Site icon SumutPos

Bom Sarinah Ambisi Tokoh ISIS jadi Pemimpin Tertinggi

Foto: Natalia/JPNN Polisi bersenjata di lokasi peledakan bom di kawasan gedung Sarinah.
Foto: Natalia/JPNN
Polisi bersenjata di lokasi peledakan bom di kawasan gedung Sarinah.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kapolda Metro Jaya Irjen Tito Karnavian menyebutkan Bahrun Na’im adalah orang yang paling bertanggung jawab pada serangan teror bom di kawasan Sarinah Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat. Bahrum diyakini memiliki ambisi besar merebut kepercayaan dari pemimpin ISIS Abu Bakar Al-Bagdadi untuk memimpin kawasan Asia Tenggara.

“Khusus di Asia Tenggara ini ada satu orang tokoh, Bahrun Na’im yang ingin mendirikan namanya Khatibah Nusantara. Ia ingin jadi leader untuk kelompok ISIS di Asia Tenggara,” ungkap Tito di Istana Negara, Jakarta, Kamis (14/1).

Dia menyebutkan, ambisi Bahrun membuat rivalitas untuk menjadi pemimpin ISIS se-Asia Tenggara menimbulkan persaingan begitu keras. Salah satu cara dengan menggelar aksi-aksi teror di pelbagai lokasi, termasuk kawasan Sarinah, Jakarta.

“Di antara para tokoh ini di Asia Tenggara ini ingin bersaing ingin jadi leader, oleh karena itu Bahrun Na’im merancang serangan-serangan seperti ini,” jelasnya.

Tito menyampaikan, Bahrun Naim bukan orang baru dalam aksi terorisme. Dia pernah terlibat kasus penyimpanan peluru pada tahun 2011 di Jawa Tengah. “Untuk mendapatkan kepercayaan dari pimpinan tertinggi ISIS membuat dia harus bertindak dan menunjukkan kekuatannya,” tambahnya.

Naim diketahui sempat dipenjara selama tiga tahun. Setelah bebas dia ternyata masih terus terlibat dalam aksi-aksi terorisme. Pada tahun 2004, Bahrun Naim berangkat ke Suriah dan bergabung dengan ISIS. “Dari situlah Bahrun kemudian mencoba menjadi pimpinan tertinggi di Asia Tenggara,” katanya.

Tito menambahkan, Bahrun kini sudah dimasukkan dalam daftar hitam kepolisian. Bahrun dan kelompoknya kini dalam perburuan polisi.

Selain punya rivalitas dengan Abu Sayyaf, Naim menjadi pendonor serta pengatur aliran uang dan manusia di Indonesia. Dari sejumlah penangkapan mulai akhir tahun lalu, aparat menemukan bukti bahwa dia adalah penyandang dana kelompok Abu Jundi. Nama terakhir itu merupakan teroris yang tertangkap membawa bom rakitan di Solo.

”Dialah (Bahrun Naim, Red) yang membawakan uang ke Solo,” kata Kadivhumas Mabes Polri Irjen Pol Anton Charliyan.

Uniknya, uang itu dikirim melalui Istri Naim yang berinisial Z yang berada di Indonesia. Sayang, Z belum ditemukan. ”Semua masih ditangani,” jelasnya.

Anton juga menyebut Naim sebagai orang yang paling bertanggung jawab atas pengiriman WNI ke Syria. Sekaligus menjadi pengatur supaya WNI bisa bergabung di base ISIS di Syria dan Iraq. Peran Naim semakin sentral karena ISIS kini memperkuat pesan jihad global sebagaimana yang pernah didengungkan Osama bin Laden dengan Al Qaeda-nya. Ironisnya, ISIS dan Al Qaeda sekarang adalah dua tanzhim jihadi yang justru bertarung satu sama lain. Termasuk pula di Indonesia, terjadi ketegangan anggota JI yang berafiliasi ke Al Qaeda dengan kelompok Santoso dan simpatisan ISIS lainnya di Indonesia. Bahkan, banyak hubungan antara bapak dan anak maupun seseorang dengan keponakannya yang kemudian pecah.

Anton menambahkan, ada dugaan keterkaitan pelaku aksi teror Sarinah dengan yang telah tertangkap di Bekasi, Solo, dan Tangerang. Sebenarnya polisi sama sekali tidak kecolongan. Sebab, upaya antisipasi dengan rangkaian penangkapan telah dilakukan. ”Kami total menangkap 16 orang yang merencanakan aksi saat Natal dan tahun baru loh,” ujarnya.
Dari penangkapan tersebut, dapat diketahui bahwa ada gabungan dari kelompok simpatisan ISIS di Indonesia. Hingga saat ini, kelompok itu masih didalami. ”Ya namanya bergabung karena sepemahaman, bisa jadi begitu,” jelasnya.

Pengamat masalah terorisme, yang juga Mantan Ketua Mantiqi III Jamaah Islamiyah (JI) Nasir Abbas menyatakan bahwa kombinasi antara ledakan bom dan serangan Pos Polisi di depan Sarinah itu sesungguhnya sinyal bahwa ISIS benar-benar sudah ada di Indonesia. “Ledakan bom dan serangan bersenjata oleh sejumlah orang di situ baru pemberitahuan bahwa mereka sudah ada di sini,” kata Nasir Abbas.

Fakta tersebut lanjutnya, persis seperti yang sudah beberapa kali dia ingatkan dalam banyak kesempatan bahwa ISIS sudah ada di Indonesia.”Saya sudah beberapa kali menyatakan di banyak kesempatan, di Indonesia sudah ada operasi ISIS, seperti di Poso itu dan hari ini mereka memasuki ibukota,” ujar Nasir.

Melihat pola ledakan dan penyerangan, Nasir menilai ini hampir persis seperti yang terjadi Kota Paris. “Dalam banyak kesempatan saya berdoa, jangan sampai ini terjadi di Indonesia, tapi doa kita belum dikabulkan Allah, ternyata itu terjadi,” pungkasnya.

Terpisah, Pengamat intelijen Wawan Purwanto mengatakan, pola operasional teroris umumnya bersifat penanggulangan terhadap daerah-daerah yang pernah mereka serang atau tempati.

“Di mana saja aksi teroris di dunia, umumnya lebih banyak menggunakan teori recycle of story. Mereka akan beraksi kembali di daerah-daerah yang pernah diserang,” kata Wawan, di Jakarta, Kamis (14/1).

Hal itu dilakukan karena kelompok teroris sudah memiliki data sangat detail tentang daerah tersebut. “Mapping area yang sangat valid. Sementara logika publik menyatakan tak mungkin teroris kembali ke daerah yang pernah mereka serang,” ungkap Wawan.

Wawan mencontohkan, pertama kali aksi teror itu terjadi di Jakarta. Setelah itu, pindah ke Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Lampung, Palembang, Medan, Aceh dan Poso, NTB dan kembali ke Jakarta lagi. “Oleh karena itu kita tidak boleh lengah, sebab mereka mencari celah. Pada akhir tahun 2015 tercatat ada sekitar 46 calon pengantin. Katakan dalam peristiwa Sarinah ini dilumpuhkan lima. Berarti ada 41 calon pengantin lagi yang siap menjalankan tugasnya,” imbuh Wawan. (fas/sam/mas/flo/idr/jpg/ril)

Exit mobile version