Site icon SumutPos

9 Anggota Dewan Disel KPK

Mustofawiyah dan Tiasiah Ritonga.

SUMUTPOS.CO – Dari 38 anggota dewan maupun mantan anggota DPRD Sumut yang menjadi tersangka kasus suap mantan Gubsu Gatot Pujo Nugroho, 8 orang sudah dijebloskan Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) ke sel, sejak dua pekan terakhir. Mereka adalah Fadly Nurzal, Rijal Sirait, Roslynda Marpaung, Sonny Firdaus, Muslim Simbolon, dan Helmiati. Disusul Mustofawiyah dan Tiaisah Ritonga, yang ditahan Rabu (11/7).

Tersangka Mustofawiyah keluar dari Gedung Merah Putih KPK sebelum Tiaisah Ritonga. Mustofawiyah keluar sekitar pukul 15.59 WIB dengan mengenakan rompi tahanan dan membawa jaket berwarna abu-abu. Pria yang juga menjabat Ketua Komisi E DPRD Sumut periode 2014-2019 ini tak banyak memberikan keterangan kepada awak media. “Belum diperiksa, karena belum ada pengacara,” ujar Mustofawiyah usai diperiksa KPK.

Selanjutnya, sekitar pukul 16.42 WIB, Tiaisah Ritonga tak memberikan komentar usai diperiksa penyidik KPK. Dia yang mengenakan rompi tahanan berwarna oranye tak banyak bicara serta langsung memasuki mobil tahanan.

Secara terpisah, Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, dua tersangka tersebut merupakan tersangka ke-8 yang ditahan KPK dalam kasus ini. Tapi totalnya, ada sembilan tersangka yang sebelumnya sudah ditahan lebih dulu dalam kasus ini, dari jumlah tersangka 38 orang. “MSF (Mustofawiyah) ditahan 20 hari pertama di Rutan Polres Jaktim (Jakarta Timur) dan TIR (Tiaisah Ritonga) ditahan 20 hari pertama di Rutan Cabang KPK di belakang kantor KPK.

Febri mengatakan, untuk penjadwalan pemeriksaan tersangka lain akan diinformasikan lebih lanjut. Febri juga meminta kepada tersangka saat proses pemeriksaan selanjutnya untuk bersikap kooperatif dan terbuka. “Jika dipanggil, kami ingatkan agar para tersangka kooperatif datang dan memenuhi panggilan penyidik,” kata dia.

Seperti diberitakan, dalam penanganan kasus ini, KPK telah menetapkan 38 anggota DPRD Sumatera Utara sebagai tersangka penerimaan suap dari mantan Gubernur Sumatera Utara, Gatot Pujo Nugroho. Mereka diduga menerima uang suap dari Gatot senilai Rp300 juta Rp350 juta per orang.

Dari kiri: Fadly Nurzal, Roslynda Marpaung, Rinawati Sianturi dan Rijal Sirait.

Suap itu terkait proses persetujuan laporan pertanggungjawaban Pemprov Sumut periode 2012-2014, persetujuan perubahan APBD Pemprov Sumut 2013 dan 2014, pengesahan APBD Pemprov Sumut 2013 dan 2014, serta penolakan penggunaan hak interpelasi DPRD Sumut pada tahun 2015.

Adapun dari 38 nama yang anggota dewan tersebut, ada yang masih aktif, di antaranya Muhammad Faisal (Fraksi Golkar), Arifin Nainggolan, Mustofawiyah, Sopar Siburian, Tiaisah Ritonga (Fraksi Demokrat), Analisman Zulukhu (Fraksi PDIP), Rinawati Sianturi (Fraksi Hanura), Muslim Simbolon (Fraksi PAN), dan Sonny Firdaus (Fraksi Gerindra).

Sedangkan mantan anggota DPRD Sumut periode 2009-2014 tercantum nama Rijal Sirait (DPD RI), Fadly Nurzal (DPR RI) dan Rooslynda Marpaung (DPR RI). Selain itu ada nama Abu Bokar Tambak, Enda Mora Lubis, M Yusuf Siregar, DTM Abul Hasan Maturidi, Biller Pasaribu, Richard Eddy Marsaut Lingga, Syafrida Fitrie, Rahmianna Delima Pulungan, Tonnies Sianturi, Tohonan Silalahi, Murni Elieser Verawaty Munthe, Dermawan Sembiring, Arlene Manurung, Syahrial Harahap, Restu Kurniawan Sarumaha, Washington Pane, John Hugo Silalahi, Ferry Suando Tanuray Kaban, Tunggul Siagian, Fahru Rozi, Taufan Agung Ginting, Helmiati, Pasiruddin Daulay, Elezaro Duha, Musdalifah dan Tahan Manahan Panggabean.

Dari sejumlah tersangka tersebut, KPK menerima pengembalian uang sejumlah Rp5,47 miliar selama proses penyidikan kasus ini. Uang itu berasal dari sejumlah orang termasuk anggota DPRD Sumut yang telah ditetapkan sebagai tersangka. Uang itu kini telah disita sebagai barang bukti.

Atas perbuatannya tersebut, 38 Anggota DPRD Sumut periode 2009-2014 dan/atau 2014-2019 disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. pasal 64 ayat (1) dan pasal 55 ayat (1) ke (1) KUH Pidana. Atas serangkaian pasal yang disematkan, puluhan anggota DPRD Sumut tersebut terancam hukuman 20 tahun penjara.

Sebelumnya, KPK juga telah memproses 12 unsur pimpinan dan Anggota DPRD Provinsi Sumut periode 2004-2009 dan/atau 2014- 2019 dalam dua tahap, yaitu: tahap pertama pada 2015, KPK menetapkan 5 unsur pimpinan DPRD Sumut sebagai tersangka. Lalu, tahap kedua pada 2016, KPK menetapkan 7 Ketua Fraksi DPRD Sumut sebagai tersangka.

Sedangkan, terhadap Gubernur Sumut dalam kasus ini (di luar sangkaan lainnya) telah divonis bersalah berdasarkan Putusan PN Tipikor Medan Nomor: 1004/Pid.Sus.TPK/2016/PN.Mdn tanggal 9 Maret 2017. Dengan pidana penjara 4 tahun dan denda Rp250 juta, subsidair 6 (enam) bulan. Atas putusan tersebut, Gatot kemudian mengajukan banding. Putusan banding pada Mei 2017 menguatkan putusan PN.

Pada Juli 2017 jaksa eksekutor pada KPK telah mengeksekusi Gatot ke Lapas Sukamiskin, Bandung Jawa Barat untuk menjalani pidananya.

Dari kiri: Sonny Firdaus, Helmiati dan Muslim Simbolon.

Pengamat: Semua Tersangka Bakal Ditahan

Terkait penahanan ke-8 anggota dewan tersebut, pengamat hokum di Sumut, Julheri Sinaga menilai, pemanggilan lalu penahanan anggota DPRD Sumut yang menjadi tersangka kasus suap mantan Gubsu Gatot Pujo Nugroho, adalah soal tekhnis.

“Penahanan merupakan hak penyidik. Alasan penahanan ada 3, yakni dikhawatirkan melarikan diri, dikhawatirkan menghilangkan barang bukti, dan dikhawatirkan mengulang perbuatan pidana, ” ujar Julheri kepada Sumut Pos, Rabu (11/7).

Penahanan sebagian tersangka, menurut dugaannya, mungkin agar pekerjaan tersebut efektif dan efisien. Karena agak repot memboyong 38 orang sekaligus ke Jakarta. “Jadi itu soal teknis saja,” cetusnya.

Meski begitu, menurut Julheri, harusnya penahanan tidak boleh sebagian saja, sementara sebagian lagi tidak ditahan. Dalam Undang-Undang HAM, tidak boleh ada diskriminasi dalam penegakan hukum. Oleh karena itu, dia menilai ada kejanggalan dalam penanganan perkara suap itu.

“Selain itu dalam Undang-Undang Korupsi ditegaskan, penyelesaian aspek perdata tidak menghapus aspek pidana. Jadi walaupun uang dikembalikan, tidak menghentikan pidananya. Malah harusnya semakin jelas bahwa ada tindakan korupsi. KPK itu kan bukan lembaga simpan-pinjam uang,” tambahnya.

Menurut dugaan Julheri, kemungkinan besar semua tersangka suap Gatot akan ditahan. Kalau tidak, akan bertentangan dengan UU HAM. Selain itu, kalau penahanan dilama-lamakan, secara tidak langsung KPK telah menyandera orang.

“Perkara korupsi bersifat prioritas. Kalau diperlama, penyidik terkesan melanggar aturan main,” ujarnya mengakhiri. (ain/bbs/jpnn)

Exit mobile version