Site icon SumutPos

Simpan Gambar ISIS, Guru dan Santri Dideportasi dari Malaysia

Kapolda Kepri Irjen Sam Budigusdian menunjukan foto diduga bom sandal rakitan dari ponsel seorang warga Sumbar yang diperiksa terkait dugaan teroris saat konfrensi pers di Mapolda Kepri, Rabu (11/8). F. Cecep Mulyana/Batam Pos

BATAM, SUMUTPOS.CO – Polda Kepri mengamankan delapan orang yang dideportasi dari Malaysia ke Batam, karena diduga masuk jaringan teroris akibat menyimpan foto-foto berbau ISIS di ponsel milik salah satu dari mereka. Sebelum dideportasi otoritas Malaysia, WNI yang merupakan guru dan santri Pondok Pesantren Darul Hadist, Bukittinggi, Sumatera Barat tersebut juga sempat dikenakan stasus not to land (NTL) oleh imigrasi Singapura.

Kedelapan WNI tersebut yakni Farhat Hidayat, Anif Sadiki Alman, Amril, Syukri Alhamada, Ilvan Aktarozi, Muhammad Hijrah, Ridce Elfi Hendra, dan Hendi Ardiansyah Putra. Mereka berangkat ke Malaysia untuk berobat dan belajar sistem pendidikan agama Islam pada 3 Januari lalu, dan tinggal di Kuala Lumpur selama tiga hari.

“Hingga kini kami masih melakukan pemeriksaan,” kata Kapolda Kepri Irjen Pol Sam Budigusdian pada Batam Pos (Grup Sumut Pos), kemarin.

Sam mengatakan dari keterangan delapan orang tersebut, didapat bahwa foto ini berasal dari grup Whatsapp yang diikuti salah satu terduga. Dimana salah seorang dalam grup itu, menggunakan foto profil lambang ISIS. Selain itu beberapa kali anggota grup mengirimkan foto, salah satunya rangkaian Bom Sendal.

“Dari pengakuan salah seorang terduga, ia dulu mengikuti grup tersebut. Namun sekarang sudah tak lagi, namun masih ada beberapa foto yang tersimpan di handphonenya,” ucap Sam.

Mengenai pengakuan terduga ini, Sam mengatakan pihak Densus 88 bersama Brimob Polda Kepri masih melakukan pemeriksaan. Bila kedelapannya tidak terlibat, maka dalam waktu dekat akan dilepaskan. Namun bila ada bukti keterlibatan, maka pihak kepolisian akan melakukan proses lebih lanjut.

Sam menyebutkan kronologis kejadian penghuni pondok pesantren yang terletak di Jalan Kamang Tengah Kecamatan Ampek Angkek, Bukittinggi, Sumatera Barat tersebut, mulai berangkat dari Sumatera Barat hingga dideportasi. Sekitar pukul 08.30 WIB, delapan orang santri berangkat dari Bandara Internasional Minangkabau menggunakan pesawat Air Asia berangkat menuju Malaysia.

“Tujuan keberangkatan mereka ingin menyembuhkan penyakit yang diderita guru mereka, selain itu juga ingin mengetahui sistem pembelajaran di pondok pesantren yang ada di Malaysia dan beberapa negara lainnya,” ungkap Sam.

Setiba di Malaysia, ke delapan orang ini dijemput oleh seseorang yang berinisial Mz. Dengan menumpang mobil yang dikendarai Mz, mereka menuju rumah sakit Makhota Malaka. Guru Pondok Pesantren tersebut mengalami gangguan pada gendang telinganya. Setelah mendapatkan pengobatan, pihak rumah sakit menempelkan suatu alat yang membantu pendengarannya.

Pada Selasa (10/1) dinihari kedepannya mencoba memasuki wilayah Singapura, melalui Wood Land Bangunan Sultan Iskandar. Namun pihak Singapura menetapkan ke delapannya dengan status Not To Land (NTL). Mereka kesemuanya tidak diizinkan memasuki Singapura.

“Alasannya karena ditemukan di handphone REH gambar yang mengesankan ajaran ISIS,” kata Sam.

Kedelapan orang tersebut dikembalikan ke Malaysia, sehingga membuat otoritas disana melakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap mereka. Dari hasil pemeriksaan pihak kepolisian Malaysia, delapan orang ini tidak mendukung perjuangan ISIS. Gambar yang di ponsel REH, diterima secara tidak sengaja dan bukan mengandung unsur mendukung ISIS.

Setelah pemeriksaan selesai, mereka dideportasi Selasa (10/1) pagi. Dengan menggunakan kapal MV Marina Line, kedelapannya langsung diintrogasi pihak Imigrasi Pelabuhan Batamcenter. Dan setelah itu diserahkan ke pihak unit khusus Detasemen Gegana Sat Brimob Polda Kepri. “Barang bukti yang diamankan delapan paspor dan 12 handphone. Dan kami masih melakukan pemeriksaan,” ungkap Sam.

Saat ditanya apakah kedelapan orang ini terkait jaringan Khatibah Gonggong Rebus, Sam mengatakan sejauh ini tak ada hubungan antara kelompok ini.  Sementara itu Kepala Imigrasi Kelas I Khusus Batam Teguh Prayitno membenarkan adanya diamankan delapan orang terduga teroris.

“Karena mereka diduga teroris, kami serahkan ke kepolisian untuk pemeriksaan lebih lanjut,” ucap Teguh singkat.

Terpisah, Dirjen Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia (PWNI-BHI) Lalu Muhammad Iqbal membenarkan kabar tersebut. Dia menyebutkan nama-nama kedelapan guru dan santri Pondok Pesantren Darul Hadits, Bukittinggi, Sumatera Barat tersebut

“Salah satu anggota mereka yang berobat. Mereka juga sempat tinggal semalam di Perlis,” kata Iqbal, Rabu (11/1).

Berdasarkan laporan dari pihak imigrasi Singapura, Unit Anti-Teror Kepolisian Malaysia (E8 IPK) langsung menangani 8 WNI tersebut. Selasa (10/1) telah dilakukan pendalaman terkait masalah tersebut. Berdasarkan pendalaman itu, E8 IPK membuat dua kesimpulan. Yang pertama, para santri itu mengamalkan ajaran ahlussunah wal jamaah (seperti kebanyakan umat Islam di Indonesia dan Malaysia) dan tidak mendukung ISIS.

Yang kedua, gambar-gambar tersebut diterima secara tidak sengaja dari grup WhatsApp. Karena itu mereka dibebaskan. “Namun, mereka harus meninggalkan Malaysia saat itu juga. Mereka selanjutnya dipulangkan melalui Batam dan diserahkan untuk penanganan serta pendalaman lebih lanjut kepada Polda Kepri, ” terang Iqbal.

Kabag Penum Mabes Polri Kombes Martinus Sitompul mengatakan, mereka langsung ditangani Polda Kepulauan Riau untuk diperiksa lebih lanjut. “Sampai saat ini masih dilakukan pemeriksaan,” katanya. (ska/jpg/yaa)

Exit mobile version