23.9 C
Medan
Thursday, April 24, 2025

DPR Bakal Stop Revisi UU Nomor 30

DPR mulai kompak untuk menyetop rencana revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Komisi III DPR yang mengawali pembahasan draf revisi itu kini malah berupaya lepas tangan dengan menyerahkan kelanjutan revisi UU KPK ke badan legislasi (baleg).

Bahkan, kemarin (9/10) komisi III menolak melakukan pembahasan bersama baleg untuk mematangkan substansi draf itu. “Kami menyerahkan sepenuhnya kepada baleg untuk menyikapi dan menindaklanjuti RUU KPK ini. Jadi, kami menyerahkan kembali ini ke baleg. Jika ada suara-suara untuk mencabut dan tidak melanjutkan pembahasan, silakan dibicarakan dengan pemerintah,” kata Wakil Ketua Komisi III Aziz Syamsuddin setelah rapat dengan jajaran baleg di gedung DPR kemarin.

Kebetulan Aziz Syamsuddin yang memimpin rapat pleno komisi III pada 3 Juli 2012. Dalam rapat itu diputuskan untuk meneruskan draf revisi UU KPK yang disusun komisi III kepada baleg.

Dalam rapat dengan baleg kemarin, Aziz datang bersama Ketua Komisi III Gede Pasek Suardika, Wakil Ketua Komisi III Nasir Djamil, dan sejumlah anggota komisi. Sementara itu, dari baleg hadir ketuanya, Ignatius Mulyono, bersama Wakil Ketua Dimyati Natakusumah dan Anna Muawanah.

Aziz menegaskan sikap komisi III yang menolak mengikuti pembahasan RUU KPK. Keputusan itu diambil dalam rapat pleno komisi III pada Senin malam (8/10) yang dihadiri tujuh fraksi. Ada dua fraksi yang tidak hadir, yakni PDIP dan Gerindra. Menurut Aziz, pleno komisi III menilai, draf yang mereka ajukan ke baleg sudah kedaluwarsa.

Dalam hal itu, pihaknya berpegang pada tata tertib DPR. Tatib itu mengatur pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi RUU dilakukan dalam jangka waktu paling lama 10 hari masa sidang sejak RUU itu diterima baleg. Komisi III, jelas Aziz, mengirimkan surat dan draf ke baleg pada 4 Juli.
Sekalipun masa reses Agustus lalu memang tidak ikut dihitung, batas waktu itu sudah terlampaui. “Kami tidak masuk dalam pembahasan yang berdasarkan tatib sudah kedaluwarsa dan kami minta silakan baleg ambil alih,” tegasnya.

Untuk diketahui, sekitar September lalu, tatib DPR direvisi. Salah satunya terkait batas waktu pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi RUU di baleg. Yakni, dari 10 hari menjadi 20 hari. Dengan “aturan” baru itu pun, tegas Aziz, draf revisi UU KPK yang diajukan komisi III tetap tergolong kedaluwarsa.

Kalau memang ingin membatalkan rencana revisi UU KPK dari program legislasi nasional (prolegnas), Aziz menyerahkan kepada baleg untuk membahasnya bersama pemerintah, dalam hal ini Menkum HAM. “Kami tidak ingin masuk pembahasan yang sifatnya kedaluwarsa,” tegas politikus Golkar itu.

Baleg berpegang pada rapat pleno pertama yang menyebut diterimanya surat dan draf revisi UU KPK dari komisi III pada 13 September. Bila dihitung maju dengan menafikan Sabtu dan Minggu, 20 hari sejak 13 September baru jatuh pada 10 Oktober (hari ini, Red).
“Tafsir kami adalah diterima baleg itu (terhitung, Red) pada saat rapat pleno,” kata Dimyati.

Namun, Dimyati tidak mempersoalkan sikap komisi III yang menganggap itu sudah kedaluwarsa. “Nggak apa-apa. Itu persepsi komisi III saja dan itu tidak salah tafsirnya karena dalam tatib tidak ada penjelasan,” ujar Dimyati yang juga duduk di komisi III.

Dia menyampaikan, baleg nanti merumuskan ulang draf itu. “Nanti kita lihat apakah dalam perumusan ulang perlu dilanjutkan atau tidak,” ungkapnya.
Anggota komisi III Saan Mustofa menyampaikan, satu-satunya forum yang bisa mengakhiri polemik tersebut adalah rapat paripurna. Opsinya adalah menghentikan pembahasan atau sekalian dikeluarkan dari prolegnas. Untuk itu, dia meminta pimpinan DPR segera mengadakan rapat konsultasi dengan mengundang pimpinan fraksi-fraksi. “Pimpinan jangan membiarkan polemik ini berlarut-larut,” tegas politikus Demokrat itu.

Terkait mekanisme penghentian revisi UU KPK, Ketua DPR Marzuki Alie berpandangan bahwa sebagai bagian dari prolegnas, tidak ada kewajiban yang mutlak bahwa rencana revisi harus tuntas. “Prolegnas itu tidak harus semua dilaksanakan,” ujar Marzuki kemarin.

Dia juga mengingatkan, tidak ada hak pimpinan untuk mencabut draf revisi UU KPK yang ada di baleg saat ini. Sebagai keputusan paripurna, revisi UU KPK juga hanya bisa dicabut lewat paripurna.

Lantas, bagaimana mekanisme pembatalannya? Marzuki juga belum bisa memastikan. “Mekanismenya nanti kita lihat, saya nggak tahu karena memang belum (resmi) keluar jadi RUU hasil paripurna. Tapi, kalau kemudian (draf) dibiarkan saja oleh komisi III, itu akan mati dengan sendirinya,” tegasnya.
Sementara itu, dukungan terhadap KPK terus disuarakan oleh lapisan masyarakat. Setidaknya di Medan puluhan massa yang tergabung dalam Solidaritas Rakyat Anti Korupsi (Sorak), melakukan aksi damai ini dilakukan Bundaran Majestyk di Jalan Gatot Subroto Medan, kemarin siang. “Kita mendukung KPK untuk memberantas korupsi di Indonesia ini, demi tanah air yang bebas korupsi pemerintah harus mendukungnya,” ujar Muhrizal Syahputra selaku kordinator aksi.

Selang Sorak melakukan aksi, massa yang lain dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Kota Medan juga menggelar aksi serupa mendukung KPK untuk memberantas korupsi. Massa bukan saja melakukan orasi tapi juga membakar ban bekas di tengah jalan protokol itu sehingga menimbulkan kemacetan. Aksi ini mendapatkan pengawalan ketat dari pihak kepolisian dari Polresta Medan dan Satlantas Polresta Medan, setelah menyampaikan orasinya massa akhirnya membubarkan diri dengan tertib. (pri/dyn/c6/agm/jpnn/gus/jon)

DPR mulai kompak untuk menyetop rencana revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Komisi III DPR yang mengawali pembahasan draf revisi itu kini malah berupaya lepas tangan dengan menyerahkan kelanjutan revisi UU KPK ke badan legislasi (baleg).

Bahkan, kemarin (9/10) komisi III menolak melakukan pembahasan bersama baleg untuk mematangkan substansi draf itu. “Kami menyerahkan sepenuhnya kepada baleg untuk menyikapi dan menindaklanjuti RUU KPK ini. Jadi, kami menyerahkan kembali ini ke baleg. Jika ada suara-suara untuk mencabut dan tidak melanjutkan pembahasan, silakan dibicarakan dengan pemerintah,” kata Wakil Ketua Komisi III Aziz Syamsuddin setelah rapat dengan jajaran baleg di gedung DPR kemarin.

Kebetulan Aziz Syamsuddin yang memimpin rapat pleno komisi III pada 3 Juli 2012. Dalam rapat itu diputuskan untuk meneruskan draf revisi UU KPK yang disusun komisi III kepada baleg.

Dalam rapat dengan baleg kemarin, Aziz datang bersama Ketua Komisi III Gede Pasek Suardika, Wakil Ketua Komisi III Nasir Djamil, dan sejumlah anggota komisi. Sementara itu, dari baleg hadir ketuanya, Ignatius Mulyono, bersama Wakil Ketua Dimyati Natakusumah dan Anna Muawanah.

Aziz menegaskan sikap komisi III yang menolak mengikuti pembahasan RUU KPK. Keputusan itu diambil dalam rapat pleno komisi III pada Senin malam (8/10) yang dihadiri tujuh fraksi. Ada dua fraksi yang tidak hadir, yakni PDIP dan Gerindra. Menurut Aziz, pleno komisi III menilai, draf yang mereka ajukan ke baleg sudah kedaluwarsa.

Dalam hal itu, pihaknya berpegang pada tata tertib DPR. Tatib itu mengatur pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi RUU dilakukan dalam jangka waktu paling lama 10 hari masa sidang sejak RUU itu diterima baleg. Komisi III, jelas Aziz, mengirimkan surat dan draf ke baleg pada 4 Juli.
Sekalipun masa reses Agustus lalu memang tidak ikut dihitung, batas waktu itu sudah terlampaui. “Kami tidak masuk dalam pembahasan yang berdasarkan tatib sudah kedaluwarsa dan kami minta silakan baleg ambil alih,” tegasnya.

Untuk diketahui, sekitar September lalu, tatib DPR direvisi. Salah satunya terkait batas waktu pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi RUU di baleg. Yakni, dari 10 hari menjadi 20 hari. Dengan “aturan” baru itu pun, tegas Aziz, draf revisi UU KPK yang diajukan komisi III tetap tergolong kedaluwarsa.

Kalau memang ingin membatalkan rencana revisi UU KPK dari program legislasi nasional (prolegnas), Aziz menyerahkan kepada baleg untuk membahasnya bersama pemerintah, dalam hal ini Menkum HAM. “Kami tidak ingin masuk pembahasan yang sifatnya kedaluwarsa,” tegas politikus Golkar itu.

Baleg berpegang pada rapat pleno pertama yang menyebut diterimanya surat dan draf revisi UU KPK dari komisi III pada 13 September. Bila dihitung maju dengan menafikan Sabtu dan Minggu, 20 hari sejak 13 September baru jatuh pada 10 Oktober (hari ini, Red).
“Tafsir kami adalah diterima baleg itu (terhitung, Red) pada saat rapat pleno,” kata Dimyati.

Namun, Dimyati tidak mempersoalkan sikap komisi III yang menganggap itu sudah kedaluwarsa. “Nggak apa-apa. Itu persepsi komisi III saja dan itu tidak salah tafsirnya karena dalam tatib tidak ada penjelasan,” ujar Dimyati yang juga duduk di komisi III.

Dia menyampaikan, baleg nanti merumuskan ulang draf itu. “Nanti kita lihat apakah dalam perumusan ulang perlu dilanjutkan atau tidak,” ungkapnya.
Anggota komisi III Saan Mustofa menyampaikan, satu-satunya forum yang bisa mengakhiri polemik tersebut adalah rapat paripurna. Opsinya adalah menghentikan pembahasan atau sekalian dikeluarkan dari prolegnas. Untuk itu, dia meminta pimpinan DPR segera mengadakan rapat konsultasi dengan mengundang pimpinan fraksi-fraksi. “Pimpinan jangan membiarkan polemik ini berlarut-larut,” tegas politikus Demokrat itu.

Terkait mekanisme penghentian revisi UU KPK, Ketua DPR Marzuki Alie berpandangan bahwa sebagai bagian dari prolegnas, tidak ada kewajiban yang mutlak bahwa rencana revisi harus tuntas. “Prolegnas itu tidak harus semua dilaksanakan,” ujar Marzuki kemarin.

Dia juga mengingatkan, tidak ada hak pimpinan untuk mencabut draf revisi UU KPK yang ada di baleg saat ini. Sebagai keputusan paripurna, revisi UU KPK juga hanya bisa dicabut lewat paripurna.

Lantas, bagaimana mekanisme pembatalannya? Marzuki juga belum bisa memastikan. “Mekanismenya nanti kita lihat, saya nggak tahu karena memang belum (resmi) keluar jadi RUU hasil paripurna. Tapi, kalau kemudian (draf) dibiarkan saja oleh komisi III, itu akan mati dengan sendirinya,” tegasnya.
Sementara itu, dukungan terhadap KPK terus disuarakan oleh lapisan masyarakat. Setidaknya di Medan puluhan massa yang tergabung dalam Solidaritas Rakyat Anti Korupsi (Sorak), melakukan aksi damai ini dilakukan Bundaran Majestyk di Jalan Gatot Subroto Medan, kemarin siang. “Kita mendukung KPK untuk memberantas korupsi di Indonesia ini, demi tanah air yang bebas korupsi pemerintah harus mendukungnya,” ujar Muhrizal Syahputra selaku kordinator aksi.

Selang Sorak melakukan aksi, massa yang lain dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Kota Medan juga menggelar aksi serupa mendukung KPK untuk memberantas korupsi. Massa bukan saja melakukan orasi tapi juga membakar ban bekas di tengah jalan protokol itu sehingga menimbulkan kemacetan. Aksi ini mendapatkan pengawalan ketat dari pihak kepolisian dari Polresta Medan dan Satlantas Polresta Medan, setelah menyampaikan orasinya massa akhirnya membubarkan diri dengan tertib. (pri/dyn/c6/agm/jpnn/gus/jon)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru