Site icon SumutPos

Pemko: Ada Rusunawa Bagi Masyarakat Pinggir Rel KA

Foto: DANIL SIREGAR/SUMUT POS Puluhan Warga yang tergabung dalam Forum Komunitas Masyarakat Pinggir Rel (FK-MPR) berunjuk rasa di depan kantor Pemko Medan, Senin (14/3). Warga menolak penggusuran rumah di kawasan pinggir rel di Medan, sebelum adanya relokasi.
Foto: DANIL SIREGAR/SUMUT POS
Puluhan Warga yang tergabung dalam Forum Komunitas Masyarakat Pinggir Rel (FK-MPR) berunjuk rasa di depan kantor Pemko Medan, Senin (14/3). Warga menolak penggusuran rumah di kawasan pinggir rel di Medan, sebelum adanya relokasi.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Ratusan masyarakat yang tinggal di pinggir rel kereta api Kota Medan kembali menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor Wali Kota Medan, Senin (14/3). Massa yang tergabung dalam Forum Komunitas Masyarakat Pinggir Rel (FKMPR) ini menuntut komitmen Pemko Medan segera merealisasikan rencana relokasi mereka.

Tuntutan ini menyusul pembangunan proyek PT Kereta Api Indonesia, termasuk rel ganda di sepanjang stasiun kereta api Medan hingga Bandara Kualanamu.

Koordinator aksi, Joni Naibaho mengatakan, sebanyak 673 kepala keluarga yang terdata akan kehilangan tempat tinggal akibat sterilisasi pinggiran rel.

Ribuan warga pun akan kehilangan mata pencarian dan ratusan anak akan terganggu pendidikannya.

“PT KAI sewenang-wenang menggusur masyarakat tanpa adanya solusi pasti kepada masyarakat. Hanya memberikan uang sebesar Rp1,5 juta sebagai imbalan pembongkaran bangunan,” kata Joni dalam orasinya.

Joni mengatakan, pihaknya bersedia untuk digusur, namun relokasi tempat tinggal mereka setelah digusur harus jelas. “Kita yang tinggal di sana adalah warga negara. Ketika proyek itu berjalan, kami dan anak-anak kami mau ke mana? Yang kami mau, segera berikan kami relokasi,” ujarnya.

Dalam aksi itu, ratusan massa menggunakan sejumlah angkutan kota (angkot) untuk datang ke kantor Wali Kota Medan. Secara bergantian mereka berorasi di atas mobil.

Aksi unjuk rasa ini pun sempat diwarnai aksi lempar botol air mineral oleh massa. Namun, kejadian ini tidak berlangsung lama. Selain itu, ada yang tidak biasa dalam aksi unjuk rasa ini. Massa membawa serta anak-anak mereka yang masih duduk di bangku sekolah. Puluhan anak yang masih menggunakan seragam SD hingga SMA ini bolos sekolah karena ikut orangtuanya berunjukrasa.

“Lebih bahaya tidak kami bawa anak kami ini. Generasi bangsa ini yang kami perjuangkan,” kata Joni.

Usai menyampaikan orasinya, beberapa perwakilan massa masuk ke halaman kantor Wali Kota Medan dan diterima Wakil Wali Kota Akhyar Nasution.

Kepada massa, Akhyar menegaskan penggusuran masyarakat yang tinggal di pinggir rel akibat proyek tersebut telah bersifat final dan tidak dapat diganggu-gugat. Pemerintah, lanjutnya, telah menyiapkan tempat penampungan sementara yang bisa dihuni oleh masyarakat yang terkena penggusuran.

“Pemko sudah menyiapkan tempat penampungan sementara di rumah susun sewa (rusunawa) milik pemko yang ada di kawasan Medan Utara. Warga yang ingin menggunakan rusunawa diminta berkoordinasi dengan PD Pembangunan,” kata Akhyar.

Terpisah, anggota DPRD Medan Kuat Surbakti mengakui kondisi tersebut sangatlah dilematis. Untuk itu ia minta kepada Pemko Medan ikut membantu uang tali asih warga yang terimbas penggusuran, yang sebelumnya sudah diberikan PT KAI senilai Rp1,5 juta per keluarga sebagai bentuk empati.

“Kita sudah bertemu dengan wali kota kemarin. Beliau (Eldin, Red) mengatakan tidak mungkin bisa direlokasi karena keterbatasan lahan. Namun kita dorong Pemko Medan memberi tambahan tali asih agar bisa dimanfaatkan masyarakat untuk mencari rumah kontrakan,” sebut anggota Komisi C itu.

Tentunya, lanjut Kuat, tali asih tersebut disesuaikan kemampuan APBD Pemko Medan. “Seberapa pun itu jumlahnya terserah pemko, termasuk bagaimana teknisnya. Kalaupun bisa ditampung di PAPBD ya harus dipercepat pengajuannya,” kata Wakil Ketua Fraksi PAN DPRD Medan ini.

Kepada masyarakat pinggir rel, Kuat berpesan untuk tidak arogan atau memaksakan bertahan karena itu hak PT KAI. “Kepada PT KAI juga kami harap jangan pilih kasih membebaskan lahannya. Kalau memang 6 meter atau 12 meter semua dilepaskan dengan jumlah yang sama,” ungkapnya seraya menghimbau agar PT KAI sejak dini memberitahu ke publik semua jalur yang akan dibebaskan, agar tidak membuat gejolak luar biasa sehingga kondusifitas Kota Medan terganggu.

Unjukrasa massa FKMPR berbuntut panjang. Pasalnya tuntutan agar Pemko Medan mau merelokasi dan menambah uang tali asih menemukan jalan buntu. Massa yang kesal menutup akses Jalan Kapten Maulana Lubis. Akibatnya masyarakat pengguna jalan harus memutar arah menuju Jalan Imam Bonjol. (prn/ije)

Exit mobile version