MEDAN- Nasib guru swasta tidaklah sebaik nasib guru yang berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS). Guru swasta hanya dibayar berdasarkan jumlah jam mengajar, sangat berbeda dengan guru negeri yang memiliki gaji cukup tinggi, di luar itu guru negeri juga mendapat uang tunjangan profesi dan mendapatkan dana sertifikasi.
Kondisinya makin memprihatinkan dengan banyak sekolah-sekolah negeri mulai menambah jumlah kelas dan membuka kelas-kelas ekstensi. Sehingga, jumlah murid di sekolah negeri meningkat. Ini berefek kepada sejumlah sekolah swasta. Tidak sedikit jumlah sekolah swasta yang tutup karena tidak ada murid, sehingga nasib-nasib guru-guru swasta yang mengajar di sekolah itu menjadi tidak jelas.
“ Seharusnya Dinas Pendidikan memberi larangan kepada sekolah negeri untuk menambah jumlah kelas dan membuka kelas ekstensi. Ini sama saja mematikan pencarian guru-guru swasta,” keluh Partomuan Silitonga Ketua Persatuan Guru Swasta Indonesia (PGSI).
Lebih lanjut Partomuan menjelaskan, banyak guru yang berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) mengajar di sekolah swasta, sehingga jumlah jam mengajar guru swasta non PNS berkurang.
“ Kalau guru swasta tidak masuk dipotong gaji, dan sering-sering tidak masuk bisa dipecat Ketua Yayasan, dan ini sangat jauh berbeda dengan yang dinikmati oleh guru PNS. Semoga ada kebijakan dari pemerintah mengenai nasib guru-guru swasta, dan lebih memperhatikan kesejahteraan dari guru swasta,” katanya.
Dinas Pendidikan Sumut sudah sering menyampaikan himbauan kepada Kepala Disdik tingkat II (kabupaten/kota) agar lebih memperhatikan nasib guru-guru swasta. Sehingga tidak terjadi kesenjangan antara guru swasta dan guru yang berstatus PNS.
“ Sebenarnya itu wilayahnya kepala dinas kabupaten/kota karena sudah otonomi daerah, akan tetapi setiap ada pertemuan selalu kita himbau agar lebih memperhatikan kesejahteraan guru-guru swasta, “ ujar Muhammad Zein Kadis Diksu kepada Sumut Pos saat ditemui di ruangannya, Rabu (13/3). (mag-8)