Site icon SumutPos

RUU Haluan Ideologi Pancasila, MUI Imbau Masyarakat Waspada Bangkitnya Faham PKI

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Dewan Pimpinan MUI Pusat dan Dewan Pimpinan MUI Provinsi se-Indonesia mengimbau kepada umat Islam agar tetap waspada dan selalu siap siaga terhadap penyebaran faham komunis dengan pelbagai cara dan metode licik yang mereka lakukan saat ini.

Hal itu dikatakan Wakil Ketua Umum MUI KH Muhyiddin Zunaidi didampingi Sekjen Dr H Anwar Abbas dalam siaran pers yang diterima Sumut Pos di Medan, Minggu (14/6). “Hal ini, mencermati dengan seksama terhadap Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP),” kata Muhyiddin.

Dikatakannya, setelah melalui berbagai kajian dan diskusi, maka Dewan Pimpinan MUI Pusat dan Dewan Pimpinan MUI Provinsi se-Indonesia menyampaikan maklumat, yakni tidak dicantumkannya TAP MPRS Nomor 25/MPRS/1966 Tahun 1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI), pernyataan sebagai organisasi terlarang di seluruh wilayah Negara RI bagi PKI dan larangan setiap kegiatan untuk menyebarkan atau mengembangkan paham atau ajaran Komunis/ Marxisme-Leninisme.

Hal ini, lanjutnya, adalah sebuah bentuk pengabaian terhadap fakta sejarah yang sadis, biadab dan memilukan yang pernah dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) di Indonesia, sehingga sama artinya dengan persetujuan terhadap pengkhianatan bangsa tersebut. Kemudian, kata dia, RUU HIP telah mendistorsi substansi dan makna nilai-nilai Pancasila, sebagaimana yang termaktub dalam Pembukaan dan Batang Tubuh UUD Tahun 1945.

“Kami memaknai dan memahami bahwa pembukaan UUD Tahun 1945 dan batang tubuhnya telah memadai sebagai tafsir dan penjabaran paling otoritatif dari Pancasila, adanya tafsir baru dalam bentuk RUU HIP justru telah mendegradasi eksistensi Pancasila,” tuturnya.

Selanjutnya, kata Muhyiddin lagi, RUU HIP telah memeras Pancasila menjadi Trisila lalu menjadi Ekasila yakni ‘Gotong Royong’, adalah nyata-nyata merupakan upaya pengaburan dan penyimpangan makna dari Pancasila itu sendiri, dan secara terselubung ingin melumpuhkan keberadaan Sila Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa yang telah dikukuhkan dengan Pasal 29 Ayat (1) UUD Tahun 1945, serta menyingkirkan peran agama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

“Dengan demikian hal ini adalah bentuk pengingkaran terhadap keberadaan Pembukaan dan Batang Tubuh UUD Tahun 1945 sebagai Dasar Negara, sehingga bermakna pula sebagai pembubaran NKRI yang berdasarkan pada 5 Sila tersebut,” tegasnya.

Pihaknya meminta kepada Fraksi-fraksi di DPR RI untuk tetap mengingat sejarah yang memilukan dan terkutuk yang dilakukan oleh PKI terutama peristiwa sadis dan tak berperikemanusiaan yang mereka lakukan pada Tahun 1948 dan Tahun 1965 khususnya.

Namun, kata Muhyiddin, pascareformasi para aktivis dan simpatisannya telah melakukan berbagai upaya untuk menghapus citra buruknya di masa lalu dengan memutarbalikkan fakta sejarah dan ingin kembali masuk dalam panggung kehidupan berbangsa dan bernegara. Keberadaan RUU HIP patut dibaca sebagai bagian dari agenda itu, sehingga wajib RUUP HIP ini ditolak dengan tegas tanpa kompromi apapun.

“Kami pantas mencurigai bahwa konseptor RUU HIP ini adalah oknum-oknum yang ingin membangkitkan kembali paham dan PKI, dan oleh karena itu patut diusut oleh yang berwajib,” tegasnya. (mag-1/ila)

Muhyiddin menyatakan dukungan sepenuhnya keberadaan TNI sebagai penjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sekaligus pengawal Pancasila. “Karena itu, jika ternyata ada indikasi penyebaran faham komunis dengan pelbagai cara dan kedok, mari segera laporkan kepada pos atau markas TNI terdekat,” imbaunya.

Ia juga berpeaan, jika maklumat ini diabaikan oleh Pemerintah Republik Indonesia, maka pihaknya, Pimpinan MUI Pusat dan segenap Pimpinan MUI Provinsi se-Indonesia mengimbau umat Islam Indonesia agar bangkit bersatu dengan segenap upaya konstitusional untuk menjadi garda terdepan dalam menolak faham komunisme dan berbagai upaya licik yang dilakukannya. “Hal ini demi terjaga dan terkawalnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945,” pungkasnya. (mag-1/ila)

Exit mobile version