Site icon SumutPos

Wawancara Eksklusif dengan Khairul Ghazali, Terdakwa Perampokan Bank CIMB Niaga

Lama Menulis di Malaysia, Terinspirasi Pramoedya

Khairul Ghazali, pimpinan Majelis Taqlim Al Quds, kini mendekam di penjara. Ia menjadi terdakwa kasus perampokan Bank CIMB Niaga Medan bersama 13 terdakwa lain. Baru-baru ini, Khairul Ghazali meluncurkan buku Perampokan Bukan Fa’i yang ditulisnya selama di penjara. Ia mengaku terinspirasi dari penulis besar Pramoedya Ananta Toer. Siapa sebenarnya sosok cerdas ini?

Hidup di penjara bukan lantas mematikan kreativitas Khairul Ghazali untuk menulis. Pria kelahiran Medan 29 April 1965 ini menjadikan penjara sebagai tempat baru melahirkan ide-ide cemerlang dalam bentuk tulisan. Maklum sejak SMP, Khairul Ghazali sudah suka menulis.

Semangat ini juga muncul dari sejarah penulis-penulis terkenal yang pernah merasakan udaranya penjara. Pramodya Ananta Toer yang menulis buku Tetralogi Bumi Manusia saat diasingkan di Pulau Buru, Hamka dan penulis-penulis terkenal lain menjadi inspirasinya. “Saya pun demikian, walau dipenjara, tetap menyalurkan hobi menulis,” kata Khairul Ghazali yang ditemui di suatu tempat, kemarin.

Buku Perampokan Bukan Fa’I, ditulis di penjara dalam waktu sekitar 1,5 bulan. Khairul Ghazali ditangkap Densus 88 Anti Teror di rumahnya Jalan Sehat Desa Bunga Kota Tanjung Balai, 19 September 2010. Awal Oktober dia mulai menulis buku tersebut dan rampung November 2010. “Saya hanya membutuhkan alat berupa kertas, pulpen dan Al-Quran,” ujar Khairul Ghazali. Ketiga alat itu dimintanya dari penyidik saat berada di penjara.

Materi yang tersaji dalam catatan setebal 109 halaman itu dituangkan dengan mengandalkan ingatan. Hanya Al-Quran yang digunakan Khairul Ghazali sebagai literatur untuk memperkaya tulisan. “Ya, murni ingatan saja, hingga akhir buku-buku tersebut diterbitkan Grafindo Khazanah Ilmu,” ungkapnya.

Perampokan Bukan Fa’I ini bermaksud meluruskan pandangan sebagian orang tentang Fa’I.
“Fa’I itu merupakan harta rampasan yang direbut tanpa kekerasan dan pertumpahan darah. Fa’I itu tidak memerlukan pengerahan kekuatan dan senjata, tidak ada ancaman apalagi teror dan pembunuhan,” ujarnya.

Sebagai seorang dari 14 terdakwa kasus perampokan Bank CIMB Niaga ini tetap berpandangan bahwa tuduhan yang disampaikan penyidik kepadanya tidak tepat. Khairul Ghazali bilang, dia hanya korban. Soalnya Densus 88 Anti Teror datang ke rumahnya untuk menangkap Dani, salah satu tersangka perampok Bank CIMB Niaga.

“Saat itu terjadi kontak senjata, karena Dani tewas saya pun sebagai pimpinan Majelis Taqlim Al Quds diboyong anggota Densus sebagai tersangka,” ungkapnya. Dani sendiri merupakan satu dari 70 jamaah Majelis Taqlim Al Quds.

“Tentu saja sebagai murid, Dani sering datang ke rumahnya. Jadi kesalahan saya karena saya menyembunyikan pelaku perampokan, Itu saja, sesuai dengan fakta-fakta di persidangan,” ujarnya.
Tapi itu proses hukum, sebagai terdakwa Khairul Ghazali akan mematuhi aturan hukum yang disangkakan kepadanya. Jadi penyebaran agama sudah menjadi tanggungjawabnya termasuk meluruskan padangan soal Fa’I.

Khairul Ghazali sudah lima tahun tinggal di Tanjung Balai. Dia sendiri adalah suku Melayu dari Langkat dan lahir di Kota Medan. Istrinya kelahiran Tebingtinggi. Selama berumah di Tanjung Balai, dia aktif mengajarkan agama hingga akhirnya membuka Majelis Taqlim Al Quds serta Tahfidz Al-Quran.

Hidupnya dihabiskan untuk kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan ibadah agama.
Sebelum tinggal di Tanjung Balai, Khairul Ghazali lama tinggal di Malaysia. “Dulu saya pernah mau suluk ke Besilam dengan ayah. Karena usia masih kecil saya tidak diperbolehkan ikut suluk,” ungkapnya. Dari situlah saya memutuskan berangkat ke Malaysia.

Di negara tetangga itu, Khairul Ghazali aktif menulis. Beragam syair, cerpen dan puisi sudah banyak dihasilkan dan bahkan dimuat di media massa terbitan Medan dan Malaysia. Karena lama menjadi penulis, akhirnya Khairul Ghazali diterima menjadi wartawan di Malaysia yakni surat kabar Dunia Islam. “Dulu tugas saya tukang wawancara. Jadi banyak menteri-menteri di Malaysia yang sudah pernah saya wawancarai,” ungkapnya. Karena seringnya liputan, Khairul Ghazali memutuskan untuk tinggal di Tanjung Balai. “Kan jarak antara Malaysia dengan Tanjung Balai sangat dekat,” pungkasnya.

Tulisan Perampokan Bukan Fa’I merupakan karya tulisan yang ke-53 Khairul Ghazali.  “Jadi kalau Sumut Pos mau menerbitkan tulisan saya, maka saya ikut senang. Rencananya kliping tulisan yang dimuat di media massa akan saya jadikan sebuah buku,” katanya. (*)

Exit mobile version