Site icon SumutPos

Pemkab DS Abaikan Instruksi BPK Bayar Utang Rp175 Miliar

Utang proyek-Ilustrasi

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Deliserdang dinilai tak menghargai laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Sumut. Pasalnya, dalam laporan tersebut, BPK RI menginstruksikan Pemkab Deliserdang untuk melakukan pembayaran pengerjaan fisik pembangunan di Kabupaten Deliserdang. Nyatanya, hingga kini proyek yang selesai dikerjakan pada 2014 tersebut belum juga dibayarkan.

Hal itu, disampaikan Konsultan Audit Kerugian Keuangan Negara, Sudirman. Menurutnya, tidak ada alasan bagi Pemkab Deliserdang untuk tidak memasukkan utang swakelola sebesar Rp175 miliar ke dalam APBD maupun P-APBD, sesuai Gugatan Forum Solidaritas Pemborong Swakelola Terdzolimi kepada Pemkab Deliserdang.

Dasar hukumnya, kata dia, sesuai laporan pemeriksaan BPK yang merekomendasikan kepada Bupati Deliserdang, agar menyelesaikan permasalahan utang tersebut dan memerintahkan SKPD terkait untuk mencatat hasil pengadaannya ke dalam aset tetap. “Harusnya Pemkab Deliserdang menghargai BPK yang di dalam laporan BPK meminta kepada Pemkab Deliserdang untuk mengakomodir pekerjaan-pekerjaan fisik yang belum dibayar Pemkab Deliserdang,” kata Sudirman kepada Sumut Pos, Minggu (13/8) sore.

Sudirman menilai, Forum Solidaritas Pemborong Terzalimi sudah melaksanakan pekerjaan sesuai dengan kewajibannya. Namun, secara hak belum dipenuhi oleh Dinas PU Deliserdang sampai saat ini, yang berlangsung selama 3 tahun ini. “Pekerjaan sudah selesai dan sudah dinikmati masyarakat. Untuk itu, Pemkab Deliserdang wajib membayar pekerjaan itu,” kata mantan auditor BPKP Perwakil Sumut itu.

Dalam pembayar tersebut, Sudirman mengatakan, Pemkab Deliserdang sudah bisa mengikuti pedoman merujuk dari laporan BPK RI sebagai aturan pembayaran tersebut. “Intinya, Pemkab dan DPRD Deliserdang berpedoman pada isi laporan BPK tetang pekerjaan swakelalo yang belum dibayarkan,” jelasnya.

Sudirman mengungkapkan, tinggal itikad baik dari Pemkab Deliserdang saja untuk membayar utang sebesar Rp175 miliar dengan pengerjaan 697 paket pengerjaan berbagai jenis infrastruktur di Kabupaten Deliserdang pada tahun 2014 itu. “Pemkab Deliserdang dengan mengajukan pembayaran utang tersebut dalam P-APBD Deliserdang sesuai dengan laporan BPK itu,” tandasnya.

Sementara, Ketua Forum Solidaritas Pemborong Swakelola (FSPS) Deliserdang Ahmad Fahruddin menyayangkan tindakan Pemkab Deliserdang yang belum juga mau membayar utang tahun 2014 senilai Rp175 miliar. “Sangat disayangkan apa yang telah dilakukan Pemkab Deliserdang. Ada apa sebenarnya, sehingga sekarang, kasus yang mestinya bisa diselesaikan ini menjadi perhatian banyak orang di luar Delisedang,” kata Fahrudin.

Dikatakannya, mestinya Pemkab Deliserdang menghormati keputusan Pengadilan Tinggi (PT) Medan melalui putusan No 39/PDT/2017 yang menginstruksikan untuk membayar utang piutang. “Kepemimpinan Deliserdang hari ini akan masuk catatan sejarah, karen a telah memperlihatkan tindakan yang tak taat hukum. Jangankan memberikan kesejahteraan pada rakyatnya, membayar utang saja pun tak mau,” lanjut Fahrudin.

“Kalau dalam bahasa hukum, Pemkab memperlihatkan itikat buruk, dan melawan hukum. Karena fakta hukum sudah tidak dihormati,” lanjutnyaFahrudin.

Proyek-Ilustrasi

Dia juga mengungkapkan, rencananya hari ini, Senin (14/8) mereka akan berdiskusi dengan DPRD Deliserdang, membahas pembayaran utang swakelola ini. “Kita mau melihat respon DPRD Deliserdang bagaimana sikapnya melihat masalah ini,” ungkapnya.

Mereka berharap, DPRD Deliserdang dapat memberikan solusi, sehingga hak mereka dapat diberikan oleh Pemkab Deliserdang. Menurutnya, tidak ada alasan lagi bagi Pemkab Deliserdang menahan-nahan hak mereka itu. “Namun kelihatannya, itikad baik Pemkab Deliserdang yang tidak ada. Kalau mereka memiliki itikad baik, pasti hak kami ini sudah dimasukkan sebagai utang Pemkab, sehingga dapat dianggarkan di APBD Deliserdang. Karenanya, dengan diskusi dengan DPRD Deliserdang nanti, kita mendesak agar ini bisa di masukkan dalam P-APBD 2017 ,” tandasnya.

Sementara, Kepala Bagian Hukum Pemkab Deliserdang Edwin Nasution SH MH ketika kembali dikonfirmasi Sumut Pos di Kantor Bupati Deliserdang, akhir pekan lalu mengungkapkan, upaya banding yang dilakukan Pemkab Deliserdang ke Mahkama Agung (MA) merupakan upaya hukum yang harus dijalani Pemkab Deliserdang. “Upaya hukum harus dilakukan Pemkab Deliserdang karena ada seorang Majelis Hakim Tinggi memiliki pendapat berbeda terhadap putusan yang menggabulkan permohonan kawan-kawan FSPST. Majelis Hakim Binsar Siregar SH MH memiliki pandangan berbeda dengan kedua majelis hakim lainnya,” terang Edwin.

Lanjutnya, justru Pemkab Deliserdang selalu taat dengan aturan hukum maka dilakukan kasasi ke Mahkama Angun (MA). Bila putusan kasasi nantinya keluar, tentu Pemkab Deliserdang akan mengikuti aturan hukum. Edwin menyebutkan, bukti pemkab taat hukum, mereka membayar ganti rugi terhadap Jalatar Saragih sebesar Rp470 juta. “Ganti itu dianggarkan kalau tidak di PAPBD 2017, bisa di APBD 2018 mendatang,” terangnya.

Dilanjutkan Edwin, ganti rugi yang harus di bayarkan Pemkab Deliserdang karena putusan kasasi dari MA. Dimana, Jalatar Saragih melakukan gugatan terhadap lahan SMP Negeri 2 Kecamatan Bangun Purba. Ditingkat PN Lubukpakam dan PT Sumut, Pemkab Deliserdang kalah. Memperkuat putusan itu maka dilakukan kasasi dan putusan kasasi dari MA, menyatakan Pemkab Deliserdang diperintah membayarkan ganti rugi lahan tersebut.

Kantor Bupati Deliserdang.

Masih menurut Edwin, gugatan yang dilakukan FSPST adalah pekerjaan swakelola tahun 2014 dengan paket proyek sebanyak 697 pekerjaan. Saat itu Kepala Dinas Pekerjaan Umum Pemkab Deliserdang, Ir Faisal dengan Bupatinya Ahsari Tambunan. Masa transisi dari Bupati Amri Tambunan ke Bupati Ahsari Tambunan.

Disebutkanya, para pemborong itu mendapat Surat Perintah Kerja (SPK) dari Ir Faisal. Kemudian berdasarkan SPK itulah para pemborong mengerjakan pekerjaan. Sebelumnya, tahun-tahun sebelumnya para pemborong telah mengerjakan proyek swakelola di lingkungan kerja Pemkab Deliserdang.

“Mereka semua dibayar. Setelah tak Pak Faisal, sistem swakelola tak berlaku lagi,” terangnya.

Anggota DPRD Deliserdang dari Fraksi PKS, Darwis Batubara tampak irit bicara mengenai masalah utang Pemkab DS terhadap proyek swakelola tersebut. “Ikut saja proses hukum selanjutnya yang lebih tinggi,” katanya kepada Sumut Pos, tadi malam.

Banding di MK yang diajukan Pemkab DS kembali terkait masalah ini, diakui Darwis perlu disaksikan dan dikawal bersama. Artinya menurut dia, karena bagaimanapun proses hukum sudah berjalan. Pihaknya juga tidak dapat memastikan akan bersikap seperti apa, jika MA kembali memenangkan pihak pemborong dan mewajibkan Pemkab DS mengganti rugi utang tersebut. “DPRD DS kan tidak bisa memaksakan Pemkab, pihak yudikatiflah punya wewenang di ranah itu,” ucapnya.

Sebelumnya, Ketua Fraksi Golkar DPRD Deliserdang Mikail Tantara P Purba menyarankan agar pemborong yang tergabung dalam FSPST bersabar menunggu keputusan hukum yang inkrah. Jangan dipaksa-paksa Pemkab Deliserdang dan DPRD Deliserdang untuk melangar aturan hukum. “Bila dipaksa DPRD mengangarkan Rp175 miliar menjadi neraca utang di APBD tanpa dasar hukum yang jelas, bisa masuk penjara kami semua DPRD ini. Kita tahu FSPST sangat banyak membantu pembangunan di Kabupaten Deliserdang, tapi sabar kita ikuti aturan hukum yang berlaku biar aman semua,” pintanya. (gus/prn/btr/adz)

Exit mobile version