Site icon SumutPos

Ramadhan Pohan: Saya Masuk Perangkap!

SUTAN SIREGAR/SUMUT POS
SIDANG RAMADHAN POHAN_Sidang nota keberatan (eksepsi) terhadap dugaan penggelapan uang oleh Wakil Sekretaris DPP Partai Demokrat Ramadhan Pohan (Rampoh) digelar Di pengadilan Negri Medan, Selasa (10/1) Kali ini sidang Rampoh menjelaskan kronologi terhadap dugaan yang ditujukan kepadanya.

MEDAN, SUMUTPOS.CO -Ramadhan Pohan, Wakil Sekjen DPP Partai Demokrat yang menjadi terdakwa kasus penipuan dan penggelapan senilai Rp15,3 miliar, membantah seluruh dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) atas kasus menjerat dirinya. Bantahan itu disampaikan dalam nota keberatan dakwaan atau eksepsi di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Selasa (10/1) siang.

“Melalui keberatan (Eksepsi), saya ingin menegaskan bahwas saya selaku terdakwa sangat keberatan dengan segala yang didakwakan penuntut umum kepada saya. Oleh karena, pada dasarnya saya tidak pernah melakukan perbuatan penipuan maupun berbagai perbuatan lain yang membuat saya bisa dikualifikasi melakukan perbuatan penipuan,” jelas Ramadhan Pohan di hadapan majelis hakim yang diketuai Djaniko MH Girsang, di ruang Cakra VII PN Medan.

Dalam nota keberatan itu, Wakil Sekretaris Jendral DPP Demokrat itu, menyampaikan  isi hatinya. Dia  sempat menceritakan motivasinya maju ke Pilkada Medan karena didorong warga dan aktivis politik yang menginginkan perubahan signifikan di kota ini. Ramadhan Pohan juga sempat menyinggung pasangannya, calon Wakil Wali Kota Eddie Kusuma. Menurutnya, semua kebijakan mereka dalam Pilkada 2015 dibuat bersama.

“Saya sampaikan merasa dizolimi dengan kasus ini. Saya sudah kalah Pileg, kalah Pilkada, tidak punya uang, apalagi jabatan, malah tersandung kasus lagi dengan disangka melakukan penipuan dan utang lebih Rp 15 miliar,” ujarnya membela diri.

Ramadhan menyebutkan, bila melakukan penipuan dan penggelapan, otomatis kekayaan yang dimiliki akan bertahan secara dratis. Namun, hal itu tidak terjadi. “Kalau dikumpuli dan ditotal apa yang saya miliki Rp2,5 miliar tidak sampai,” katanya.

Kemudian, Ramadhan juga bercerita tentang perjalanan dirinya saat bertarung di Pilkada Medan 2015. Usai pendaftaran pasangan calon ke KPUD Medan pada 27 Juli 2015. Kata Ramadhan Pohan, Savita Linda Panjaitan datang menawarkan bantuan dan jaringan yang dia miliki di Kota Medan. Linda merupakan kenalan istri Ramadhan, Asti Riefa Dwiyandani, dan disebut sebagai pengusaha kelapa sawit dan memiliki jaringan luas di kalangan sosialita, bisnis, dan orang-orang kaya di Medan.

Linda meminta  properti digadaikan demi mendapatkan dana. Namun Ramadhan memilih dikenalkan dengan para donatur. Menurut Ramadhan, saat itu Linda tidak bahagia mendengar penolakan itu. Beberapa hari berselang, Linda disebutkan meminta pembukaan rekening untuk menampung dana para donatur yang akan masuk. Dia diyakinkan membuat rekening terpisah pada Bank Mandiri.

“Faktanya sejak rekening itu dibuka, yang prakarsa dan setoran awal tunainya dieksekusi Linda, sampai detik terakhir rekening dibekukan, angkanya tidak pernah bertambah dari setoran awal di bawah Rp10 juta. Bolak-balik adanya transaksi atau penarikan dan penyetoran uang terjadi antara Inang Sianipar (saksi korban Rotua Hotnida Panjaitan)  dengan Linda dan di rekening mereka sendiri. Saya baru tahu hal itu saat pemeriksaan di Polda Sumut,” aku Ramadhan.

Ramadhan mengaku heran dan kecewa pada Linda. Dengan kejadian ini, dia harus menjadi terdakwa dan duduk dikursi pesakitan. Saat itu Linda datang kepadanya menyodorkan sebuah kertas kosong dan meminta dirinya menandatangani surat itu. Ia pun lantas menandatanganinya. “Lalu ketika persoalan ini dibawa Linda ke ranah hukum, saya baru tahu kalau kertas kosong yang saya tandatangani itu sudah berisi tulisan angka dan jumlah dana yang menjuadi piutang saya. Saya merasa terperdaya, saya masuk perangkap,” cetus Ramadhan.

Dia menegaskan tidak pernah menerima bahkan tidak pernah melihat uang itu. “Lalu kenapa saya dimintai pertanggungjawaban?” tanyanya.

Sementara itu, Penasihat Hukum Ramadhan Pohan menyatakan dakwaan terhadap kliennya adalah upaya rekayasa kriminalisasi atas hubungan kedekatannya dengan Linda. “Yang mengaku dan bertindak seolah dirinya donatur kampanye pencalonan terdakwa dalam kontes Pilkada Kota Medan tahun 2015, yang dikaitkan dengan dugaan adanya hubungan hukum pinjam meminjam uang atau utang piutang atau transaksi uang antara saksi Savita Linda Mora Panjaitan alias Savita Linda Hora Panjaitan dengan pelapor atau  saksi korban,” kata Marasamin Ritonga, kepada wartawan, kemarin siang di PN Medan.

Penasihat hukum menilai surat dakwaan jaksa tidak dapat diterima karena yang didakwakan bukanlah tindak pidana kejahatan atau pelanggaran. Mereka menilai yang terjadi adalah utang piutang.

Penasihat hukum juga menyatakan surat dakwaan harus dibatalkan karena tidak jelas dan tidak cermat. Dakwaan dinilai kabur dalam menguraikan perbuatan nyata yang dilakukan terdakwa dikaitkan dengan unsut Pasal 378 KUHP. Dakwaan juga dinilai kabur mengenai tempat dan waktu kejadian.

Penasihat hukum meminta agar majelis hakim yang mengadili dan memutus perkara ini menerima dan mengabulkan eksepsi itu. “Menyatakan demi hukum surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum tidak dapat diterima,” pungkasnya. (gus/ila)

 

Exit mobile version