Site icon SumutPos

Elit Parpol Menyerang

Foto: ANDRI GINTING/SUMUT POS
Warga mengurus pembuatan e-KTP di Kator Camat Medan Kota.

SUMUTPOS.CO  – Di tengah kekosongan blanko KTP di seluruh Indonesia, ada mega korupsi yang kini malah membuat kegaduhan. Sejak dibukanya sejumlah nama yang menerima suap aliran dana proyek e-KTP, yang melibatkan sejumlah tokoh politik nasional. Saat itu pula serangan balik dari elit partai politik (parpol) mulai muncul. Salah satunya datang dari mantan Ketua DPR Marzuki Alie. Dia melaporkan Andi Agustinus alias Andi Narogong ke Bareskrim Polri atas penyebutan nama dirinya di dakwaan e-KTP.

Surat dakwaan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam agenda sidang dugaan penyuapan dengan terdakwa Irman dan Sugiharto. Di dalam dakwaan KPK itu,

Marzuki disebut mendapat keuntungan sebesar Rp 20 miliar dari e-KTP. Uang itu disinyalir untuk memuluskan pembahasan anggaran proyek itu di DPR 2010 lalu.

”Saya melaporkannya atas dugaan fitnah dan pelanggaran undang-undang ITE, sebab ini muncul di dunia maya,” jelasnya ditemui di depan gedung Bareskrim, Jumat (10/3).

Marzuki mengatakan, dalam dakwaan tersebut Andi Narogong akan membagikan uang Rp 520 miliar ke sejumlah pihak, salah satunya adalah dirinya. Masalahnya, itu pada kata ”akan” yang menunjukkan kejadian belum terjadi. ”Yang akan dibagikan, yang akan, jadi belum dibagikan,” paparnya.

Dia mengaku sama sekali tidak mengenal Andi Narogong. Bahkan, tidak pernah bertemu dengannya. ”Saya tidak pernah bicara apapun soal e-KTP, saya tidak pernah main proyek-proyek dengan siapapun. Silahkan kroscek ke semua pejabat, pernahkan saya saat menjadi ketua DPR meminta alokasi anggaran, mengawal proyek dan sebagainya?,” tegasnya.

Walau begitu, Marzuki mengaku siap bila akan dipanggil sebagai saksi. Kendati dia memahami penyebutan dirinya dalam dakwaan itu hanya keterangan kosong. ”Tidak ada peristiwa apapun. Kalau ada peristiwa itu, ya seperti pertemuan, telepon dan sebagainya,” ujarnya.

Dia menegaskan, untuk KPK dan Andi agar bisa membuktikan semua tuduhan yang tertuang dalam dakwaan tersebut. ”Kita minta KPK untuk buktikan, Andi juga buktikan. Ini tantangan untuk Andi,” ujarnya.

Dengan penyebutan dalam dakwaan itu, dia mengaku bahwa seharusnya KPK bekerja secara professional. Sesuatu yang belum dikonfirmasi, belum dilihat aliran uangnya tentu seharusnya jangan dulu menyebut nama seseorang. ”Kalau tidak terklarifikasi benar, jangan sebut. Saya ini punya keluarga, punya sahabat, punya anak-anak didik. Ini menghina saya secara pribadi,” tegasnya.

Mantan anggota Komisi II DPR Khatibul Umam Wiranu juga membantah bahwa dia disebut menerima USD 400 ribu di proyek pengadaan E-KTP. Umam menyatakan, justru dirinya adalah salah satu anggota Komisi II yang menolak besaran anggaran e-KTP yang mencapai Rp 5,9 triliun.“Saya setuju dengan pentingnya Single Identity Number (NIK tunggal), namun saya tidak mau menandatangani persetujuan Komisi II,” kata Khatibul.

Menurut Khatibul, dirinya pada tahun 2012 dipindah dari Komisi II ke Komisi III. Lalu, pada akhir tahun 2013 kembali di Komisi II sebagai Wakil Ketua. Saat kembali, proyek e KTP sudah selesai.

“Saya sungguh kaget dengan munculnya nama saya dalam dakwaan kasus E KTP. Marwah martabat saya, keluarga, teman dirusak. Jahat banget yang membuat skenario dan cerita dana 400 ribu dollar itu,” kata politikus Partai Demokrat itu.

Menurut Khatibul, dirinya sedang mencari tahu siapa yang mencatut namanya untuk disangkut pautkan dengan suap e-KTP. Dia meyakini ada pihak tertentu yang menggunakan namanya untuk kepentingannya.“Saya sudah jelaskan kepada penyidik kenapa menolak tanda tangan, sebab ada yang janggal pada harga-harga di beberapa titik,” kata Khafidul.

Sedangkan Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto telah memberikan bantahan tidak menerima sejumlah uang dalam pengadaan e-KTP. Namun, tak seperti Marzuki Alie yang lapor ke Bareskrim, Novanto belum mengambil keputusan apakah akan mengajukan gugatan balik melalui kepolisian. “Ya, saya serahkan semua ke proses hukum. Kita lihat saja nanti,” kata Novanto di kantor DPP Partai Golkar.

Novanto menyatakan, dirinya ingin mengikuti proses persidangan E-KTP. Jika pada saatnya nanti, pengadilan ingin meminta keterangan dirinya, Novanto mengaku siap untuk menjelaskan. “Pada saatnya nanti, apabila diminta saya siap hadir,” ujarnya.

Serangan balik elit parpol itu membuat para saksi mega korupsi e-KTP mencari perlindungan. Para saksi yang bekerja di salah satu perusahaan penyedia barang/jasa (rekanan) e-KTP, misalnya. Mereka khawatir bila kesaksian yang akan diungkapkan dalam persidangan berdampak pada karir pekerjaan dan keselamatan pribadi serta keluarga.

”Takut kalau di mutasi atau di pecat,” kata Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Lili Pintauli Siregar kepada Jawa Pos, kemarin. Sebagai catatan, di surat dakwaan korupsi e-KTP juga menyeret sejumlah korporasi. Uang haram miliaran rupiah disebut-sebut mengalir ke perusahaan-perusahaan rekanan itu.

Lili mengatakan, pada 2013 lalu pihaknya juga mendampingi seorang pimpinan perusahaan rekanan e-KTP yang berniat mengungkap korupsi berjamaah dalam proyek pengadaan tahun anggaran (TA) 2011-2013 tersebut. Pihaknya pun memberikan perlindungan kepada pihak perusahaan meski tidak secara resmi. ”Dulu perusahaan itu sangat tahu persis (korupsi e-KTP),” jelasnya.

LPSK mengimbau para saksi e-KTP segera mengajukan permohonan perlindungan. Sebab, langkah itu penting untuk melindungi hak saksi dari serangan para aktor politik atau pihak-pihak lain yang merasa dirugikan dengan pengusutan kasus dengan kerugian keuangan negara Rp 2,3 triliun itu. ”Saksi tidak bisa digugat secara pidana atau pun perdata,” terangnya.

Terkait serangan elit partai politik (parpol) yang melaporkan kesaksian e-KTP, Lili berharap penegak hukum jeli. Laporan itu mesti melihat ketentuan dan hak para saksi saat memberikan keterangan suatu kasus. ”Tidak serta merta langsung ditindaklanjuti,” ungkapnya. Lili pun berharap para saksi tetap konsisten memberikan keterangan pada sidang lanjutan e-KTP pada Kamis (16/3).

Diminta pendapatnya, Pakar Hukum Pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Muzakir menuturkan KPK wajib membuktikan keterlibatan nama-nama dalam dakwaan kasus e-KTP. Jika tidak, maka berarti KPK sama saja dengan membuat fitnah. “Nama-nama yang disebut menerima dana (proyek e-KTP, Red) itu, KPK wajib membuktikan. Bila tidak, itu fitnah. Ini berat bagi KPK. Untuk itulah, nama-nama di dalam dakwaan harus dijadikan sebagai tersangka, karena di dalam dakwaan disebut menerima dana,” sebutnya.

Disebabkan penyebutan nama-nama penerima dana proyek e-KTP dilakukan tanpa adanya penetapan tersangka. “KPK sendiri  ragu dan jelas sekali bahwa dia belum melakukan klarifikasi atau penyelidikan terhadap yang bersangkutan,” ungkapnya.

Muzakir berpendapat, keliru apabila dakwaan kasus proyek e-KTP menyebutkan secara langsung nama-nama penerima uang proyek tersebut. Sebab, nama-nama penerima itu bukan sebagai tersangka.

“Itu bisa merusak nama baik orang. Kalau belum jelas, ya jangan diungkap namanya dulu. Ini menurut saya KPK agak blunder dalam konteks ini, ini enggak seperti KUHAP,” katanya.

Seharusnya, kata Muzakir, orang-orang tersebut dihadirkan terlebih dulu ke persidangan sebagai saksi. Kalau saksi ini terbukti terlibat, barulah kemudian menjadi tersangka.

Terpisah, Kabiro Humas KPK Febri Diansyah mengatakan, KPK berencana memanggil delapan orang saksi dalam persidangan kedua kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP dengan terdakwa Irman dan Sugiharto. Pemanggilan saksi-saksi yang berjumlah 133 orang nantinya direncanakan selesai dalam 90 hari kerja.

“Terkait dengan persidangan kasus indikasi korupsi pengadaan proyek KTP elektronik dari koordinasi yang sudah dilakukan akan diperiksa dalam 90 hari kerja ke depan sekitar 133 orang saksi. Pada persidangan kedua nantinya tidak ada eksepsi kita berencana memanggil delapan orang saksi,” ujarnya
Febri menyebutkan, jaksa penuntut umum pada KPK siap untuk bersidang dua kali sepekan. “KPK siap melakukan persidangan dua kali seminggu agar target 90 hari kerja itu dapat tercapai dan substansi perkara dapat tergali lebih jauh,” jelasnya. (tyo/bbs/idr/bay/jpg/ril)

Exit mobile version