Site icon SumutPos

Kapoldasu Harus Panggil Penyidik

Foto: TRIADI WIBOWO/SUMUT POS Gedung Centre Point berdiri megah di Jalan Jawa Medan, Senin (1/9). Meski telah berdiri megah, namun SIMB dan Izin Amdalnya belum dikeluarkan Pemko Medan karena masih bersengketa.
Foto: TRIADI WIBOWO/SUMUT POS
Gedung Centre Point berdiri megah di Jalan Jawa Medan, Senin (1/9). Meski telah berdiri megah, namun SIMB dan Izin Amdalnya belum dikeluarkan Pemko Medan karena masih bersengketa.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Penetapan Kepala Kantor (Kakan) Pertanahan Medan sebagai tersangka karena tak menerbitkan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) untuk proyek Centre Point terus menuai kecaman. Bahkan, Kepala Polisi Daerah Sumatera Utara (Kapoldasu) pun diminta segera memanggil para penyidik kasus tersebut. Pasalnya, Poldasu diduga telah dikondisikan oleh pihak-pihak yang mencari keuntungan.

“Ini makin aneh lagi menurut saya. Poldasu benar-benar ngaco atas penetapan tersangka ini,” tegas Pengamat Hukum, Surya Adinata MKn.

Menurut Surya penetapan itu merupakan kekeliruan yang tidak mendasar, sebab yang ingin dipertahankan adalah tanah negara. “Kita minta Kapolda benar-benar serius dalam kasus ini. Jangan dengan mudah memercayai laporan dari anggotanya. Karana banyak penyesatan-penyesatan informasi dari bawahan. Dia harus cari data-data pembanding lainnya. Apalagi ketika ada penetapan tersangka, Kapolda harus panggil penyidik terkait untuk diberikan sanksi, dan bila perlu digelar perkaranya jika laporan itu ternyata keliru,” ungkap dia.

Menurutnya apa yang dilakukan Kakan Pertanahan Medan sudah benar. “Inilah kalau gak ada rasa malu lagi. Harusnya ada dasar penegakan hukum itu apa. Kan lucu di lahan bermasalah malah dianggap kepala BPN (Kakan Pertanahan Medan) salah karena tidak menerbitkan surat HGB. Jadi Poldasu ini macam sudah terkondisikan, entah itu dari pihak pengembang atau pengusahanya,” imbuhnya.

Oleh sebab itu ia minta Kapolda membuat SP3 atas kasus tersebut karena jika tidak hal ini akan menjadi preseden buruk bagi Poldasu. “Masa orang mau melindungi tanah negara malah dijadikan tersangka. Memang luar biasa ngaco kinerja polisi kita ini,” tegasnya lagi sembari mengaku sempat memberi informasi melalui pesan singkat kepada Kapoldasu Irjen Pol Eko Hadi terkait kasus tersebut dan direspon untuk menindaklanjuti laporan tersebut.

Harusnya menurut Surya lagi, Kapolda Eko Hadi mengambil kebijakan arif untuk menjaga orang-orang yang melindungi dan mempertahankan aset negara. Di samping itu jangan cepat memercayai laporan bawahannya. Karena, terkadang laporan bawahan ini sudah diatur sedemikian rupa. “Kita minta Kapolda arif dan bijaksana untuk meng-SP3-kan kasus ini. Tangkap pihak pengusaha yang mendirikan bangunan tanpa izin sesuai Perda Kota Medan No.5/2012 tentang retribusi Izin Mendirikan Bangunan. Itukan (Centre Point) tak ada Amdal-nya, jadi sudah pidana dan harus diusut. Jangan bangunan kecil saja yang dirobohkan, sebab sudah berapa banyak uang itu tidak tersetor ke rekening negara,” beber dia.

Lakukan Upaya Hukum

Seeprti diberitakan, bukti kepemilikan tanah yang belum jelas dan penolakan atas lahan yang sekarang ditempati Centre Point, menjadi alas an Kantor Pertanahan Medan tidak menerbitkan sertifikat HGB terhadap lahan yang kini dikuasai PT Arga Citra Karisma (ACK) itu.

Kasi Sengketa Konfik dan Perkara BPN Medan, Aswin Tampubolon yang ditemui Sumut Pos di kantornya, Jumat (10/10) mengatakan, sulit bagi pihaknya menerbitkan sertifikat karena masih ada pihak-pihak yang saling mengklaim.

Dia menjelaskan, prosedural terbitnya HGB diatas Hak Pelepasan Lahan (HPL) harus melalui surat pengantar dari pihak ketiga, yang dalam hal ini adalah Pemko Medan. Mengenai alas hak putusan Mahkamah Agung (MA) yang dipakai ACK sebagai dasar mendirikan bangunan megah tersebut, pihaknya tidak memiliki kewenangan akan hal tersebut. “Kalau itu ya pengadilan lah. Karena memang diputusannya itu ya menurut mereka (ACK), sudah bisa,” ujar Aswin.

Pihaknya beranggapan karena masih ada peninjauan kembali (PK) terhadap putusan tersebut, kemudian masih ada perlawanan gugatan perlawanan terhadap eksekusi dari PT KAI dan Kementerian BUMN, makanya surat HGB itu tak kunjung diterbitkan Kakan Pertanahan Medan. “Itulah versi kita, artinya pimpinan kita juga sudah berkonsutasi dengan Kanwil dan BPN Pusat sebelum mengambil kebijakan tersebut. Sebab ini menyangkut institusi, jadi bukan pendapat pribadi beliau,” jelasnya.

Terkait persoalan HGB yang tidak sinkron di mana BPN hanya mengeluarkannya untuk di Jalan Timor, tapi nyatanya yang ditempati Centre Point berada di Jalan Jawa, lanjut Aswin, sebagian itu sudah diserahkan ke Pemko Medan. Lalu terbit HPL nomor satu, dua, dan tiga. Kemudian Pemko bekerja sama dengan PT ACK. “Nah yang di Jalan Jawa itulah sedang proses berkala sekarang. Itulah yang ditolak BPN,” katanya.

Aswin menyatakan HGB itu memang berada di Jalan Timor dengan posisi di atas HPL. Sedangkan di Jalan Jawa sama sekali belum terbit sertifikat. “Karena proses hukum ini sudah berjalan kita tak bisa kasih komentar lagi,” ujarnya.

Pihaknya kata Aswin akan menerbitkan HGB jika status lahan bebas dari masalah (alas hak). Karena tidak mungkin diterbitkan bila masih ada PK, perlawanan terhadap eksekusi dan lain sebagainya.

Selain itu bukti kepemilikan sebagai sarat permohonan penerbitan HGB.

Dia menduga lantaran ACK beranggapan hal itu sudah berkekuatan hukum tetap, maka Kakan Pertanahan Medan wajib mengeluarkan sertifikat. “Berdasarkan pertimbangan kita, di mana BPN ikut serta di dalam perlawanan itu dan proses PK oleh PT KAI, makanya pendapat pimpinan kita seperti itu,” sebutnya.

Atas dasar putusan tersebut ungkap Aswin, maka ACK membuat laporan ke Poldasu. Di satu pihak mereka merasa atas dasar putusan sampai MA dan eksekusinya.

Dia berpendapat penetapan dua tersangka dari pihaknya tidak mereka duga sedikit pun. Ia pun berpendapat, pemeriksaan-pemeriksaan yang dilakukan penyidik Polda selama ini dirasa hanya sekadar meminta keterangan saja dan tidak mengarah ke tersangka. “Sama sekali gak menduga ini bisa berproses seperti ini. Kami pikir pemeriksaan-pemeriksaan biasa saja. Kita sebenarnya keget dengan penetapan dan pemberitaan hari ini. Banyak yang menelepon saya dan mereka kaget dengan penetapan tersangka seperti ini,” ujar Aswin.

Aswin mengaku sudah berkoordinasi dengan atasannya yakni Kakan Pertanahan Medan agar jangan dahulu memberikan keterangan. Kata Aswin, pihaknya menyerahkan proses hukum berjalan sebagaimana mestinya di penyidik. “Kita tidak bisa campuri, karena proses hukum berjalan. Biarlah berjalan sesuai proses hukum yang ada,” terangnya.

Aswin tak menampik bahwa akan melakukan upaya hukum terhadap pimpinan mereka yang sudah menjadi tersangka. “Pasti ada lah upaya ke sana. Kita akan koordinasikan hal ini dulu ke pusat,” ujarnya.

Sebelumnya, Kepala Bidang Humas Polda Sumut, AKBP Helfi Assegafmenjelaskan penetapan tersangka itu berdasar dari tidak dilaksanakannya poin ke-12 dalam putusan Mahkama Agung (MA) Nomor 1040K/PDT/2012 tertanggal 5 November 2012. “Pada poin 12 pada putusan MA itu dijelaskan kalau Penerbitan Hak Milik bisa diberikan, tanpa harus menunggu putusan kasasi, banding ataupun PK. Itu perintah undang-undang. Kalau putusan MA sebagai Pengadilan Tertinggi saja tidak diindahkan, mau pengadilan mana lagi mau diikuti,” ungkap Helfi.

Dikatakan Helfi, kedua tersangka tidak dapat memberi jawaban kuat dan tetap bertahan pada alasan awal yaitu objek dimohonkan penerbitan HGB-nya, masih dalam proses perkara perdata. Sementara ketika kembali ditegaskan, kalau keduanya tidak melaksanakan putusan MA, disebut Helfi kalau kedua tersangka tidak dapat menjawab.

“Seorang pejabat profesional bertahun di situ. Masa ada yang tidak benar diikuti. Dalam pengajuan penerbitan HGB itu, copy putusan MA itu juga dilampirkan kok. Oleh karena itu, kita jerat Hafizunsyah dengan pasal 55 dan 56 yaitu ikut serta, ” sambung Helfi.(prn/dik/ain/rbb)

Exit mobile version