Site icon SumutPos

Abaikan Perda, SK Gubernur & PDAM Ilegal

Foto: AMINOER RASYID/SUMUT POS
Menara PDAM Tirtanadi terlihat dari atas gedung di Jalan Sm.Raja Medan.

MEDAN, SUMUTPOS.CO  – Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirtanadi yang merupakan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Pemerintah Provinsi Sumut (Pemprovsu) itu tidak lagi menganggap keberadaan Perda No 10/2009 tentang PDAM dalam hal menaikkan tarif air, maka PDAM Tirtanadi dinilai illegal. Penilaian ini disampaikan Anggota Komisi C DPRD Sumut Muhrid Nasution.

“Landasan hukum PDAM itu Perda No 10/2009. Di Perda itu segala aturan tentang PDAM dibuat, mulai dari cara pembiayaan, cara mengangkat direktur, operasional. Kalau mereka menaikkan tarif air tidak lagi menganggap Perda itu ada, jadi apa landasan hukum berdirinya? Artinya keberadaan PDAM Ilegal,” tegasnya kepada wartawan di gedung DPRD Sumut, Jumat (12/5).

Politisi Golkar ini menyebutkan surat keputusan Gubernur tentang kenaikan tarif yang ditandatangani pada 20 Desember 2016 juga ilegal. Dimana, sesuai Perda No 10/2009 usulan kenaikan tarif dari Direksi yang sudah disetujui oleh Dewan Pengawas harus terlebih dahulu dikonsultasikan ke DPRD.

“Coba lihat SK Gubernur ini ditandatangani 20 Desember 2016, padahal sampai saat ini belum ada konsultasi ke DPRD. Artinya, SK Gubernur tentang kenaikan tarif air PDAM itu pun ilegal,” kata pria yang akrab disapa Coki ini.

Dia pun menjelaskan, makna konsultasi yang diamanatkan Perda No 10/2009. “Saya bicara ini bukan setuju atau tidak soal kenaikan tarif. Tapi ini aturan, Perda itu masih berlaku, harus dijalankan. Dewan kan bisa tanya ke PDAM kenapa harus naik 30 persen tarif air, kenapa tidak 15 atau 20 persen, apa alasannya. Itu sebenarnya yang ingin diketahui oleh dewan,” paparnya.

Coki pun memaparkan jumlah proyeksi pendapatan PDAM Tirtanadi di tahun 2017 yang berjumlah Rp777 miliar, sedangkan biaya operasional Rp771 miliar. “Ada selisih, setelah dipotong pajak, pendapat PDAM 2017 diproyeksikan sebesar Rp42 miliar. Jadi PDAM itu untung tahun ini, jangan dibilang rugi,” ujarnya.

Permendagri 71/2016, lanjutnya, merupakan tata cara perhitungan tarif air. Dimana, Permendagri itu juga mengatur bahwa PDAM Tirtanadi melakukan konsultasi kepada publik.”DPRD ini kan publik, representatif masyarakat. Jadi keliru juga kalau PDAM bilang Permendagri 71/2016 tidak mewajibkan adanya konsultasi ke DPRD sebelum menaikkan tarif,” ketusnya.

Sekretaris Fraksi Golkar DPRD Sumut ini menambahkan, jumlah investasi PDAM Rp181 miliar. “Investasi itu kan dilakukan sesuai dengan kemampuan keuangan, jangan terlalu dipaksakan dan akhirnya rakyat yang dibebankan dan menderita. Ibaratnya begini, uang seribu cukup, uang Rp10 ribu kurang. Jadi tergantung PDAM, jangan lebih besar pasak dari pada tiang,” paparnya.

Anggota Komisi C, Muhri Fauzi menambahkan bahwa PDAM Tirtanadi tidak bisa begitu saja mengabaikan Perda No 10/2009. “Perda itu kan belum dicabut dan masih berlaku, jadi tolong dipatuhi,” imbaunya.

Meski ada Permendagri 71/2016, kata dia, tidak lantas membuat PDAM Tirtanadi menjadi besar kepala dengan menaikkan tarif secara sepihak.”Saya sudah sampaikan kepada Tirtanadi agar patuhi Perda, dan lakukan kewajibannya sebelum menaikkan tarif air,” tuturnya.

Kadiv PR PDAM Tirtanadi Sumut, Jumirin menyebut keputusan untuk melakukan kenaikan tarif atau penyesuaian tarif sudah mendapatkan restu dari Dewan Direksi, Gubernur Sumut serta telah dikonsultasikan ke DPRD Sumut.

“Sudah 8 kali kebijakan untuk menaikkan tarif ini dikonsultasikan ke dewan. Karena ini hanya konsultasi, maka tidak perlu ada rekomendasi tertulis, cukup hanya pemberitahuan secara lisan, dan itu sudah dilakukan,” ujarnya bersikukuh.(dik/ila)

Exit mobile version