Site icon SumutPos

Tukang Becak Merasa Didiskriminasi

Foto: Pran Hasibuan/Sumut Pos
Becak bermotor terparkir di depan kantor Gubernur Sumut, saat penarik becak demo terkait taksi online, Rabu (14/3) siang.

MEDAN, SUMUTPOS.CO -Untuk kesekian kalinya, Solidaritas Angkutan Transportasi Umum (SATU) berorasi di depan kantor Gubernur Sumut. Rabu (14/3) siang, kelompok yang terdiri dari abang becak ini kembali menyuarakan penolakan atas operasional angkutan online.

Namun kali ini massa menuntut pemerintah berlaku adil kepada mereka terkait beroperasinya transportasi online di Kota Medan. “Kami merasa pemerintah mendiskriminasi para tukang becak,” teriak seorang abang becak, Abu Saman.

Menurutnya, pemerintah terkesan tidak memedulikan nasib para tukang becak dan keluarganya. Pasalnya, pemerintah tidak tegas menerapkan aturan yang mengatur angkutan online, bahkan menggratiskan uji KIR terhadap angkutan online roda empat. Juga biaya pengurusan SIM angkutan online hanya dikenai Rp100.000. “Ini tidak adil,” kata mereka.

Selain itu, dengan hadirnya transportasi online, pendapatan para tukang becak menurun drastis. Belum lagi, bantuan sosial untuk masyarakat kurang mampu tidak sampai ke tukang becak dan supir angkot. Menurut mereka, pemerintah tidak transparan mengenai siapa-siapa saja yang mendapat bantuan. “Biasanya dalam sehari kami bisa bawa pulang Rp100.000, sekarang hanya Rp30.000,” katanya.

Kondisi itu menyebabkan tukang becak kewalahan membiayai kebutuhan hidup mereka. Hidup di kota, dengan pengeluaran harian yang cukup tinggi, mereka harus bekerja lebih keras untuk memperoleh penghasilan yang lebih banyak. Bahkan beberapa dari mereka harus menarik becak hingga tengah malam.

Mereka juga kewalahan membiayai kebutuhan anak sekolah. Bahkan, dia membeberkan ada beberapa anak tukang becak yang putus sekolah karena orang tuanya tak lagi mampu membayar uang sekolah. “Kondisi saat ini membuat para tukang becak menderita,” katanya.

Begitupun, lanjut massa, mereka sulit meminta regulator untuk menghapus transportasi online yang telah beroperasi. Mereka hanya meminta pemerintah untuk membuat dan menerapkan aturan dengan adil, tanpa ada perlakuan khusus yang seolah-olah memanjakan para penarik transportasi online.

Foto: Pran Hasibuan/Sumut Pos
Pengedara becak bermotor membawa keluarganya saat demo terkait taksi online di depan kantor Gubernur Sumut,, Rabu (14/3) siang.

“Sebagai perbandingan, saat ini para driver taksi online diwajibkan untuk melakukan uji KIR. Namun, pemerintah justru menggratiskan biaya uji KIR. Sementara biaya pengurusan SIM untuk transportasi online hanya dikenakan Rp100.000. Padahal, jika disatukan, biaya uji KIR dan pengurusan SIM bisa mencapai Rp700.000. Sedangkan kami sebagai tukang becak, tak ada diberikan fasilitas seperti itu. Urus SIM juga masih mahal,” paparnya.

Dalam orasinya, massa juga menuntut pemerintah untuk lebih tegas dan konsisten menerapkan aturan. Mereka juga meminta pemerintah memasukkan tukang becak dan keluarganya sebagai peserta penerima bantuan sosial mulai dari Rastra, KIS, KIP, KUBE, PKH hingga bantuan sosial lainnya yang diprogramkan pemerintah.

Hal ini dinilai mendesak karena kini perekonomian para tukang becak mengalami penurunan cukup signifikan. “Jika tak begini, akan semakin banyak masyarakat yang terjebak dalam kemiskinan tanpa diperhatikan pemerintah,” pungkasnya dan meminta pemerintah mulai dari pusat hingga daerah untuk memerhatikan nasib tukang becak, sopir angkot dan keluarga mereka yang kini makin menderita.

Sementara, kehadiran massa diterima oleh Sekretaris Dishub Sumut Darwin Purba. Dikatakannya bahwa sampai kini pihaknya belum mengetahui lagi arahan pusat sekaitan Permenhub 108/2017. Pihaknya juga mengaku, akan menyampaikan aspirasi seratusan abang becak ini kepada Gubernur Sumut.

Amatan wartawan, setelah dari kantor Gubsu massa akan berkonvoi menuju Kantor Wali Kota Medan, DPRD Sumut dan Medan, Dinas Sosial, Dinas Perhubungan, Dinas Kominfo dan Polrestabes Medan untuk menyampaikan tuntutan yang sama. (prn/adz)

Exit mobile version