Site icon SumutPos

DPW APBMI Sumut Melawan

Foto: SUTAN SIREGAR/SUMUT POS Ketua DPP APBMI memberikan keterangan terkait penangkapan ketua APBMI di Kantor DPW APBMI Jalan Karantina Medan, Senin (10/10). Ketua APBMI jadi tersangka pemerasan dwelling time di pelabuhan Belawan.
Foto: SUTAN SIREGAR/SUMUT POS
Ketua DPP APBMI memberikan keterangan terkait penangkapan ketua APBMI di Kantor DPW APBMI Jalan Karantina Medan, Senin (10/10). Ketua APBMI jadi tersangka pemerasan dwelling time di pelabuhan Belawan.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – DPW Asosiasi Pengusaha Bongkar Muat Indonesia (APBMI) Sumut melakukan perlawan dengan menempuh jalur hukum, terkait penangkapan ketua mereka Herbin Polin Marpaung (HPM). Tak hanya melakukan praperadilan terhadap Polda Sumut, DPW APBMI juga akan melaporkan kembali pengusaha Oktavianus, pelapor dwelling time ke Polda Sumut, dengan tuduhan pencemaran nama baik ke Mabes Polri.

Menurut Kuasa Hukum DPW APBMI Sumut, Agam Sandan, gugatan praperadilan terhadap Polda Sumut sudah mereka daftarkan ke Pengadilan Negeri Medan, kemarin.

“Hari ini (kemarin, red) kita daftarkan prapid atas penetapan tersangka HPM ke PN Medan. HPM tidak ada kaitannya dengan dwelling time di Pelabuhan Belawan. Wilayah kerja APBMI di pelabuhan konvesional. Sementara, dwelling time itu terjadi di pelabuhan peti kemas,” jelas Agam Sandan saat memberikan keterangan kepada wartawan di Kantor DPW APBMI Sumut, Jalan Syekh H A Wahab Rokan Nomor 50, Medan Timur, Senin (10/10) siang.

Menurut Agam, hubungan HPM dengan Oktavianus adalah murni bisnis. Nilai Rp141 juta untuk membayar tenaga kerja bongkar muat (TKBM) itu sudah diatur dan ditentukan dalam keputusan bersama yang mengacu kepada Peraturan Menteri Perhubungan.

Dia menambahkan, Oktavianus adalah orang suruhan dari Demoran untuk mengantarkan uang senilai Rp75 juta. Itu merupakan DP untuk pembongkaran tersebut. Dia juga meragukan, legal standing Oktavianus selaku pelapor.

“Kenapa Oktavianus diragukan yang merupakan disuruh oleh Demoran, karena dia tidak ikut jadi tersangka. Dalam kasus ini, polisi yang melakukan tindak tidak menyenangkan. Polisi harus segera melepaskan HPM dari tahanan. Sebab, tidak ada bukti dari HPM melakukan pemerasan dan tidak ada korban yang diperas. Oktavianus adalah orang suruhan Demoran,” jelas Agam.

Selain itu, Agam juga menyebut, pihaknya berencana akan melaporkan Oktavianus ke Mabes Polri atas tuduhan telah membuat laporan palsu. “Tapi itu masih sedang dikaji dan didiskusikan,” tandas Agam.

Dwelling time di Pelabuhan Belawan mencuat pascaomelan Presiden RI, Joko Widodo yang menyebut, prosesnya hingga menelan waktu sepekan. Kepada Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian, Jokowi meminta untuk mengusut adanya dugaan pungli di Pelabuhan Belawan.

Perintah dari panglima tinggi negara itu, diteruskan Tito kepada Polda Sumut. Oleh Polda Sumut, Timsus dwelling time dibentuk guna mengusut dugaan pungli tersebut.

Berdasarkan Sprint Kapolda Sumut Irjen Pol Raden Budi Winarso, Timsus dwelling time beroperasi hingga sebulan. Lantaran jelang deadline sejak 18 September 2016 lalu, awal Oktober kemarin, Timsus meringkus HPM.

Foto: SUTAN SIREGAR/SUMUT POS
Tersangka kasus pemerasan dwelling time, diperiksa di Mabes Polda Sumatera Utara Jalan Sisingamangaraja, Kamis (6/10).

Pun demikian, Dewan Pengurus Pusat (DPP) APBMI menilai polisi salah kaprah dalam pemahaman kasusnya. Bahkan, DPP APBMI menyimpulkan, penindakan yang disebut Timsus adalah OTT dengan tuduhan pemerasan dalam kasus dwelling time itu, merupakan pembohongan publik.

Pembohohan publik terkait dwelling time itu disampaikan Ketua Umum DPP APBMI Sodik Harjono didampingi Sekjend DPP APBMI Capt Oggy Hargiyanto dan Kabid Organisasi DPP APBMI Rumolo, di Kantor DPW APBMI Sumut, Senin (10/10).

Menurut Sodik, ditangkapnya HPM dalam tuduhan pemerasan pada kasus dwelling time Pelabuhan Belawan, jelas merupakan kambing hitam stakeholder pendukung mekanisme proses operasional fungsi pelabuhan sebagai faktor penyebab dwelling time.

Selain itu, keberhasilan Timsus Dwelling Time dalam OTT tersebut, menurut DPP APBMI, justru sama sekali tak menyentuh faktor penyebab utama dari persoalan dwelling time. “Pemerintah harus menghentikan pembohongan publik menyangkut dwelling time yang selama ini digembar-gemborkan. Karena upaya penanganan masalah dwelling time khususnya di Pelabuhan Belawan, sama sekali tidak menyentuh titik faktor penyebab utama persoalan dwelling time sebenarnya,” tegas Sodik di Medan.

Sekretaris Umum DPP APBMI, Capt Oggy Hargiyanto menambahkan, faktor penyebab utama permasalahan dwelling time, lebih dominan dilatarbelakangi dengan penumpukang kontainer di Dermaga Belawan Internasional Container Terminal (BICT) dalam proses Document Clearance, yang merupakan wewenang penuh sejumlah instansi terkait di Pelabuhan. Misalnya, Bea Cukai, Karantina, PT Pelindo I, Otoritas Pelabuhan hingga Syahbandar Belawan.

“Kenapa kita menyimpulkan bahwa penanganan masalah dwelling time melalui OTT itu merupakan pembohongan publik, karena memang faktor penyebab permasalahan dwelling time tidak berhubungan dengan proses bongkar muat. Faktanya, mekanisme proses bongkar muat itu menyangkut perpindahan barang dari kapal ke dermaga konvensional dan sebaliknya,” terang Oggy.

Oggy juga menambahkan, proses bongkar muat itu dikerjakan 7 kali 24 jam yang dikali 360 hari tanpa henti. Dapat disimpulkan, jika penumpukan itu terjadi Dermaga Konvesional, dirinya tak mampu membayangkan, bagaimana antrean kapal-kapal pengangkut barang menyiasati untuk mengantri dengan infrastruktur yang sebenarnya kurang memadai.

“Kalau dwelling time digiring melalui opini publik sebagai dampak lamanya proses bongkar muat, itu pembohongan publik. Kenyataannya, proses bongkar muat hanya memakan waktu lebih kurang dari sehari dan langsung diangkut ke Dermaga BICT menunggu proses Document Clearance. Mekanisme proses itu (document clearence), menjadi kewenangan penuh instansi terkait di Dermaga BICT yang mengurusi segala macam administrasi menyangkut barang di kontainer sebelum keluar dari Pelabuhan. Kita tahu sendiri seperti apa proses administrasi. Contoh kecil, soal pembayaran biaya-biaya via rekening melalui bank yang tidak selalu standby 24 jam. Begitu juga menyangkut hal lain semisal mekanisme administrasi Bea dan Cukai, Karantina, yang proses itulah memakan waktu lama hingga akhirnya dwelling time itu terjadi,” tegasnya.

Terkait tarif biaya bongkar muat, DPP APBMI sebut, penetapan tarif telah disepakati dalam koridor beberapa aturan, tentang Pedoman Dasar Perhitungan Tarif Pelayaran Jasa Bongkar Muat. Menurut DPP APBMI, itu sudah berulang kali diusulkan APBMI untuk direvisi sejak 2014 lalu.

“Berbagai usulan seperti sistem upah borongan yang kita usulkan, karena selama ini diwajibkan pemerintah menggunakan sistem upah harian, sama sekali tidak diimplementasikan. Meski sudah dibahas seluruh stekholder pengelola pelabuhan dalam sejumlah rapat sejak 2014. Intinya masalah dwelling time bukan merupakan lamanya proses bongkar muat, tapi proses mekanisme menyangkut dokumen barang di dermaga BICT,” tandas Ketua Umum DPP APBMI, Sodik Harjono.

Menanggapi Prapid yang dilayangkan oleh DPW APBMI Sumut, Kepala Bidang Humas Polda Sumut, Kombes Pol Rina Sari Ginting menyebutkan, hal tersebut sah-sah saja. Kata Rina, itu merupakan hak daripada kuasa hukum DPW APBMI Sumut.

“Kalau mereka mau mengajukan Prapid (Pra Peradilan), tidak masalah. Mereka berhak mengajukan itu melalui kuasa hukum. Pengajuan itu tidak menghalangi proses penyidikan,” kata mantan Kapolres Binjai ini.

Informasi diperoleh, ada sembilan terperiksa oleh polisi. Itu adalah, empat dari PT Pelindo I, tiga dari Bea Cukai, seorang dari Otoritas Pelabuhan dan seorangnya lagi dari Syahbandar.

Menurut Rina, ada sepuluh orang yang sudah diperiksa Poldasu. “Saya belum dapat datanya dari instansi mana saja. Ada sembilan saksi dan satu tersangka yang diperiksa,” ujar Rina via telepon.

Saat ditanya soal fakta-fakta baru yang ditemukan Timsus di Dermaga BICT, Rina memohon agar masyarakat dapat untuk bersabar. Menurut Rina, tim saat ini tengah bekerja mendalami kasus tersebut. (ted/adz)

Exit mobile version