Site icon SumutPos

GATOT KACA pun KO

Jika ada sebutan “otot kawat tulang besi” maka gelar itu hanya disematkan kepada Gatotkaca. Karena kekuatan dan kesaktiannya yang bisa terbang tanpa mempergunakan sayap itu, tokoh pewayangan ini pun menjadi idola. Namun siapa sangka, keperkasaannya itu tak berarti apa-apa ketika langit tempatnya berkelana tercemari kabut asap. Akibatnya Gatotkaca pun KO dan mendarat di bumi.

DANIL SIREGAR/SUMUT POS – Warga menggunakan kostum tokoh perwayangan ketika menggelar aksi “Gerakan Sejuta Masker Untuk Indonesia” di Bundaran Majestik Medan, Selasa (6/10). Aksi tersebut sebagai bentuk keprihatinan terhadap bencana kabut asap yang melanda kawasan Pulau Sumatera dan Kalimantan akibat kebakaran lahan dan hutan.

Ya, lima hari lalu, dengan menggunakan masker di wajah, dua tokoh pewayangan, Gatot Kaca dan Raden Antasena, muncul di Bundaran Gatot Subroto,  Medan. Keduanya menggunakan masker sebagai bentuk keprihatinan atas kabut asap yang tak kunjung teratasi oleh pemerintah.

Namun aksi kedua tokoh superhero lokal itu bukanlah sesungguhnya. Melainkan hanya diperankan oleh dua orang seniman muda Kota Medan. Tokoh Gatot Kaca diperankan Asep Sabar Mustaqim. Sementara Raden Antasena dilakonkan Ki Barong Mulyono.

“Saya ditelefon adik saya, Gatot Kaca. Dia bilang udara tidak nyaman, ternyata karena ada asap. Adik saya juga bertanya, kenapa negara yang makmur ini hidup enggak nyaman? Ini bentuk keprihatinan kami,” kata Antasena yang diperankan Ki Barong.

Gatot Kaca dan Raden Antasena juga melakukan aksi pengumpulan dana. Uang yang terkumpul akan digunakan untuk membeli masker yang akan
dikirim ke wilayah yang tercemar asap, seperti di Riau. Aksi ini pun diberi nama “Sejuta Masker untuk Indonesia’.

Penggunaan masker bagi warga Kota Medan saat ini memang dirasa penting. Terlebih setelah Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB) mengungkapkan jika kondisi udara di Kota Medan masuk kategori tidak sehat. Kategori tersebut ditetapkan berdasarkan data Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) yang menunjukkan Kota Medan pada angka 166 ugr/m3.

“Bencana asap yang ditimbulkan akibat kebakaran hutan dan lahan di Sumatera dan Kalimantan masih belum dapat diatasi secara tuntas,” ujar Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho kepada Sumut Pos, Jumat (9/10).

Dia menyebutkan, kualitas udara di Pekanbaru saat ini masih pada level Berbahaya (380 ugr/m3), Jambi 504 ugr/m3 (Berbahaya), Palembang 391 ugr/m3 (Berbahaya), Palangkaraya 983 ugr/m3 (Berbahaya), dan Pontianak 275 ugr/m3 (Sangat Tidak Sehat).

Menurutnya, berdasarkan pantauan Satelit Terra Aqua dari NASA, kemarin, tercatat ada 1.820 titik api (hot spot) yakni di Sumatera 1.563 titik (Sumsel 1.340, Riau 9, Jambi 131, Babel 22, Lampung 57, Kepri 1) dan di Kalimantan 257 titik (Kalbar 51, Kalteng 108, Kalsel 71, Kaltim 27).

“Lebih dari satu bulan hotspot di Sumsel belum juga dapat dipadamkan. Konsentrasi hotspot di Sumsel ini terdapat di perkebunan dan hutan tanaman industri di Kabupaten Ogan Komering Ilir,” sebutnya.

Di sisi lain, berdasar pantauan satelit dari NASA terlihat dengan jelas asap tebal diproduksi dari Kabupaten OKI dan Musi Banyuasin yang terbawa angin ke arah Barat Laut-Utara sehingga menambah kepekatan asap di Jambi dan Riau.

Untuk mengatasi hal ini, BNPB mengerahkan 7 helikopter dan pesawat water bombing, serta 1 pesawat Casa untuk membuat hujan buatan di Sumsel.

DANIL SIREGAR/SUMUT POS – Warga menggunakan kostum tokoh perwayangan ketika menggelar aksi “Gerakan Sejuta Masker Untuk Indonesia” di Bundaran Majestik Medan, Selasa (6/10).

“Langkahnya awan potensial di  Sumsel menyebabkan hujan buatan belum optimal. Beberapa helikopter water bombing akan dipindahkan homebase-nya ke OKI dan Muba untuk memudahkan pemadaman,” katanya.

Terkait pemadaman ini, sejumlah Negara tetangga telah mengulurkan tangan member bantuan. Kemarin (9/1) pemerintah mengirim bantuan satu pesawat CL415 Bombardier, satu pesawat Hercules C-130, 41 personel, dan logistik untuk water bombing. Sementara bantuan dari pemerintah Singapura ditunda hingga besok pagi.

“Setelah menurunkan barang, pesawat Hercules dan 19 personil kru pesawat serta wartawan kembali ke Malaysia malam ini juga,” kata Sutopo
Purwo Nugroho dalam keterangannya, Jumat (9/10).

Soal bantuan Singapura yang ditunda, Sutopo menjelaskan, menurut Atase Udara Singapore di Jakarta mundurnya jadwal pengiriman karena terkendala jarak pandang. Diketahui, jarak pandang di Palembang hanya berkisar 800 meter (m).

“Jarak pandang ini sangat berpengaruh terhadap aktivitas bandara setempat yang mengsyaratkan 1.000 meter sebagai jarak pandang minimum,” kata Sutopo.

DANIL SIREGAR/SUMUT POS – Warga menggunakan kostum tokoh perwayangan ketika menggelar aksi “Gerakan Sejuta Masker Untuk Indonesia” di Bundaran Majestik Medan, Selasa (6/10). Aksi tersebut sebagai bentuk keprihatinan terhadap bencana kabut asap yang melanda kawasan Pulau Sumatera dan Kalimantan akibat kebakaran lahan dan hutan.

Terpisah, Kepala Balai Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara  Hidayati mengatakan, berdasarkan hasil pengujian dan analisa pihaknya selama dua pekan terakhir, ternyata hasil partikel debu jauh diambang batas. Artinya, asap kiriman tersebut mengandung partikel debu.

“Standar baku mutu adalah 230 mikro gram per nano meter kubik. Namun, dari hasil pengujian dan analisa ternyata melebihi dari itu,” ucapnya kepada Sumut Pos, kemarin.

Sebelumnya BLH Sumut sudah melakukan pengukuran udara di tiga tempat yakni Bandara Kualanamu, eks Bandara Polonia Medan dan Kantor Gubernur Sumut. Dari hasil pengujian dan analisa terhadap parameter SO2, NO2 dan TSP (Total Suspended Particulates atau debu) ini, diketahui bahwa tingkat TSP lebih tinggi. Menurut Hidayati, untuk Bandara Kuala Namu tingkat TSP mencapai 11.263 mikro gram per nano meter kubik, eks Bandara Polinia 9.169 mikro gram per nano meter kubik dan kantor Gubernur Sumut 4.000 mikro gram per nano meter kubik.

“Dari hasil ini, setiap satu meter kubik itu mengandung 11 gram per meter kubik. Artinya, udara di Medan sudah sangat membahayakan dengan kondisi asap yang seperti ini. Dengan kata lain, jauh diambang batas normal yang ada, 230 mikro gram per meter kubik,” terang dia.

Ia menyebutkan, untuk ketebalan asap (opasitas) mencapai 2 persen di Kuala Namu, 1,14 persen di eks Bandara Polonia Medan dan 1,0 % di Kantor Gubernur Sumut. “Saat ini kita akan mengukur lagi setelah pasca kabut asap ini, sudah seberapa jauh penurunannya. Walaupun sekarang ini asap kiriman masih ada,” katanya.

Meski begitu, BLH Sumut mengakui bahwa belum punya alat ukur untuk peningkatan atau penurunan asap. Sebab, pengukuran asap ini masih manual dan harus melakukannya di laboratorium. “Beberapa alat pengukuran udara yang ada di Medan tidak lagi berfungsi. Perlu diketahui, alat pengukuran itu sebenarnya hanya peraga saja. Untuk monitoring-nya ada di tempat lain,” beber dia.

Pihaknya akan berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan mengenai sejauh mana tingkat pengidap ISPA (Inspeksi Saluran Pernafasan Akut) di Medan. “Nanti kita berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan soal bagaimana penurunan kesehatan masyarakat yang diakibatkan oleh kabut asap kiriman
ini, apakah memang meningkat penyakit sesak nafas atau ISPA,” imbuhnya.

Dengan demikian, dihimbau kepada masyarakat Kota Medan agar menjadikan masker sebagai alat kebutuhan primer untuk menghindari dampak kesehatan dari kabut asap ini. “Setiap guru di sekolah yang ada agar menyediakan masker tetap kepada siswa-siswinya. Jadi, masker merupakan suatu hal yang menjadi kebutuhan,” demikian dia.

Sementara itu pakar pencemaran udara Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Dr Arie Dipareza menjelaskan, apabila suatu daerah mencapai ISPU (indeks standar pencemaran udara) bertanda hitam, atau di atas angka 300, maka daerah itu dikatakan sudah sangat parah.”Ada hitungannya. Kalau hitam berarti sudah di atas ukuran baku mutu udara ambient,” katanya.

Saat itu, kualitas udara sudah sangat buruk bagi kesehatan manusia. Udara tersebut sudah mengandung hidro karbon yang menyebabkan bau tidak enak, partikulat serta asap (erosol) yang menyebabkan pandangan tidak jelas sekaligus sesak napas. “Kalau banyak kandungannya, maka semakin buruk kualitas udara itu,” kata dosen Teknik Lingkungan ITS tersebut.
Dia melanjutkan, kondisi partikulat yang di bawah ukuran 5 micro bisa tembus ke paru-paru. Kalau sudah masuk ke paru-paru, partikulat tersebut bakal sulit dikeluarkan. “Harus segera ditangani kalau sudah begitu. Itu bagian tenaga medis cara penanganannya,” ujarnya.

Menyikapi bahaya yang mengancam warga yang daerahnya terkena kabut asap, Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa menyatakan bahwa pemerintah akan menyediakan dana jaminan hidup (Jadup) untuk mereka.

“Kita sudah usulkan ke Kementerian Keuangan, sudah ada enam dari tujuh provinsi yang terdampak kabut asap, mengusulkan pencairan dana jaminan hidup ini ke kita (Kementerian Sosial-red),” kata Khofifah, Jumat (9/10).

Khofifah menjelaskan, dana tersebut, lanjut dia, dapat disalurkan apabila ada usulan dari pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten dan kota yang menyatakan daerahnya darurat bencana.

“Wali kota dan bupati dapat mengusulkan kepada Kementerian Sosial supaya warganya mendapatkan jadup, apabila mereka telah menetapkan status wilayahnya darurat bencana,” tukas Khofifah.

Khofifah mengatakan, pihaknya mengusulkan jaminan hidup diberikan kepada pemegang Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) dengan nilai sebesar Rp900.000 per KKS dengan indikasi per hari jumlahnya Rp10.000 dikali 90 hari.

“Kenapa format penyaluran menggunakan KKS, karena yang datanya sudah siap, yang distribusi relatif sudah tertata yakni lewat Kantor Pos,” ujarnya.

Untuk mekanisme penyaluran, lanjut Khofifah, dapat dilakukan dengan mendatangi langsung Kantor Pos terdekat atau Pos jemput bola menyalurkan dana dengan layanan berbasis komunitas.

“Presiden sudah menyetujui ini, sehingga sekarang kita menunggu
pencairan dana dari Kementerian Keuangan,” tuturnya.

Khofifah menyebutkan, dari tujuh provinsi yang terdampak kabut asap tercatat ada 1,44 juta pemegang Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) yang nantinya akan menjadi sasaran peneriman jaminan hidup.

Ia mengatakan, usulan jaminan hidup kabut asap ini baru disampaikan oleh para gubernur dari enam provinsi di antaranya, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan. “Yang belum mengusulkan Kalimantan Timur,” ungkap Khofifah. (prn/ted/fat/ije/jpnn)

Exit mobile version