

“Siapa yang ngomong seperti itu, sampai sekarang tidak ada pemberitahuan resmi dari BKN regional maupun BKN pusat tentang nasib honorer K2,” ujar Lahum di Balai Kota, Selasa (9/7).

Lahum menuding Kepala Humas BKN, Tumpak Hutabarat dengan sengaja membuat honorer K2 menjadi risau karena pernyataannya kepada media masa. Dengan begitu, peluang-peluang terjadi nya kecurangan semakin besar.

“Jangan terlalu percaya sama dia (Tumpak,Red), dari awal memang yang bersangkutan memang ingin membuat tenaga honorer di Kota Medan risau. Kalau memang usulan honore K2 ditolak, tolong berikan alasan yang jelas dengan mengirimkan surat resmi,” tegasnya.

Mantan Kadisdukcapil kota Medan itu kembali mengungkit persoalan honorer K2 mulai dari peluncuran nama-nama peserta ujian hingga menentukan nama-nama yang lulus seleksi, semua dilakukan oleh BKN.

Atas dasar semua itulah, ia mempertanyakan alasan BKN membuat persyaratan agar honorer K2 yang dinyatakan lulus ketika mengusulkan NIP harus melampirkan SPTJM dari Kepala Daerah. “Permintaan SPTJM dari Wali Kota Medan itu terlalu mengada-ada,” tandasnya.

Sebelumnya, Sekjen FHI Pusat Eko Imam SUryanto juga mencurigai adanya indikasi kecurangan terhadap persoalan honorer K2 di Kota Medan. Kecurigaan ini didasarkan Eko oleh sikap BKN dan BKD yang sama-sama tidak mau mengalah.

Seharusnya kedua instansi pemerintah itu melakukan komunikasi intens untuk mencari solusi atas nasib honorer K2 yang masih terkatung-katung dan belum jelas. “Kalau tidak ada kepentingan kedua belah pihak, pasti kedua instansi tersebut sudah bertemu dan mencari solusi untuk kebaikan, tapi kenyataannya sampai saat ini BKN dan BKN sama-sama bersikeras dan menyatakan pendapatnya adalah yang benar,” ungkapnya.

Eko juga mengerti alasan BKD yang tidak ingin melampirkan SPTJM dalam pengusulan NIP honorer K2. Namun alasan yang itu dianggap tidaklah tepat karena sudah adanya undang-undang otonomi daerah. Sehingga persoalan ini akan menjadi tanggung jawab kepala daerah, siapapun itu orangnya.

FHI, lnajut dia, juga memikirkan nasib kepala daerah yang membuat SPTJM untuk pengusulan NIP honorer K2. Untuk itu dia berharap agar BKD mau berkoordinasi dengan FHI, sebab FHI memiliki data honorer yang ditenggarai menggunakan data bodong. “BKD dapat menjadikan data itu sebagai pegangan untuk membuat SPTJM,” jelasnya.

Perlu diketahui, Pemko Medan merupakan satu-satunya daerah di Sumut yang belum beres pengusulan pemberkasan NIP honorer K2 yang sudah dinyatakan lulus tes.

Ini karena usul pemberkasan 471 honorer K2 Medan tidak disertai dengan Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM) yang diteken Wali Kota Medan Dzulmi Eldin.

Kepala Biro Humas dan Protokoler BKN Tumpak Hutabarat menjelaskan, untuk kabupaten/kota yang lain di Sumut pengusulannya sudah memenuhi prosedur. SPTJM-nya juga diteken oleh bupati/wali kotanya, setelah mereka minta jaminan para kadis/kepala SKPD bahwa para honorer yang bekerja di masing-masing unit itu memang honorer asli, bukan bodong.

“Jadi beberapa kabupaten di Sumut itu, para kepala dinasnya disumpah dulu oleh bupatinya, untuk menjamin data honorer K2 yang akan diusulkan pemberkasannya memang asli. Setelah para kepala dinasnya disumpah, barulah bupatinya meneken SPTJM. Kenapa Medan tak bisa seperti itu?” ujar Tumpak kepada koran ini di Jakarta, kemarin (9/7).

Dijelaskan Tumpak, sebenarnya Kepala Kantor Regional BKN di Medan sudah mengingatkan ke Pemko Medan agar pengusulan disertai SPTJM wali kota. Namun, ternyata berkas yang diusulkan SPTJM-nya tak diteken wali kota.

“Kalau seperti itu, ya sudah, kita terima saja tapi tidak akan diproses,” kata Tumpak, birokrat asal Medan itu.(dik/sam/azw)

Exit mobile version