Site icon SumutPos

Debat Kedua Pilgubsu: Panggung Untuk Sihar Sitorus

Pasangan gubernur dan wakil gubernur Sumatera Utara, Djarot Syaiful Hidayat-Sihar Sitorus menjawab pertanyaan saat acara debat publik kedua yang digelar KPU Sumut di Hotel Adi Mulya, Sabtu malam (12/5).

Oleh : Anwar Saragih

 

Salah satu kemajuan Indonesia di bidang politik pascareformasi 1998 adalah rakyat diberikan mandat langsung untuk memilih pemimpinnya di daerah, baik provinsi, kota dan kabupaten. Khususnya sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, kepala daerah dipilih secara langsung oleh rakyat melalui Pilkada yang pertama kali diselenggarakan pada bulan Juni 2005.

Lebih lanjut, debat kandidat merupakan momentum para calon untuk bertemu dan beradu gagasan dalam satu forum resmi untuk menyampaikan solusi atas persoalan di daerah. Tidak hanya itu, debat kandidat calon kepala daerah  juga menjadi ajang yang tepat para calon untuk menguatkan pilihan masyarakat dan merebut pemilih rasional yang selama ini belum menentukan pilihan sama sekali.

Pada hari sabtu tanggal 12 Mei 2018 yang lalu Pemilihan Gubernur Sumatera Utara (Pilgubsu) memasuki tahapan debat jilid kedua (II). Debat yang diselenggarakan oleh KPU Sumut di Hotel Adimulia Medan ini mengambil thema besar: “Pembangunan yang Berkeadilan dan Berkesetaraan” sebagai urgensi utama persoalan yang harus diselesaikan oleh pemimpin Sumatera Utara 5 tahun mendatang. Terutama soal ketimpangan ekonomi yang menyangkut pengangguran dan kemiskinan di Sumatera Utara.

Hal ini terlihat dari angka kemiskinan yang masih tinggi di Sumut tahun 2017 yang mencapai 9,28 % dari jumlah penduduk Sumut yaitu 1.326.000 orang. Meski angka kemiskinan turun dari tahun sebelumnya yaitu 1.453.000 orang, namun angka Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan Sumut yang secara tidak langsung menunjukkan kecenderungan menurun.

Angka Kedalaman Kemiskinan turun dari 1,714 menjadi 1,499 dan Indeks Keparahan Kemiskinan turun dari 0,445 menjadi 0,366 pada tahun 2017. Ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung semakin mendekati garis kemiskinan dan tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk miskin semakin menurun.

Dampaknya angka Indeks Kebahagiaan Masyarakat Sumatera Utara tahun 2017 hanya sebesar 68,41 Pada Skala 0-100. Angka tersebut termasuk rendah karena posisinya hanya diatas Provinsi Papua Barat jika diurutkan dan diperbandingkan dengan provinsi-provinsi lain di Indonesia. Dimana indikator yang digunakan dalam mengukur indeks kebahagiaan menggunakan refensi tiga  aspek yaitu kepuasan hidup (Life Satisfaction) 34,80%, perasaan (Affect) 31,18%, dan makna hidup (Eudaimonia) 34,02%.

Hal inilah yang disoroti oleh pasangan calon Djarot Saiful Hidayat dan Sihar Sitorus dalam rangkaian debat melawan pasangan Edy Rahmayadi dan Musa Rajekshah di debat kandidat calon kepala daerah Sumatera Utara kemarin. Pada debat kemarin Sihar Sitorus layak menjadi perhatian khusus karena terlihat jelas lebih menguasai statistik, materi  dan data terkait angka pengangguran, kemiskinan dan ketimpangan ekonomi di wilayah Pantai Timur, Tengah dan Pantai Barat yang menjadi permasalahan utama provinsi Sumatera Utara.

Foto: Sutan Siregar/Sumut Pos
Pasangan Eramas dan Djoss sebelum debat kandidat Pilgubsu, Sabtu (12/5) lalu.

Ketimpangan di Sumatera Utara

Tidak bisa dipungkiri, permasalahan utama di Sumut saat ini adalah ketimpangan sosial, ekonomi dan infrastruktur antara wilayah Pantai Timur dan pantai Barat Sumatera Utara. Bahkan, jika kita merujuk pada indikator ekonomi menunjukkan wilayah Pantai Barat saat ini  tertinggal dibanding daerah Pantai Timur. Produk Domestik Bruto (PDRB) Perkapita daerah-daerah sangat jauh dengan Pantai Timur Sumut.

PDRB Perkapita pantai Timur tahun 2017 seperti Kabupaten Nias Selatan yaitu Rp. 11 763 472, Kabupaten Nias Rp.16.173.863, Kabupaten Tapanuli Tengah Rp. 16.900.836,  Kabupaten Nias Utara Rp.15.138.638, Kabupaten Nias Barat Rp.12.597.770 dan Kota Gunung Sitoli Rp.20.889.648.

Bandingkan PDRB perkapita daerah-daerah tersebut dengan beberapa kabupaten yang berada di pesisir Pantai Timur seperti Kabupaten Langkat Rp. 25.003.534, Kabupaten Deli Serdang Rp. 29.837.900, Kabupaten Serdang Bedagai Rp   27.264 694, Kabupaten Batubara Rp.52.167.541 dan Kota Medan Rp. 59.236.740.

Melihat angka-angka ini, Sihar Sitorus menjelaskan dalam debat tersebut solusi  ketimpangan antara wilayah Pantai Barat dan Pantai Timur Sumut harus dilihat dari paradigma keadilan dengan efesiensi operasional, investasi, pemanfaatan dana Corporate Social Responsibility (CSR)  perusahaan swasta dan BUMD yang ada di Sumut secara esensial harus memberi proporsi dan perhatian khusus untuk pembangunan wilayah Pantai Barat.

Tidak hanya itu saja, menurut Sihar Sitorus dalam rangka pengembangan dan pembangunan di kawasan Pantai Barat yang memiliki potensi besar harus diurus lebih serius dengan jalan pengalokasian dana khusus. Selanjutnya, pengintegrasian antara proyek-proyek pemerintah pusat dan pemerintah provinsi lebih mengedepankan prinsip-prinsip keadilan dengan anggaran yang proporsional pula.

Lebih lanjut, pada momentum debat lain, saat Musa Rajekshah menanyakan ihwal pemekaran provinsi Nias kepada Sihar Sitorus. Dengan tegas dan efektif, Sihar Sitorus menegaskan bahwa pemekaran sebuah provinsi merupakan kewenangan pusat dengan ragam kriteria seperti budaya, ekonomi dan geografis. Sihar Storus tidak terjebak dengan pertanyaan pemekaran karena hulu dari permasalahan ketimpangan dan ketertinggalan kabupaten/kota di Nias adalah perhatian yang kurang dari pemerintah selama ini.

Kemudian, Sihar Sitorus menekankan untuk kesejahteraan masyarakat Nias kedepannya akan dilakukan dengan percepatan pembangunan, peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM), struktur pendapatan dan menurunkan angka kemiskinan dengan pengembangan potensi unggulan kepulauan Nias terkait parawisata.

Pasangan cagub-cawagub Sumut nomor urut dua Djarot Saiful Hidayat (kedua kanan)-Sihar Sitorus (kanan) menyampaikan program disaksikan pasangan cagub-cawagub nomor urut satu Edy Rahmayadi (kiri)-Musa Rajekshah (kedua kiri) pada Debat Publik Kedua Pilgub Sumut, di Medan, Sumatera Utara, Sabtu (12/5). Debat publik tersebut mengangkat tema Pembangunan yang Berkeadilan dan Berkesetaraan.

Panggung untuk Sihar Sitorus

Secara empirik, terlihat jelas debat kedua Pilgubsu kemarin merupakan “Panggung untuk Sihar Sitorus” menunjukan penguasaannya akan persoalan di Sumut. Penyebabnya dalam debat tersebut sangat terlihat jelas bahwa seorang Sihar Sitorus sangat menguasai angka, data, dan materi debat. Hal ini didasari oleh pengalamannya selama ini menjadi tenaga ahli Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia (Kemenko PMK RI) yang banyak mengurusi masalah pendidikan, kesehatan dan kemiskinan di Indonesia secara umum maupun secara khusus di Sumatera Utara yang merupakan wilayah asalnya.

Tidak hanya itu saja, Sihar Sitorus yang selama ini pernah belajar ekonomi dan bisnis di Amerika dan Inggris membuat paradigma pemikirannya akan pentingnya data untuk mengukur dan mengalisis persoalan sampai ke akar permasalahan menjadi keunggulan tersendiri yang membuat argumen-argumen debat Sihar Sitorus sulit untuk di bantah baik secara kualitatif maupun kuantitatif .

Pada konteks debat, penguasaan data tentu sangat penting mengingat hal ini menjadi pendukung utama seorang calon kepala daerah untuk berdebat di publik. Apalagi selama ini, debat kandidat kepala daerah sering tak substansi memasuki masalah juga berputar-putar pada permainan kata karena dikuasai oleh bahasa-bahasa metafor yang sifatnya sangat retorik.

Sihar Sitorus  juga telah membuktikan, bahwa sebagai putera asli dari Sumut keadilan dan kesetaraan harus segera diwujudkan sebagaimana amanah konstitusi Indonesia. Sebab, hanya dengan keadilan dan kesetaraan antara wilayah, kaedilan antara individu dan individu, masyarakat dan masyarakat kedepannya kita bisa mewujudkan Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. (*)

 

Penulis adalah Dosen Ilmu Pemerintahan Universitas Darma Agung Medan

 

Exit mobile version