Site icon SumutPos

Jumlah Kematian Covid Meningkat, Didominasi Lansia yang Belum Vaksin

Kadinkes Kota Medan, Taufik Ririansyah .

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Angka kematian karena Covid-19 masih belum stabil, walaupun kasus terkonfirmasi Covid-19 cenderung melandai. Bahkan, angka kematian Covid-19 di Kota Medan saat ini didominasi oleh para lanjut usia (lansia) yang belum divaksin.

Berdasarkan data Dinas Kesehatan kota Medan, Sabtu (12/3) angka kematian Covid-19 berjumlah 6 orang, naik 3 orang dibanding Jumat (11/3). Bahkan, pada Selasa (8/3), angka kematian Covid-19 sempat berjumlah 13 orang.

Kadinkes Kota Medan, Taufik Ririansyah mengungkapkan, jika angka kematian Covid-19 saat ini didominasi oleh para lansia. “Kalau yang kami lihat situasinya, rata-rata yang meninggal ini dari kaum lansia dan sebagian besar memang belum vaksin 1 dan 2,” ungkap Taufik, Minggu (13/3).

Menurut Taufik, para lansia yang terkonfimasi Covid-19 ini meninggal lantaran didorong oleh faktor penyakit komorbid atau penyakit bawaan. “Sejauh yang kami pantau di rumah sakit, yang sudah vaksinasi minim untuk angka kasus kematian,” tuturnya.

Sementara itu, untuk tingkat pelaksanaan vaksinasi saat ini masih terus dilakukan. Adapun untuk vaksinasi dosis pertama sudah mencapai 95 persen, dosis kedua mencapai 85 persen, dan vaksinasi booster atau ketiga sudah mencapai 11 persen.

“Kami memfasilitasi siapa saja yang ingin membuka vaksinasi booster, silahkan daftar dengan minimal lebih dari 100 pendaftar, agar bisa kami tugaskan petugas untuk ke sana dengan jadwal yang sudah ditentukan,” ajak Taufik.

Perpanjang Kedaluarsa Vaksin

Sementara itu, Juru Bicara Satgas Covid-19 pusat menyatakan, pemerintah telah memperpanjang masa kadaluwarsa 18 juta dosis vaksin Covid-19, Minggu (13/3)

Menanggapi hal tersebut, Ketua Ikatan Dokter Indonesia ( IDI) Sumut Ramlan Sitompul dengan tegas menyatakan bahwa masa kadaluwarsa dosis vaksin bisa diperpanjang apabila diizinkan oleh perusahaan yang membuat vaksinasi.

“Kita tidak bisa menyebutkan masa kadaluwarsa dosis vaksinasi bisa diperpanjang meskipun itu pemerintah yang menyebutkan,” ucap Ramlan dengan tegas.

Dijelaskan Ramlan, bahwa dosis vaksinasi itu dibuat oleh suatu perusahaan, sehingga yang berhak menyatakan perpanjangan expaired dosis vaksin ialah perusahaan itu sendiri.

“Sekarang begini yang menyatakan vaksinasi expired itu siapa? Perusahaan yang punya vaksin bukan? Karena mereka yang tahu dibuatnya tanggal berapa, kapan berakhirnya itu mereka yang harus menentukan. ini kok pandai pandaian ada lembaga sekalipun itu pemerintahan lain yang menyatakan bisa memperpanjang vaksin,” tuturnya.

Jika pun perusahaannya menyatakan expired dosis vaksin ini bisa diperpanjang, kata Ramlan, pihak perusahaan harus ada bukti hasil riset yang diajukan kepada pemerintah. “Apabila memperpanjang expired vaksin bukan perusahaan yang membuat itu bisa dihukum. Walaupun itu Kemenkes,” paparnya.

Untuk diketahui Juru bicara Satgas Covid-19, Wiku Adisasmito membenarkan adanya 18 juta dosis vaksin Covid-19 yang bakal kedaluwarsa dalam waktu dekat.

Namun, Wiku mengatakan pemerintah telah memperpanjang masa kedaluwarsa vaksin tersebut sehingga dapat digunakan.

“Hal ini dilakukan dengan hati-hati oleh pemerintah melalui diskusi dengan pakar dan pabrik obat secara mendalam, sehingga layak dan lulus uji perpanjangan kedaluwarsa ini,” ujar Wiku dalam konferensi pers secara daring pada Selasa (8/3) lalu.

Selain melakukan perpanjangan masa berlaku vaksin, Wiku mengatakan, pihaknya juga gencar menyalurkan vaksin kepada masyarakat. Hasilnya pada Februari 2022, sebanyak 4 juta stok vaksin tersebut berhasil disuntikan.

Wiku mengatakan upaya perpanjangan batas kedaluwarsa vaksin bukan solusi utama dari masalah ini. “Hal ini usaha agar stok vaksin yang ada tidak terbuang sia-sia. Sehingga kunci utama penggunaan vaksin yang baik dengan distribusi ke masyarakat,” kata Wiku.

Jangan Gegabah Tetapkan Endemi

Tenaga Ahli pada Bidang Penanganan Kesehatan Satgas Penanganan Covid-19 Sumut dr Restuti Hidayani Saragih menilai, endemi tidak boleh dinyatakan secara gegabah. Sebab, pandemi Covid-19 sampai saat ini masih belum terkendali.

Sebagaimana sesuai dengan arahan presiden bahwa dalam menyatakan Indonesia masuk fase endemi Covid-19 tidak boleh gegabah.

Hal ini karena yang memiliki wewenang menetapkan pandemi ada di WHO. Dengan demikian, kewenangan untuk menyatakan bahwa pandemi telah berakhir juga berada di WHO. “Tidaklah bisa masing-masing negara menyatakan bahwa kami sudah keluar dari pandemi Covid-19,” kata Restuti belum lama ini.

Restuti menjelaskan, secara definisi, pandemi adalah epidemi suatu penyakit yang terjadi pada sejumlah negara, sejumlah benua, atau seluruh dunia. Karena itu, pandemi melibatkan banyak negara dan benua. “Penilaiannya bersifat global, terlebih karena transportasi dan mobilitas global yang akan saling mempengaruhi antarnegara dan antarbenua. Hingga saat ini WHO belum mencabut status pandemi Covid-19,” ungkapnya.

Menurut dia, jika nantinya ditetapkan status endemi Covid-19, maka kondisi tersebut bukan berarti akan terbebas dari virus itu. Juga bukan pula berarti masyarakat sudah bisa berperilaku seperti sebelum ada Covid-19. Artinya, pemahaman yang salah seperti ini tentu harus dihindari, dengan komunikasi dan edukasi publik yang baik.

“Endemi adalah keberadaan suatu penyakit yang bersifat terus-menerus ada dengan prevalensi biasa pada populasi masyarakat di suatu daerah geografis tertentu. Apabila pada waktunya nanti (sesuai syarat) Covid-19 masuk fase endemi, tetap masih bisa status tersebut berubah menjadi epidemi (peningkatan mendadak kasus penyakit melebihi ekspektasi normal pada populasi masyarakat di daerah geografis tertentu) maupun kembali menjadi pandemi,” paparnya.

Restuti menuturkan, dalam kondisi endemi, tetap membutuhkan perhatian khusus dikarenakan beban yang tinggi, terutama pada pelayanan kesehatan diikuti beban sosial, ekonomi, dan lainnya dalam kehidupan. “Indikator-indikator untuk mengukur apakah Indonesia sudah dapat mengendalikan pandemi secara konstan dan memang sesuai untuk beralih ke endemi, adalah kapasitas 3T (Testing, Tracing, dan Treatment) ditambah cakupan vaksinasi Covid-19,” tuturnya.

Secara general, lanjut Restuti, kapasitas 3T Indonesia umumnya dan Sumut khususnya masih bervariasi dan perlu peningkatan capaian untuk mencapai target dan konsisten. Angka positivity rate untuk Indonesia adalah 9,98%, sementara untuk Sumut adalah 6,72%. “Meski positivity rate terus menurun, angkanya masih berada di atas rekomendasi WHO yaitu di bawah 5%. Kesimpulannya, saat ini pandemi Covid-19 belum terkendali dengan baik,” tegasnya.

Dia menyebutkan, cakupan vaksinasi saat ini masih harus bekerja keras dalam mempercepat tercapainya target, baik penyelesaian vaksinasi primer maupun booster dengan catatan terutama pada kelompok prioritas (lansia, komorbid).

“Protokol kesehatan mengenai transisi dari pandemi (ke epidemi dan selanjutnya) ke endemi yang tengah disiapkan oleh Menteri Kesehatan patut didukung. Persiapan itu haruslah matang, dan pemilihan waktu peralihan tersebut kita harapkan benar-benar sesuai dengan persyaratan dan indikator yang ada. Insya Allah bersama kita bisa melewati masa-masa sulit ini,” pungkasnya.

Terpisah, Kepala Dinas Kesehatan Sumut drg Ismail Lubis mengakui ada informasi wacana yang digulirkan yaitu akan beralih dari pandemi ke endemi. Namun, informasi ini masih butuh klarifikasi. “Ini masih sebatas informasi, dan sampai sekarang kita belum ada menerima surat edaran terkait endemi dari pemerintah pusat,” ujarnya.

Data Kemenkes yang disampaikan BNPB pada 13 Maret 2022, Sumut disebutkan bertambah 356 kasus baru terkonfirmasi positif. Dari penambahan ini, akumulasi terkonfirmasi positif meningkat menjadi 152.139 kasus. Penambahan juga didapatkan dari angka kematian akibat Covid-19 yaitu 12 kasus. Akumulasinya kini menjadi 3.111 kasus. Sedangkan angka kesembuhan bertambah 1.133 kasus, sehingga totalnya menjadi 135.351 kasus. (ris/trb/bbs)

Exit mobile version