Site icon SumutPos

Ustad Latifkan Diinterogasi di KNIA

HIMBAUAN AKSI 112. Kapolri Jenderal Tito Karnavian (kedua kanan) bersama Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo (kedua kiri), Pangdam Jaya Mayjen TNI Teddy Lhaksmana (kiri) dan Kapolda Metro Jaya Irjen Pol M Iriawan (kanan) memberikan keterangan pers terkait aksi 112 di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (10/2). Dalam keterangannya, Kapolri dan Panglima TNI mengingatkan agar penyelenggaraan aksi damai 112 di Masjid Istiqlal tidak menyinggung muatan politik serta memegang komitmen untuk melaksanakan kegiatan dengan aman dan tertib. HARITSAH ALMUDATSIR/JAWA POS

MEDAN- Pembatalan aksi long march peserta Aksi 11 Februari 2017 atau Aksi 112 yang akan digelar Forum Umat Islam (FUI), tak menyurutkan semangat massa dari Gerakan Anti Penistaan Agama Islam (GAPAI) Sumut untuk ke Jakarta. Sedikitnya 425 orang dari GAPAI Sumut akan ikut aksi tersebut. Bahkan, mereka telah mencarter tiga pesawat untuk terbang ke Jakarta. Sayangnya, pihak meskapai membatalkan secara sepihak.

Kordinator GAPAI Sumut, Ustadz Heriansyah kepada Sumut Pos mengatakan, awalnya massa GAPAI Sumut akan berangkat ke Jakarta secara berjamaah dengan mencarter 3 pesawat, setiap pesawat bermuatan 165 orang. ” Memang kita sempat ragu, mereka (pihak maskapai, Red) meminta nama yang akan berangkat. Namun, mereka tidak mau dibayarkan langsung. Ongkosnya disepakati Rp500 ribu per orang, jadi totalnya hampir setengah milyar,” ujar Heriansyah.

Karenanya, dia menilai, ada indikasi upaya pengembosan terhadap langkah mereka ke Jakarta. Dia juga menduga, ada indikasi intervensi terhadap pihak maskapai. Namun, dia tidak dapat melakukan upaya hukum terhadap pihak maskapai tersebut atas pembatalan sepihak ini, karena tidak ada kontrak resmi atau tertulis.

Meski demikian, Heriansyah yakin, upaya itu tidak dapat menghalangi langkah mereka untuk mengikuti Aksi 112, hari ini. Mereka tetap berangkat ke Jakarta dengan membeli tiket pesawat reguler, meskipun harga tiket tiket pesawat tujuan Jakarta, tiba-tiba naik drastis. Terlebih, jika beberapa orang yang namanya sempat didaftarkan pada carteran pesawat, terpaksa membeli tiket dengan aplikasi melalui android orang lain.

“Bayangkan, harga tiket mencapai Rp1,8 juta hingga Rp2,2 juta. Sangat tidak rasional harga itu. Karena ada juga yang seperti sudah ditandai, ada yang harus berangkat ke Padang, Bandung dan Aceh dulu baru ke Jakarta,” ungkap Heriansyah.

Dia juga menilai, pemerintah bersikap irasional dan panic menghadapi Aksi 112 ini. Sehingga berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk membatalkan aksi tersebut.

“Keputusannya blunder dan antiklimaks,” tandasnya.

Ustad Latif Khan Diinterogasi Polisi Bandara

Sementara, ustad kondang Abdul Latif Khan sempat diinterogasi Polisi Bandara Kualanamu saat hendak bertolak ke Jakarta, sekira pukul 15.30 WIB. Mantan anggota DPRD Deli Serdang itu tidak mengetahui apa tujuan Polisi Airport menanyainya seputar keberangkatannya ke Jakarta dengan menumpangi pesawat Lion Air.

“Saya ditanya mau kemana? Apa tujuan? Mau ngapai ke Jakarta? Saya diam dan tidak mau menjawab,” sebut Abdul Latif Khan saat dikonfirmasi Sumut Pos, tadi malam.

Dai kondang Sumatera Utara itu terus diikuti petugas kepolisian hingga di ruang pemeriksaan atau X-Ray. “Saya menggunakan tali pinggang di depan X-Ray, polisi itu tepat disamping saya. Kemudian, saya ajak ngomonglah. Bapak (Polisi,red) tugas dimana? Dia menjawab saya tugas di bandara ini,” ucapnya menirukan percakapan tersebut.

Setelah itu, Latif Khan kembali ditanyakan soal dirinya sebagai pimpinan rombongan yang akan bertolak ke Jakarta mengikuti Aksi 112. Namun, dia membantah hal itu. Karena, dirinya bersama rombongan berjumlah sekitar 50 orang, bukan satu kelompok. Melainkan berangkat secara sendiri-sendiri ke Jakarta.

“Semua itu, hanya kebetulan. Ada juga berangkat dengan pesawat dan jam berbeda sama saya. Saya take Off jam 4 sore tadi (kemarin,red). Saya jawab, saya bukan pimpinan rombongan. Saya ke Jakarta bertujuan berdakwaan. Memang saya akan singgah di Masjid Istiqlal,” katanya.

Dengan sejumlah pertanyaan dilontarkan petugas kepolisian bandara itu, menurut Latif, menguatkan bahwa ada ketakutan Pemerintah Indonesia dalam aksi bela Islam ini.

“Pemerintah jangan takut dengan Aksi Bela Islam ini. Beberapa kali dilakukan, tidak terjadi apa-apa, tidak ada ancaman NKRI dalam aksi ini. Malah memperkuat ukhuwah umat untuk menjaga bersama NKRI ini,” jelasnya.

Dia menjelaskan, tujuan aksi bela Islam ini, untuk mengawal proses hukum yang berlangsung atas kasus penistaan agama dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok. “Tidak ada kita membuat kegaduhan, pemerintah jangan takut. Kita bersama-sama menjaga keamanan dan ketertiban negera ini. Kita ingin mengawal hukum si penista agama dan tidak ada hubungan aksi bela Islam dengan Pilkada DKI,” tandasnya.

Sementara, pemerintah mengapresiasi sikap beberapa pihak yang tidak jadi menggelar aksi long march hari ini. Sebab, sejak awal pemerintah memang melarang aksi tersebut karena berdekatan dengan masa tenang Pilkada DKI Jakarta. Juga agar tidak berbenturan dengan aktivitas hari terakhir kampanye.

Wakil Presiden Jusuf Kalla menegaskan, pemerintah memang tidak memberi izin aksi di jalanan selama masa tenang. Karena itu, dia mengapresiasi kesepakatan untuk menggelar zikir dan doa bersama di masjid Istiqlal. ’’Selama itu prosesnya doa dan istighosah di masjid, ya silakan saja. Itu tidak bisa dilarang,’’ ujarnya di kantor Wapres kemarin (10/2).

Menurut JK, solusi yang diambil dalam pertemuan di kediaman Menkopolhukam Wiranto Kamis (9/2) lalu merupakan langkah yang baik. ’’Kalau doa, semua orang juga berdoa,’’ lanjut Wapres. Bila pemerintah ataupun aparat menghalangi, sama saja dengan menghalangi orang beribadah.

Senada, Menkopolhukam Wiranto menjelaskan bahwa pertemuan di kediamannya menghasilkan pemahaman bahwa kegiatan kelompok tertentu tidak boleh mengganggu kegiatan masyarakat. ’’Tidak mengusik ketenteraman dan ketenangan masyarakat dalam rangka melakukan suatu pemilihan kepala daerah,’’ terangnya di kompleks Istana Kepresidenan kemarin (10/2).

Long march ditiadakan, salah alasannya agar tidak berbenturan dengan kegiatan di hari terakhir kampanye pilkada DKI Jakarta. FPI dan GNPF sudah menjamin di depan publik bahwa tidak akan melakukan long march. ’’Itu jaminan moral yang luar biasa berat,’’ lanjut Wiranto.

Karena itu, dia berharap masyarakat bisa tetap tenang dan tidak terpengaruh oleh berbagai informasi yang tidak jelas kebenarannya. Sebab, akan selalu ada pihak yang memanfaatkan momen kesepakatan itu untuk membuat keadaan semakin keruh. Padahal, yang terjadi adalah kondisi yang tenang dan damai. (byu/nw/jpg/ain/gus/adz)

Exit mobile version