BPN Kota Medan Diminta Reformasi Diri
MEDAN-Sengketa tanah Sari Rejo belum juga mencapai kesepakatan yang diinginkan. Masyarakat hingga kini belum juga menerima sertifikat. Sementara pihak lain, yang belakangan terlibat di tanah tersebut, telah menerimanya.
Tak pelak hal ini menimbulkan kecemburuan. Kecurigaan adanya permainan mafia tanah pun merebak. “Sudahilah, biarlah kepada masyarakat tanah Sari Rejo yang sudah di tempati sejak tahun 1948. Masyarakat tidak berharap banyak, mereka berharap bisa tinggal dengan nyaman di tanah kelahiran yang sudah turun temurun,” ucap Ketua Fraksi PDS DPRD Kota Medan, Landen Marbun kepada Sumut Pos di ruangannya, Kamis (10/11) siang.
Soal adanya permainan mafia tanah menurut Landen adalah masuk akal. “Mungkin saja ada peran mafia tanah. Karena, banyak ditemui di Kota Medan, mafia tanah yang mengurusi seluruh tanah masyarakat yang bermasalah,” ujarnya.
Dengan begitu, DPRD Kota Medan meminta kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Medan, untuk saatnya melakukan ‘reformasi diri’ dan tidak berpihak kepada mafia tanah. “BPN harus objektif agar usaha rehabilitasi sertifikat tanah Sari Rejo terkabul,” katanya lagi.
Untuk itu, menurut Landen masyarakat harus terus bisa menjaga kekompakan agar ke depannya perjuangan yang dilakukan tidak terprovokasi. “Jaga terus kekompkan warga agar jangan terprovokasi yang akhirnya bisa mencabut hak-hak warga. Dewan tetap mendukung masyarakat berjuang sejak dulu agar memperoleh alas hak yang jelas,” jelasnya.
Ketua Forum masyarakat Sari Rejo (Formas), Riwayat Pakpahan juga merasakan adanya keterlibatan mafia tanah. “Sewaktu kami tanya ke BPN katanya tanah Sari Rejo merupakan aset, sedangkan Depertemen Keuangan tak bisa membuktikan. Di situ kita melihat ada keterlibatan orang kuat dibalik itu, apa mafia tanah saya tidak tahu,” jelasnya saat dihubungi wartawan koran ini melalui telepon selulernya.
Menurutnya, ketidakadilan sangat tampak dengan terbitnya sertifikat untuk pihak pengembang. “Walaupun kami masyarakat kecil kami juga warga negara yang harus diperhatikan oleh pemerintah. Bila bulan Desember tidak ada kejelasan juga kami akan kaji ulang,” terangnya.
Selain itu, lanjut Riwayat, BPN juga tidak transparan saat diminta menunjukkan sertifikat lahan warga yang bersertifikat. “Apa rahasia negara, ini harus dijelaskan. Karena masyarakat sudah tidak bodoh lagi. Hasil informasi yang saya peroleh di kawasan belakang perumahan Malibu, tepatnya kawasan sungai mati. Harga tanahnya mencapai Rp3 juta per meter dengan status tanah sama dengan Sari Rejo,” bebernya.
Terlepas dari itu, beberapa kalangan menganggap dengan sampainya surat dari TNI AU kepada Wali Kota Medan Rahudman Harahap nantinya, maka hak-hak warga terhadap tanah Sari Rejo Kecamatan Medan Polonia bisa benar-benar terealisasi dan tak terabaikan. Setidaknya hal ini diyakini pengamat tata kota Medan Rafriandi. Ia menerangkan, perjuangan warga Sari rejo ini harus didasari kekuatan analisis. “Warga bisa mempraktekkan sistem urut kacang,” jelasnya, Kamis (10/11).
Sistem urut kacang yang dimaksud Rafriandi yakni dengan mengikuti prosedur penerbitan sertifikat tanah ke pihak yang berwenang, langkah demi langkah. “Semua prosedur dan ketentuan penerbitannya coba diikuti. Yang mana yang kurang dipenuhi,” tuturnya.
Jika setelah mengikuti prosedur dengan sebenar-benarnya, begitu pula yang sudah dilakukan pihak pengembang, tapi pihak berwenang tak mengeluarkan sertifikat tanah itu, maka warga bisa menuntut pihak berwenang dalam penerbitan sertifikat itu melalui jalur hukum. “Mereka (warga, Red) bisa menyewa pengacara untuk menyelesaikan masalah tersebut. Atau melalui pengawalan LBH,” ujar Rafriandi.
Untuk memberikan efek jera, menurut Rafriandi warga harus menggugat dari pihak-pihak yang paling rendah kepangkatannya. “Seperti menggugat lurah, kemudian camat hingga kepala BPN,” tuturnya.
Sementara itu, terkait adanya indikasi mafia tanah dalam permasalahan ini, Rafriandi belum berani menyudutkan sejumlah pihak. “Warga sudah digaransi oleh pemerintah tentang kepemilikan tanah itu. Jadi saya rasa belum bisa kita simpulkan tenang adanya mafia dalam permasalahan ini,” katanya lagi.
Ia kembali menegaskan, jika memang warga masih khawatir dengan keadaan ini, maka prosedur atau sistem urut kacang tadi harus diterapkan. “Dengan begitu, jika memang sudah seluruh prosedur diikuti dan penerbitan sertifikat tanah itu belum jga dilakukan. Maka hak mendapatkan keadilan yang dimiliki seluruh rakyat Indonesia bisa ditegaskan,” tutur Rafriandi.
Ia menegaskan, berdasarkan Keputusan MA No 229 K/Pdt/1991 Tanggal 18 Mei 1995 dan Peraturan Pemerintah (PP) RI No 24 Tahun 1997 warga sudah mendapatkan pegangan cukup kuat dalam mempertahankan tanah milik warga itu.
Terlepas dari itu, warga Sari Rejo memang terus memperjuangkan hak mereka melalui Forum Masyarakat Sari Rejo (Formas). Yang menyuarakan aspirasinya dengan memasang plang di tiap-tiap lingkungan batas tanah Kelurahan Sari Rejo. Plang dibuat oleh masing-masing kepala lingkungan dari Lingkungan I hingga XI. Isi plang bertuliskan ‘Selamat Datang di Kelurahan Sari Rejo, Tanah Milik Masyarakat Berdasarkan Keputusan MA No 229 K/Pdt/1991 Tanggal 18 Mei 1995 dan Peraturan Pemerintah (PP) RI No 24 Tahun 1997.’ (adl/saz)