Site icon SumutPos

BBPOM Dituding Terima Upeti

Saus merek Dena, yang dicurigai mengandung zat pewarna berbahaya.
Saus merek Dena, yang dicurigai mengandung zat pewarna berbahaya.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) Sumut, jadi sorotan. Pasca Poldasu menggerebek pabrik saus Dena dan Sun Flower yang menggunakan pewarna tekstil di Namorambe, mencuat tudingan menerima upeti. Tudingan itu muncul setelah penggerebekan tidak melibatkan BBPOM dan juga instansi itu dianggap tak rutin memeriksa.

“Isu itu tidak benar. Itu adalah fitnah. Jadi, kalau bertanggung jawab, tunjuk hidungnya, siapa yang menerima itu,” berang Kepala BBPOM Sumut, Ali Bata saat ditemui di kantornya, Jumat (13/3).

Sumber membeber, tim penyidik dan pemeriksa BBPOM sudah mengambil contoh sampel ke pabrik dan distributor saus. “BBPOM udah melakukan penelitian kemarin langsung ambil dari pabrik dan distributornya,” ungkap sumber.

Sambung sumber, untuk mengungkap kandungan saus tersebut biasanya BBPOM butuh waktu dua hari. Namun bisa saja lebih karena pengujian harus dilakukan dengan cermat. “Mungkin Senin (16/3) udah ada hasilnya. Tapi ga tahu juga ya,” ungkapnya.

Kembali ke Ali Bata. Dia enggan mengomentari soal penggerebekan yang dilakukan Poldasu. “Kalau itu saya ga mau komentar. Itu masih dalam kasus hukum. Jadi saya ga punya wewenang,” ungkap Ali. Dia juga menyangkal BBPOM kecolongan dan merasa semua hasil pengujian produk yang dilakukan selama ini di pabrik itu, bebas dari bahan berbahaya.

Ya, BBPOM melakukan pengawasan untuk setiap produk. Artinya ada waktu berkala yang menjadi waktu pengujian produk. Sekali lagi ditanya kapan terakhir melakukan pengujian terhadap saus tersebut, Ali menjawabnya dengan sedikit nada keras. “Kan sudah saya bilang saya ga mau komentar itu karena sudah ditangani Polda. Kalian tanyalah sama Polda sana. Kalau kalian tanya lagi saya bisa emosi,” ungkapnya.

Ali juga mengatakan pihaknya tidak mau melakukan pengujian karena sudah berada di tangan Poldasu. Pihaknya merasa tidak bertanggung jawab untuk melakukannya. Dirinya juga tidak mau berkomentar mengapa pihaknya tidak diikut sertakan saat pihak Poldasu melakukan penggrebekan.

Dirinya pun terkesan kurang senang dengan pertanyaan tersebut. Sebab terlihat dari raut wajah dan bahasa tubuhnya yang tidak tenang menjawab pertanyaan. “Kita gak tahu mereka ujinya dimana dan dokumennya ga ada sama kita. Kenapa kami tidak dilibatkan itu saya gak bisa komentar,” ungkapnya.

Direktur Lembaga Advokasi dan Perlindungan Konsumen (LAPK), Farid Wajdi.

Lain pula dengan Direktur Lembaga Advokasi dan Perlindungan Konsumen (LAPK), Farid Wajdi. Dia menganggap ada yang janggal. Sebab semua izin, mulai dari izin produksi, izin gangguan dan izin pemasaran semua lengkap. Masalah lain, selama ini kasus serupa telah kerap terjadi. Apalagi Medan dan Sumatera Utara, sebagai surga produk makanan dan obat-obatan bermasalah.

Selama ini dia melihat ada banyak sajian berita tak sedap mengisi lembaran media. Farid juga mengelompokkan masalah utama keamanan pangan, obat dan kosmetika di Indonesia.

Pertama, masih banyak ditemukan peredaran produk pangan, obat dan kosmetika yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan. Kedua, banyak terjadi kasus penyakit dan keracunan melalui makanan, obat dan kosmetika yang sebagian besar belum dilaporkan dan belum diidentifikasi penyebabnya. Ketiga, banyak ditemukan sarana produksi dan distribusi pangan, obat dan kosmetika yang tidak memenuhi persyaratan. Terutama di industri kecil/rumah tangga, industri jasa boga dan penjual makanan jajanan.

Lalu keempat, lemahnya kredibilitas pengawasan karena fungsi lembaga pemerintahan yang telah ditunjuk untuk melindungi konsumen, mengingat begitu banyak kandungan bahan berbahaya dalam pangan, obat dan kosmetika. Kelima, rendahnya pengetahuan dan kepedulian konsumen tentang keamanan pangan, obat dan kosmetika.

Lembaga pengawas, pada intinya, sering bertindak ceroboh dan menganggap sederhana dalam melaksanakan tugasnya melindungi masyarakat. “Padahal itu sudah merupakan tanggung jawab mereka sepenuhnya. Dengan alasan tanggungjawab yang terlalu banyak dan lingkup area pengawasan yang terlalu luas, mereka merasa layak untuk bekerja lebih cepat atau hanya sekadar mengemukakan wacana saja,” jelasnya.

“Jika saja pemerintah seperti BBPOM, Disperindag atau Dinas Kesehatan melakukan pengawasan rutin, maka tentu pelaku usaha resmi pun tidak mau mengambil risiko untuk menjual pangan, obat dan kosmetika bermasalah. Tetapi sayang, disinyalir pengawasan paling banter hanya dilakukan setahun sekali menjelang khususnya hari lebaran atau tahun baru. Itupun terkesan hanya kamuflase saja,” ungkapnya.

“Karena jikapun terdapat temuan barang bermasalah, kelanjutan kasusnya tidak jelas, termasuk sanksi yang dapat membuat pelaku usaha jera. Padahal di Indonesia badan yang mempunyai otoritas untuk melakukan pengawasan terhadap produk makanan yang beredar adalah Badan POM, dari sisi adminsitrasi usaha Disperindag tempatnya. Tetapi fungsi badan ini sepertinya kian meredup saja,” katanya.

Foto: Gibson/PM
Jimmi, pemilik pabrik saos merek Dena, saat diwawancarai wartawan.

Pemerintah perlu bertindak tegas sesuai dengan peraturan yang berlaku sehingga kepentingan dan hak konsumen terjamin, tegasnya. Bagi importir, distributor dan pengecer yang masih membandel menjual produk tersebut dapat dikenakan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku yaitu UU No. 18 Tahun 2012 tentang Kesehatan, UU No. 36 Tahun 2009 tentang Pangan dan UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, berupa pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp.2 miliar.

Mengingatkan, Petugas Subdit I/Indag Dit Reskrimsus Poldasu menggerebek PT. Duta Ayumas Persada di Jalan Raya Namorambe, Pasar IV, Kabupaten Deliserdang, Rabu (11/3) siang. Perusahaan tersebut memproduksi saus cabe merk Dena, Bola Dunia dan Sun Flower yang diduga memakai bahan tekstil.

Selain masalah saus, Polda Sumut juga akan menyidik kasus penggunaan 1.200 liter BBM bersubsidi dalam operasional produksi saus berbagai kemasan.

Dari penggerebekan itu disita 3350 kotak saus cabe merek Dena, 850 kotak saus cabe merek Sun Flower, 550 kotak saus Cabe, 60 kotak sambal merek Dena, 84 botol saus merek Dena ukuran 600 Ml, foto copy pembukuan hasil produksi, foto copy pembukuan bahan baku dan enam drum BBM jenis solar (total lebih kurang 1200 liter). Pabrik saus ini beroperasi sejak tahun 1973. Hasil produksinya didistribusikan ke wilayah Sumut dan Aceh.(win/trg)

Exit mobile version