Site icon SumutPos

Dinkes Medan Ambil Alih RS Pirngadi

TRIADI WIBOWO/SUMUT POS
Sejumlah keluarga pasien melintas di halaman gedung Rs. Sakit Pirngadi Medan, beberapa waktu lalu.

MEDAN, SUMUTPOS.CO -Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Medan saat ini tengah menggodok peraturan wali kota (perwal) sebagai payung hukum tata kelola Rumah Sakit Umum (RSU) Pirngadi Medan sesuai perintah Peraturan Presiden (PP)  No 18 sejak dikeluarkan 2016 lalu. Penggodokan dilakukan terkait banyaknya pertanyaan dan penolakan tentang RSU Pirngadi Medan menjadi Unit Pelayanan Terpadu (UPT) Dinkes.

“Makanya kemarin itu kita belum berani menggodok perwalnya, karena belum ada jawaban dari Kemendagri, tapi sekarang sudah ada jawabannya, Kemendagri menekankan kalau PP No 18 itu tetap memaksa rumah sakit-rumah sakit itu menjadi UPT, barulah kita sedang menggodoknya. Masih berproseslah,” kata Kepala Dinkes Medan Usma Polita melalui Sekretaris Dinkes, Irma Suryani ketika ditemui di ruang kerjanya, Senin (9/7).

Irma membantah kalau opini yang menyebutkan jika RSU Pirngdi Medan menjadi UPT Dinkes Medan pelayanan bakalan menurun. Karena birokrasi pengambilan kebijakan akan menjadi ribet.

“Sebenarnya, dengan menjadi UPT Dinkes Medan, kerja di RSU Pirngdi Medan bakalan lebih ringan. Karena pada dasarnya merekakan sudah BLU. Merekakan sudah otonomi, mengambil kebijakan sendiri. Dalam PP No 18 itu sendiri jelas diatur, untuk tata kelola klinis, tata kelola keuangan itu mereka kelola sendiri karena memang mereka BLU (Badan Layanan Umum, Red). Jadi tidak ada alasan. Maksudnya, atas dasar apa Dinkes Medan akan menghambatnya. Kalau tata kelola rumah sakit itu jelek, dinas jugakan jadi jelek,” tandas Irma.

Menurutnya status UPT yang disandang RSU Pirngadi itu hanya akan berdampak pada koordinasi penggunaan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Teknisnya, rumah sakit plat merah itu harus dikoordinasikan dengan Dinkes Medan. Itupun hanya sekadar melaporkan tentang penggunaan dana APBDnya saja. “Jadi sifatnya hanya perlu lapor saja ke kita. Hanya dari sisi koordinatif saja. Jadi gak perlu gimana ya namanya. Jadi biasa-biasa aja. Gak, lantas kita menjadi induk kita semena-mena. Pokoknya apa yang mereka kerjakan laporkan ke kita,” ungkapnya.

Dia membeberkan sebenarnya semenjak kemunculan PP No 18, APBD yang dianggarkan untuk RSU Pirngadi sudah di bawah naungan Dinkes Medan. “DPAnya kan (Daftar Penggunaan Anggaran) melalui dinas, cuma payung hukumnya saja yang belum ada, yaitu perwalnya. Inilah sedang kita godok untuk itu,” jelas Irma.

Sementara, pengamat kesehatan asal Univesitas Sumatera Utara (USU), Destanul Aulia menyebutkan bahwa keberadaan PP 18 tahun 2017 memang mengharuskan RSUD menjadi UPT untuk kejelasan struktur organisasi dalam urusan pembagian fungsi pelayanan dari pusat, provinsi dan kab/kota serta fungsi wajib dan tambahan.

“Kelebihannya fungsi perencanaan pelayanan kesehatan dapat lebih komprehensif, tidak dikotak kotakan sehingga menjadi suatu sistem pelayanan kesehatan yang kuat di bawah pembinaan Dinkes dalam hal tata kelola klinis dan semua spektrum pelayanan kesehatan promotif, preventif, rehabilitative, dan kualitatif menjadi suatu komponen sistem,” terangnya.

Kelemahannya adalah soal budaya kerja yang selama ini sudah terbangun. Ketika sebelumnya RSUD itu menjadi perangkat satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang diberi hak penuh, belakangan sesuai PP No 18 harus berkoordinasi dengan dinkes dalam tata kelola pelayanan.

“Masalah yang besar sebenarnya jika RSUD itu berstatus BLU (Badan Layanan Umum) malah tidak mampu menjalankan konsep BLU sehingga tidak mampu menciptakan inovasi inovasi dalam pelayanan. Artinya rumah sakit itu tidak mampu menjalankan konsep di mana pendapatan RSUD tidak menjadi pendapatan daerah lagi, tetapi langsung menjadi pendapatan RSUD yang bisa dipakai langsung untuk operasional RSUD dan hanya tercatat di APBD. Artinya semangat wirausaha ada dalam BLUD,” terangnya.

Memang, jelasnya lagi, ketika nanti RSU Pirngadi menjadi UPT, rumah sakit itu tidak akan bisa menggunakan dana APBD seleluasa sebelumnya. Dari sisi anggaran mereka tidak bisa berharap banyak dari Dinkes sebagai SKPD.

“Ya artinya dari sisi anggaran tidak bisa berharap banyak dari dinas kesehatan sebagai SKPD untuk melakukan advokasi, karena fungsi anggaran dinas lebih pada program promosi dan preventif. Akhirnya sebagai BLU, RSU Pirngadi hanya bisa menerima pembiayaan dari pihak ketiga seperti BPJS, bantuan asing, dan lain-lain,” pungkasnya. (dvs/azw)

 

Exit mobile version