Site icon SumutPos

Warga Sunggal Keluhkan Kinerja Kepling

M IDRIS/sumut pos
RESES: Anggota DPRD Medan Irsal Fikri menanggapi keluhan warga saat reses.
terkait kinerja Kepling tak maksimal, saat Reses I di Jalan Puskesmas I, Kelurahan Sunggal, Medan Sunggal, Minggu (10/3) siang.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Warga Sunggal mengeluhkan kinerja kepala lingkungan (Kepling) yang tak maksimal dalam melayani masyarakatn

Padahal, Kepling digaji cukup besar setiap bulan dan bahkan sudah sesuai standar upah minimum kota (UMK) Medan. Hal itu terungkap saat warga menyampaikan keluhannya ketika mengikuti kegiatan Reses I Anggota DPRD Medan Irsal Fikri di Jalan Puskesmas I, Minggu (10/3) siang.

Menurut warga, Ade, kegiatan gotong-royong di masyarakat sudah semakin kurang intens lagi atau bahkan langka. Padahal, kegiatan seperti ini sangat perlu dilakukan rutin. “Saya gak tahu kenapa kegiatan gotong-royong yang biasanya rutin seminggu sekali, tapi sekarang berkurang. Di sinilah peran Kepling dibutuhkan untuk merangkul masyarakat sehingga digalakkan kembali kegiatan itu supaya kebersihan lingkungan dapat terjaga,” kata Ade yang tinggal di Jalan Puskemas I.

Ade menyebutkan, kondisi parit di lingkungan tempat tinggalnya sudah dibangun cukup baik. Namun, pemeliharaannya kurang maksimal. Jika tiga atau enam bulan ke depan tidak dibersihkan, maka terjadi penyumbatan akibat sedimentasi atau pengendapan lumpur dan sampah.

“Kerja Kepling sekarang bisa dibilang cukup enak sekarang, gaji mereka sudah jelas setiap bulannya sesuai standar UMK. Namun, dengan gaji tersebut tapi tak sesuai dengan kerja mereka yang sudah mulai malas. Kerja mereka tak maksimal, mulai dari surat-menyurat atau administrasi dan perhatiannya terhadap lingkungan kurang peka,” ujarnya.

Tak hanya itu saja, lanjut Ade, warga khususnya yang tinggal di Lingkungan 13 dan 4 mengeluhkan pendataan yang dilakukan Kepling terhadap warga miskin tidak diketahui secara pasti atau terbuka. Warga mengeluhkan ketika adanya bantuan seperti Program Keluarga Harapan (PKH), Beras untuk warga Miskin (Raskin) dan sebagainya.

“Data yang sampai ke Dinas Sosial Medan tidak sesuai yang diharapkan dan akurat. Misalnya, warga miskin yang seharusnya mendapat bantuan ternyata tidak. Selain itu, warga yang seharusnya tidak mendapatkan bantuan malah menerima. Untuk itu, kami meminta agar data warga penerima bantuan tersebut dapat disampaikan. Artinya, transparan sehingga tepat sasaran,” ungkapnya.

Ade berharap melalui kegiatan reses ini keluhan warga dapat ditindaklanjuti, agar Kepling bekerja dengan maksimal dalam melayani masyarakat. Kalau memang tidak mampu, diganti dengan yang lain tetapi dapat bekerja secara maksimal.

Senada disampaikan Darwin, warga yang sama. Kata dia, kinerja Kepling saat ini tak maksimal seperti sebelumnya ketika menerima gaji masih di bawah standar UMK. “Kepling seringkali hanya mendampingi lurah dan camat ketika mengikuti kegiatan. Bahkan, sewaktu ada kegiatan gotong-royong sebelum-sebelumnya, hanya sekadar saja untuk laporan dia. Makanya, perlu dievaluasi kerja Kepling ini dalam melayani masyarakat,” cetusnya.

Dalam reses ini juga warga mengeluhkan persoalan pelayanan BPJS Kesehatan. Warga bernama Lina mengaku, ketika berobat menjadi pasien BPJS Kesehatan di rumah sakit tidak dilayani maksimal. “Kalau kita ke rumah sakit mau berobat inap, alasannya kamar penuh. Tapi, kalau pasien umum kamar ada. Selain itu, minta rujukan sangat sulit,” ujarnya.

Menanggapi keluhan warga, Anggota DPRD Medan Irsal Fikri menyatakan, akan menindaklanjuti keluhan tersebut dengan menyampaikan kepada Lurah Sunggal dan Camat Medan Sunggal. Kalau memang tak ada respon dan perubahan, akan disampaikan kepada Wali Kota Medan untuk segera ditanggapi. Terkait proses pendataan warga miskin penerima bantuan pemerintah, Irsal juga akan mempertanyakan dan menindaklanjuti nantinya. Anggota Komisi B DPRD Medan ini menyarankan, agar pendataan warga miskin dilakukan salah satunya melihat dari rekining listrik. Sebab, dari rekining listrik dapat diketahui secara pasti dan tidak bisa dimanipulasi. Apalagi, sistem listriknya saat ini menggunakan token atau isi ulang.

“Kalau rekening listriknya hanya Rp50 ribu atau di bawah Rp100 ribu per bulannya, maka bisa dikatakan warga tersebut miskin atau tidak mampu. Sistem seperti ini masih terus saya terapkan dalam penyaluran bantuan sekolah kepada warga miskin. Kebetulan saya bersama keluarga mengelola sekolah, dan setiap tahunnya ada 60 warga miskin yang kita bantu secara gratis,” papar politisi Partai Persatuan Pembangunan ini.

Irsal menduga mengenai pendataan warga miskin penerima bantuan dari pemerintah yang dilakukan Kepling tidak seluruhnya akurat. “Kepling harus terbuka soal pendataan warga miskin penerima bantuan. Soalnya, Kepling terkadang memilih-milih warga miskin yang mendapatkan bantuan dari pemerintah. Misalnya, mengutamakan keluarganya baik itu abang, adik, kakak, menantu hingga iparnya. Hal ini pernah terjadi di kawasan tempat tinggal saya. Warga lalu demo, dan barulah Keplingnya sadar mengganti dengan masyarakat yang memang berhak,” bebernya.

Untuk itu, lanjut Irsal, warga diminta menyampaikan atau melaporkan kepadanya apabila memang kinerja Kepling menyimpang. Namun laporan yang disampaikan dilengkapi bukti yang kuat sehingga dapat dijadikan landasan, bukan fitnah. (ris/ila)

Exit mobile version