Site icon SumutPos

KPK Curigai ‘Skandal Interpelasi’, Hasban Membantah

Foto: TRIADI WIBOWO/SUMUT POS Sekda Provsu, Hasban Ritonga di aula Martabe Gubernuran.
Foto: TRIADI WIBOWO/SUMUT POS
Sekda Provsu, Hasban Ritonga di aula Martabe Gubernuran.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sekretaris Daerah Provinsi Sumatera Utara Hasban Ritonga membantah ada aliran uang kepada DPRD Sumut untuk meredam bergulirnya hak interpelasi terhadap Gubsu Gatot Pujo Nugroho. Hasban juga mengaku tak tahu-menahu atas kecurigaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) soal adanya aliran dana tak resmi mengalir ke anggota DPRD Sumut terkait hal tersebut.

“Kalau resmi sudah pasti tak ada. Apakah benar ada isu-isu (aliran uang) saya tidak tahu lah. Saya baru dapat informasi dari media juga,” kata Hasban menjawab wartawan di Kantor Gubsu, Rabu (9/9).

Hasban ditanyai terkait pengusutan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait interpelasi terhadap Gubsu Gatot, atas pengembangan kasus dugaan suap hakim dan panitera Pengadilan Tata Usaha Negara Kota Medan.

Justru Hasban mengaku dirinya tahu ada pengembangan pemeriksaan KPK soal dugaan suap interpelasi dari media massa. Jajaran Pemprov Sumut, kata Hasban, tetap dalam posisi mengikuti apa yang menjadi tugas penyidik lembaga antirasuah.

“Kami kan dalam posisi menjalani, karena mereka (KPK) melaksanakan tugas. Saya tahu awalnya kan ini masalah OTT (Operasi Tangkap Tangan, Red) hakim PTUN Medan. Belakangan baru tahu dari media massa juga tentang adanya pengembangan masalah interpelasi di DPRD ,” ujarnya.

Mantan Inspektur Pemprov Sumut ini menampik ada hubungan dana hibah dan bansos yang tidak cair dengan wacana interpelasi yang digulirkan hingga tiga kali oleh DPRD Sumut. Kendati demikian, Hasban mempersilakan untuk menilik kembali apa saja yang menjadi materi dalam penggalangan interpelasi terdahulu.

“Itu berbeda dong. Kalau dibuat alasan-alasan, ya, itu masing-masing lah. Tapi tidaklah karena alasan bansos itu kemudian terjadi interpelasi. Tapi coba kita lihat dulu materi interpelasinya seperti apa?” katanya.

Disinggung kalau dulunya wacana interpelasi digadang-gadang lantaran banyak usulan hibah dan bansos dari anggota DPRD Sumut tidak cair, Hasban menjawab diplomatis.

“Oh iya (banyak bansos yang tidak cair). Pertama, karena disesuaikan dengan kemampuan keuangan pemerintah daerah. Kedua, dalam proses itu kan dilihat syarat-syarat yang ditentukan dipenuhi atau tidak. Kalau syarat-syarat sudah dipenuhi kan tentu bisa diakomodir,” jawabnya.

Di sisi lain, Hasban mengakui sedikit banyak kinerja Pemprov Sumut terganggu dengan banyaknya pemeriksaan aparat penegak hukum, termasuk jika KPK dalam pengembangan kasus dugaan suap interpelasi memanggil sejumlah pejabat di jajaran Pemprov Sumut. Namun ia menegaskan proses pemerintahan hingga hari ini tetap berjalan sebagaimana mestinya.?

“Harapan saya mudah-mudahan tidak terlalu banyak yang diperiksa-periksa seperti itu. Apakah itu akan menganggu atau tidak, sedikit banyaknya pasti ada. Tapi sampai saat ini proses pemerintahan tetap berjalan seperti biasa,” jawabnya.

Terpisah, mantan Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Provsu, Zulkarnain, tampak berkelit saat disinggung ihwal pemeriksaan dana bansos dan hibah Pemprovsu TA 2012-2013 di satuan kerjanya. “Coba (soal itu) tanya ke Pak Sekda saja,” ucapnya.

Pasalnya, dari 12 SKPD di Pemprov Sumut, alokasi bansos yang diusulkan oleh Dinas Perikanan dan Kelautan sebesar Rp755 juta untuk delapan penerima, sesuai temuan BPK, tak ada laporan pertanggungjawaban.

Menyikapi temuan BPK itu, Zulkarnain yang kini menjabat Assisten III Setdaprovsu hanya memberi jawaban normatif. Pria berkacamata tersebut, juga mengaku sudah diperiksa dalam kaitan dugaan kasus dimaksud.

“Oh iya, kita lihat saja nanti. Kan lagi diproses ya. Jadi kita lihat saja bagaimana prosesnya nanti. Saya juga sudah diperiksa. Saya tak mau mendahului Kejagung terkait apa hasil pemeriksaan itu,” katanya.

Zulkarnain juga enggan menjawab ketika disinggung amburadulnya LPj penerima hibah dan bansos tersebut, saat dirinya menjabat sebagai kepala dinas. Ia berkilah bahwa sudah mempertanggungjawabkan temuan dimaksud, dan kini menunggu hasil evaluasi dari kejaksaan.

“Kalau saya pribadi sudah pertanggungjawabkan. Tapi untuk hasilnya, nanti dievaluasi pihak kejaksaan,” tukasnya.

Diketahui, pada Selasa (8/9), Gubsu non-aktif Gatot Pujo Nugroho kembali diperiksa penyidik KPK. Tapi, ternyata pemeriksaan ini bukan terkait kasus suap hakim PTUN Medan yang menjerat Gatot sebagai tersangka.

Kepada wartawan di KPK, politikus Partai Keadilan Sejahtera itu mengaku dicecar penyidik seputar rencana penggunaan hak interpelasi oleh sejumlah anggota DPRD Sumatera Utara. “Saya diperiksa kapasitasnya sebagai saksi untuk interpelasi,” kata Gatot yang keluar dari gedung KPK sekitar pukul 19.00 WIB.

Gatot tidak menjelaskan apakah KPK tengah menyelidiki dugaan korupsi terkait rencana interpelasi oleh DPRD Sumut yang batal di tengah jalan sekitar bulan April lalu. Dia hanya mengatakan bahwa KPK menemukan ada sejumlah masalah.

“Ya ada beberapa permasalahan. Tadi saya dimintai keterangan sebagai saksi,” ucapnya.

Saat ditanya apakah ada permintaan uang dari anggota DPRD untuk menghentikan laju interpelasi, suami Evy Susanti itu memilih bungkam.

“Saya dimintai keterangan sebagai saksi. Nanti bisa ditanyakan kepada penyidik ya,” pungkasnya sebelum masuk ke mobil tahanan.

Komisi antirasuah memang diduga kuat tengah menggarap dugaan korupsi dibalik rencana interpelasi DPRD Sumut. Pasalnya, beberapa waktu lalu penyidik KPK menggeledah kantor DPRD Sumut dan menyita sejumlah dokumen terkait interpelasi.

Berdasarkan data hasil audit BPK tahun 2013 yang dipegang Sumut Pos, dalam laporan keuangan Pemprovsu tahun anggaran 2012 ada temuan sebesar Rp75 miliar dana bansos dan hibah yang tak disertai laporan pertanggungjawaban.

Dari 13 Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) penyalur bansos dan hibah, tercatat hanya Dinas Kehutanan Sumut yang penyaluran hibahnya disertai laporan pertanggungjawaban, yakni hibah untuk Kodam I /Bukit Barisan dalam rangka ‘Hari Menanam Nasional’ di Sumut senilai Rp500 juta. Selebihnya tidak disertai laporan pertanggungjawaban.

Terkait itu , pada 13 Agustus lalu, KPK menggeledah kantor DPRD Sumut terkait kasus dugaan suap hakim dan panitera PTUN Medan. Dari penggeledahan itu KPK dikabarkan menyita dokumen interpelasi terhadap Gatot, daftar hadir, dan risalah persidangan yang dilaksanakan DPRD Sumut.

Wacana penggunaan hak interpelasi terhadap Gatot menguat pada Maret 2015. Sebanyak 57 dari 100 anggota DPRD Sumut membubuhkan tanda tangan untuk mengajukan hak interpelasi. Hak interpelasi ini diduga terkait hasil audit BPK atas laporan keuangan Provinsi Sumut tahun 2013.

Namun, pada rapat paripurna 20 April, DPRD menyepakati hak interpelasi batal digunakan. Dari 88 anggota DPRD Sumut yang hadir, 52 orang menolak penggunaan hak tersebut, 35 orang menyatakan persetujuan, dan satu bersikap abstain. (prn/sam/val)

Exit mobile version