Site icon SumutPos

Kesenjangan dalam Penegakan Hukum

Penegakan hukum di Sumatera Utara ini, masih separuh hari. Makanya, pelaku korupsi tidak akan pernah takut untuk melakukan perbuatan yang sama. Seharusnya, aparat penegak hukum di Sumut ini, harus melakukan tindakan tegas dengan pelaku korupsi. Demikian disampaikan Sekretaris Dewan Pimpinan Daerah (Depidar) II, Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI) Sumut, Indra Yani Nasution SH kepada wartawan Sumut Pos Rudiansyah, Senin (14/3). Berikut petikan wawancaranya.

Seperti apa Anda menilai penegakan hukum di negara kita, khususnya terhadap para koruptor?
Kalau dilihat secara kasat mata, beberapa pelaku korupsi yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkrah) di pengadilan, kebanyakan dihukum ringan dan juga dendananya juga cukup ringan. Jadi, bagaimana pula pelaku korupsi itu bisa jerah.
Di Kejaksaan, banyak pelaku korupsi yang dijadikan tersangka, tapi tidak ditahan dengan alasan koorporatif.

Bagaimana menurut Anda?
Nah, itulah yang membuat adanya kesenjangan dalam penegakan hukum di mata masyarakat. Sebenarnya, penegakan hukum itu tidak memandang siapa dia. Kalau alasan koorporatif, pelaku korupsi tidak ditahan, itukan alasan yang diada-adakan. Bagaimana pula pencuri ayam yang ditangkap lalu ditahan, kenapa mereka harus ditahan? Padahal si pencuri itu koorporatif dan mempunyai anak istri sama dengan pelaku korupsi, tapi kenapa mereka ditahan? Nah ini ada apa? Kalau kita berbicara jujur, ini kembali tadi dengan adanya kesenjangan sosial dalam penegakan hukum.

Lantas, penegakan hukum itu idealnya seperti apa?
Idealnya, penegakan hukum jangan diskriminatiflah. Kalau seseorang yang terlibat korupsi sudah dijadikan tersangkanya tahan saja. Ini tidak, pelaku koruptor yang sudah dijadikan tersangka, hingga saat ini masih berkeliaran, tanpa ditahan oleh penegak hukum, contoh Buyung Ritonga dan pelaku koruptor lainnya. (*)

Exit mobile version